Badanku lemas seketika karena kejadian yang baru saja terjadi. Aku hanya bisa mematung sekaligus pikiranku tidak bisa bekerja untuk beberapa saat. Hingga kurasakan sekujur tubuhku menggigil karena tentu saja, aku sudah terlalu lama terdiam. Segera kuberjalan ke arah shower untuk membersihkan diri sebelum berendam ke dalam bathub. Tidak bisa kupungkiri aku masih memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Begitu cerobohnya aku.
Kutenggelamkan seluruh bagian kepalaku di antara busa-busa putih dengan harapan kejadian itu bisa segera terhanyut walau kurasa hal itu hanya sebuah kesia-siaan. Aku merenung untuk beberapa saat hingga kurasakan pikiranku sudah sedikit tenang karena aroma rose yang memikat yang berasal dari busa-busa yang menutupi seluruh badanku. Sejenak aku berpikir betapa luasnya bathub ini berbeda dengan bathub yang ada di apartemen dan rumahku. Kupikir bathub ini desain untuk 2 orang. Oh tentu saja, ini adalah rencana ayah keduaku, Ludwig, si pengusaha property komersial dan residences itu. Dia pasti berpikir bahwa aku dan anaknya akan mandi bersama-sama. Impossible, batinku menyeringai.
Kuberjalan ke arah sebuah laci yang ada di bawah meja peralatan mandi. Segera kuambil bathrobe yang kurasa telah disediakan oleh beberapa house keeper yang ada di rumah ini. Sejenak aku kembali berpikir untuk sekedar menanyakan pada diriku sendiri akankah aku bertanya kapadanya apakah dia baik-baik saja setelah kejadian tadi? Tapi aku menggelengkan kepalaku kemudian. Untuk apa aku bertanya. Itu hanya sebuah kecelakaan kecil yang biasa terjadi di saat malam pertama untuk sepasang suami-istri yang baru saja menikah. Hal itu tidak akan kubiarkan terulang kembali, tekadku di dalam batin.
Lalu kubuka pintu kamar mandi tapi kedua mataku entah mengapa seperti sedang mencari seseorang yang tidak dapat kutemukan. Kulangkahkan kakiku ke sebelah kanan tempat tidurku, tempat fluffy white carpet diletakkan. Tapi lagi-lagi aku tidak menemukannya di sana. Ke mana Walton pergi?
Pertanyaan itu segera kuhapus dari pikiranku karena kupikir dia sedang berada di bawah, pikiranku mencoba menebak. Lalu kukenakan pajamas yang biasa aku pakai kemudian aku beralih ke meja riasku untuk memakaikan pelembap yang biasa aku oleskan sebelum tidur di wajahku. Hoaaaammms, tiba-tiba aku menguap. Kurasakan mataku dan bahkan seluruh tubuhku ingin segera beristirahat karena kupikir aku sudah sangat terlalu letih menjalani hari pernikahan sialanku ini.
Tapi, di mana Walton? Apakah dia masih berada di bawah? Atau jangan-jangan dia tidak ingin tidur di kamar ini? Tapi lagi-lagi aku bergidik ngeri karena pertanyaan yang kulontarkan sendiri membuat aku seakan berharap padanya. Ohhhh, kau seperti jalang Chrisella. Berani-beraninya kau mengharapkan dia untuk tidur di sini, batinku berdecak kesal pada diriku sendiri.
Aku sama sekali tidak peduli padanya. Dia tak lebih dari seorang stranger yang tiba-tiba menjadi suamiku, meskipun pada dasarnya aku dengannya sudah saling kenal. Tapi tetap saja, bagiku dia STRANGER. Lalu aku memejamkan kedua mataku untuk beristirahat karena besok adalah hari yang mungkin lumayan panjang untuk kulalui.
***
Kulangkahkan kedua kakiku pada anak tangga dengan cepat untuk turun lalu pergi ke Penn karena kupikir aku akan terlambat. Lalu langkahku tiba-tiba saja terhenti ketika melihat Bertha tengah berdiri untuk menyambutku dengan seragam black-white classic yang biasa dipakai house keeper pada umumnya. Wajahnya yang mulus dan masih terbilang muda namun usianya yang sudah menginjak kepala tiga, membuat aku sedikit cemburu. Betapa tidak? Keriput yang biasa para wanita khawatirkan di usia mereka yang sudah kepala tiga bahkan tidak terdapat pada wajahnya itu.
Namun kemulusan wajahnya tidak semulus hidupnya. Aku sempat sedikit berbincang-bincang dengannya tiga hari yang lalu. Ia memiliki pribadi yang cukup jujur dan mengasyikan. Bahkan ia menceritakan sedikit-banyaknya masa lalunya yang kupikir cukup membuatku terhanyut merasakan kesedihan yang dideranya. Tapi orang yang seperti dia adalah orang cukup tangguh untuk menjalani hidupnya kembali meskipun hanya seorang house keeper.
"Morning, Mrs. Othman. Saya sudah menyiapkan makanan untuk Anda, Mrs. Othman. Mr. Othman sudah berada di ruang makan", katanya dengan hormat melenyapkan lamunanku lalu mengarahkan tangan kanannya ke arah ruang makan.
Aku berdecak kesal dibuatnya. Bukan karena aku takut terlambat tapi karena dia menyebutku Mrs. Othman. Ohhh, shit. Kenapa pernikahan ini harus terjadi? Gerutuku dalam batin. "Terima kasih, Bertha. Tapi panggil saja aku Ms. Welner atau kau juga bahkan bisa memanggilku Chrisella. Asal jangan dengan sebutan Othman. Aku kurang menyukainya ", celotehku tapi dengan tutur bahasa yang masih terbilang sopan. "Iya, saya mengerti, Mrs. Othh, maksudku Ms. Welner", tuturnya dengan raut kebingungan terbukti dengan dia hampir menyebutku dengan nama belakang itu lagi tapi ia menyadarinya dan segera membetulkan kembali. Aku tersenyum padanya.
Aku berjalan menuju ruang makan bersama dengan Bertha yang berada di belakangku. Rupanya benar, Walton sedang makan di kursi yang berada di tengah meja. Ternyata dia menyadari kedatanganku lalu dia melirik ke arahku. Dia tersenyum kepadaku. Aku merasa sedikit lega karena kupikir sedari semalam ia akan marah sekali terbukti ketika aku tidak menemukannya di kamar tidur kami berdua. Aku tak tahu di mana dia tidur semalam membuatku ingin menanyakannya. Tapi pikiranku menentangku karena aku akan kembali merasa bersalah terhadapnya.
To be continue..
Vote Command Follow
thank you..
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...