Aku bangun. Kepalaku sangat pusing. Samar-samar kulihat ada pria berambut cokelat sedang tertidur di sampingku. Aku mengernyit bingung. Lalu kulihat sekelilingku. Kedua mataku membulat.
Rumah sakit? Siapa dia? Tanyaku dalam batin. Rasanya aku tak mengenal pria ini. Tiba-tiba seorang dokter tampan datang ke ruanganku. Dia tersenyum.
"Halo, Ms. Werner. Kau sudah bangun rupanya", ucapnya.
Dia tahu namaku?!
"Semua orang mengenalmu, Nona. Aku turut berduka atas meninggalnya Mr. Werner", katanya yang membuat kedua mataku terbelalak sekaligus sedih. Dia tahu apa yang sedang kupikirkan. Dia juga membuatku mengingat kematian ayah yang masih ganjil di pikiranku. Tapi aku menutupinya.
"Dan dia?" tanyaku lalu melirik pria berambut cokelat itu.
"Ohh? Apa kalian tidak saling mengenal?" tanyanya pelan hampir berbisik.
Aku menggeleng.
"Kupikir kalian sepasang kekasih", kata dokter tampan itu lagi lalu tersenyum. Aku terkejut, sementara dia menyeringai.
Tak lama kemudian, pria berambut cokelat itu bangun. Dia mengusap kedua matanya lalu duduk dengan baik. Aku melihatnya bingung, sementara dokter itu malah tersenyum. Mata kami bertemu tiba-tiba.
"Zayn, apa wanita sudah benar-benar sembuh?" tanyanya terang-terangan dan masih menatapku.
Ohh, dokter tampan itu namanya Zayn, batinku.
Dokter itu tersenyum lalu melirikku.
"Sudah kukatakan, Ms. Welner hanya lelah saja", jawab dokter tampan itu.
"Kau hampir membuatku dalam masalah. Kau tahu itu?" kata pria berambut cokelat itu dengan nada tajam. Aku mengerutkan dahiku lalu mencoba menelaah perkataannya. Tiba-tiba aku mengingat kejadian semalam ketika aku berjalan-jalan mencari apartemen. Dan dia hampir saja menabrakku. Aaaaahhh, erangku.
"Sudahlah, Brooklyn. Jangan tunjukkan sikap kasarmu pada pasienku", sela dokter tampan itu.
Ohh? Pria berambut cokelat ini Brooklyn?
Lalu aku mengangguk pertanda setuju dengan ucapan Zayn, si dokter tampan. Kelihatannya mereka dekat. Buktinya, Zayn tahu kalau Brooklyn adalah pria yang kasar. Aku mencelos.
"Well, I have to check some more patients", kata dokter tampan itu lalu pergi meninggalkanku dan juga pria kasar ini, Brooklyn.
"OK. Sekarang aku ingin tahu nomor ponsel keluargamu yang bisa kuhubungi sekarang", katanya sembari mengeluarkan ponselnya dari dalam sakunya.
"Aku tidak tahu. Ponselku hilang", balasku dengan polos.
Dia menatapku tajam. Lalu dia menyeringai sekaligus mendengus. Terlihat dia mencoba menahan emosinya. Sebenarnya dia tampan tapi sekarang ketampanannya hilang. Horor.
"Apa? Kau terlihat seperti anak 5 tahun sekarang", lanjutnya dengan sinis.
Aku memutar bola mataku.
"Jadi selesai ini, kau kuantar pulang je rumahmu."
Kedua bola mataku membulat. Sebenarnya dia bertanggung jawab, padahal aku sudah merepotkannya. Tapi cepat-cepat, aku menolak untuk kembali. Untuk sementara waktu, aku akan pergi. Soal Ibu dan Clara, aku akan memberitahu mereka. Aku ingin menenangkan pikiranku. Lalu menemui Rosella Burns.
"Aku tidak ingin pulang", tolakku lalu mengalihkan pandanganku. Dia mendengus.
"OK. Whatever. I don't care about you at all. You know that!" bentaknya lalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...