~ chapter 22 : It's very painful

7K 146 0
                                    

"Apa kita akan bertemu seseorang di sini?" tanyaku. Sekarang kami sedang berada di restaurant mewah yang menghadap ke Miami Beach. Beberapa saat kemudian, pelayan sudah membawa makanan dan minuman yang kami pesan.

"Ya. My partner, Chriss", jawabnya singkat dan santai.

"OK."

Lalu kami menyantap makanan itu.  Rasanya ini seperti lunch pertama kami sejak bersama. Terasa sangat menyenangkan. Apalagi tadi saat aku bangun pagi, Walton tetap membiarkanku berada di atasnya. Padahal kuyakini dia sudah bangun sejak awal.

Tiba-tiba aku mengingat wanita jalang yang membawanya pulang tadi malam. Kurasa ini adalah waktu yang pas untukku bertanya. Lagi pula aku berhak menanyakan itu. Aku tidak suka jika ada orang lain datang ke tempat tinggalku. Maksudku orang asing ataupun orang yang tidak dekat.

"Walton, aku ingin menanyakan sesuatu", tanyaku di sela-sela makan.

"What's that?" balasnya. Dia masih tetap menyantap makanannya.

Aku menarik napas dan berusaha menatapnya. Karena aku yakin, kedua mata Walton akan menunjukkan suatu respon ketika aku menanyakannya. Jujur atau bohong akan segera kuketahui.

"Siapa wanita yang membawamu pulang semalam?" tanyaku.

Walton berhenti kemudian mematung. Sejenak dia menunduk tapi kemudian menatapku.

"Bukan siapa-siapa", jawabnya singkat lalu menyantap makanannya kembali. Aku meminum sirup untuk menetralisir rasa penasaranku.

"Apa kau membohongiku?" tanyaku lagi.

"Ohh.. Come on, Chriss. Please, don't ask me about the fucking question!", tolaknya. Kedua matanya tetap menatapku. Aku rasa dia sudah mengatakan yang sebenarnya. Tapi masih ada keganjilan dalam benakku.

Aku mendengus. Hubungan kami yang sudah membaik dan acara lunch ini tidak mungkin kuhancurkan semata-mata kecurigaanku saja karena si jalang itu. Aku mencoba untuk mengatur pikiranku dengan hal-hal yang positif.

"Hallo", sapa seorang pria kulit hitam. Sepertinya ini orang yang dimaksud Walton. Dia tersenyum.

Seketika Walton berdiri lalu diikuti denganku. Walton dan pria itu saling tertawa dan berjabat tangan.

"Ohh, Walton. Nice to meet you. OK. I think timing to talk about business is not quite right now. I have bothered you, young couple", dia tersenyum dan memberikan nada humor.

"Hahah, no problem, Mr...", kata-kataku terpotong saat aku menyadari belum saling mengenal.

Dia tersenyum dan langsung mengacungkan tangannya ke depan dengan maksud berjabat tangan. Aku membalasnya.

"Damien West", jawabnya.

"Chrisella Werner. Eh, Chrisella Othman", balasku kemudian mengernyit. Aku lupa, di depan orang yang sudah tahu kami menikah apalagi teman bisnis Walton, aku harus menyebutkan dan menambahkan nama belakangku dengan the Othman. Aku melirik Walton untuk mengetahui responnya. Namun dia tidak memperdebatkan masalah kecil itu.

"and nice to meet you, Chrisella Werner Othman. Hehehe", katanya lalu menyengir.

Seketika kami tertawa untuk beberapa saat. Kemudian Walton mempersilakannya untuk duduk. Walton memanggil pelayan untuk memesan makanan untuk Mr. West.

Sambil menunggu makanannya, kami bercanda beberapa saat. Lalu mereka membicarakan tentang bisnisnya. Aku hanya diam karena sama sekali aku tidak tahu tentang apa yang mereka bicarakan.
***

Kami berjalan-jalan di tepi pantai. Matahari akan menutup diri sebentar lagi. Sungguh indah.

"Chriss, apa kau senang tinggal di sini?" tanya Walton tiba-tiba.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang