EXT. WARUNG KAYU LIMA - MALAM
Pitaloka dan Sekar Kemuning (Key) berjalan bersama menuju sebuah warung kecil yang tampak sederhana namun bersih. Lampu kuning menerangi papan kayu bertuliskan "Warung Kayu Lima." Aroma masakan tradisional menguar, memancing rasa lapar keduanya. Setibanya di depan warung, seorang ibu penjaga warung, wanita paruh baya dengan senyum ramah, menyambut mereka.
" Selamat malam. Silakan masuk. Duduk saja, ya. Mau makan apa?" ucap Ibu Penjaga Warung dengan suara hangat.
Pitaloka tersenyum sopan, mengangguk sambil melangkah masuk ke dalam warung. Ia memilih meja dekat jendela yang menghadap ke jalan.
" Malam, Bu. Terima kasih. Kami mau pesan makanan, Bu." ucap Pitaloka sambil tersenyum ke arah ibu penjaga warung.
Ibu penjaga warung mengambil daftar menu kecil di atas meja, lalu menjelaskan dengan nada penuh antusias.
" Menu yang ada di sini, ada lemang tapai, pendap, gulai kembang, sop ikan, lontong tunjang, dan minumannya ada teh hangat, kopi, sama jus jeruk. Semua masakan khas Bengkulu juga ada, Bu." ucap Ibu penjaga warung.
Pitaloka mendengarkan dengan seksama, sesekali menganggukkan kepala. Tatapannya berpindah ke arah Key, yang terlihat penasaran memperhatikan sekeliling warung sederhana itu.
" Sekar, kamu mau pesan apa? Mungkin ada yang menarik buat kamu ingin mencoba makanan khas Bengkulu?" ucap Pitaloka dengan nada lembut.
" Key nggak tahu, Bu. Jujur, Key belum pernah coba makanan khas Bengkulu. Semuanya terdengar menarik." ucap Key menoleh ke arah ibunya, kebingungan sejenak.
" Kalau begitu, kamu coba sop ikan saja ya. Ini salah satu makanan khas daerah sini, rasanya segar dan cocok untuk malam yang dingin seperti ini, kamu pasti suka." ucap Pitaloka tersenyum tipis, seperti sudah menduga jawaban itu.
Key berpikir sejenak, lalu mengangguk setuju.
" Baiklah, Key ikut saran Ibu saja. Pesan sop ikan sama minumnya air putih saja." ucap Key tersenyum kecil.
" Saya pesan lontong tunjang sama teh hangat. Untuk anak saya, sop ikan dan air putih, sementar itu saja dulu yang kami pesan, Bu." ucap Pitaloka kepada ibu penjaga warung.
" Baik, Bu. Tunggu sebentar, ya. Saya siapkan dulu." ucap Ibu penjaga warung mencatat pesanan.
Ibu penjaga warung melangkah ke dapur, meninggalkan Pitaloka dan Key yang kini duduk berhadapan. Suasana hangat dari warung kecil itu membuat keduanya merasa nyaman, meskipun keheningan sesaat terasa menyelimuti.
" Ibu suka lontong tunjang, ya? Key belum pernah makan-makanan khas bengkulu yang kayak gini." ucap Key melirik ke arah ibunya, berbicara pelan.
" Iya, ini salah satu makanan favorit ibu waktu kecil. Dulu, nenek kamu sering masakin Ibu lontong tunjang, apalagi saat kita sedang kumpul keluarga." ucap Pitaloka tersenyum tipis, tatapannya lembut.
Key mendengarkan dengan seksama, senyum kecil tersungging di bibirnya, tetapi matanya memancarkan kebingungan. Ia merasa hangat mendengar cerita tentang neneknya, seseorang yang tidak pernah ia temui atau bahkan ketahui.
" Bu, kenapa Key nggak pernah lihat nenek dan kakek dari pihak Ibu? Key cuma pernah bertemu kakek Lebai Karat dan nenek Ratih dari pihak Ayah waktu Key kecil, itu pun cuma sekali, waktu kami masih tinggal di Surabaya." ucap Key perlahan bertanya.
Key duduk berhadapan dengan ibunya, Pitaloka, tatapan matanya penuh rasa ingin tahu. Suasana warung yang sederhana terasa hangat, namun pembicaraan mereka dipenuhi dengan hal-hal yang selama ini belum pernah dibahas.

KAMU SEDANG MEMBACA
WATTPAD VERSION : 7 MANUSIA HARIMAU NEW GENERATION
Fanfiction17 tahun telah berlalu sejak Pitaloka, istri tercinta Gumara Peto Alam, diculik secara misterius. Gumara, yang masih terpukul oleh kehilangan istrinya, berjuang keras untuk menemukan Pitaloka namun selalu menemui jalan buntu. Kehidupan Gumara kini h...