Cepat-cepat aku menghubungi Carron. Baru ini dia mengatakan hal seperti itu. Pasti ada kesalahpahaman di sini.
Cukup lama aku menunggunya untuk menerima panggilanku. Aku sampai sedikit panik. Kurasa sampai pada bunyi tut terakhir. Akhirnya dia menjawab sambungan panggilanku.
"Halo", katanya dengan nada yanggg.. sedikit kesal(?).
"Carry, aku ingin bicara padamu. Apa maksudmu mengirim pesan seperti itu?" tanyaku secara to the point padanya.
"Huh. Chriss, apa aku tahu kau di mana sekarang?" tanyanya balik dengan nada sinis.
Aku menelan ludah. Ada apa dengannya? Pertanyaannya membuatku sedikit kesal.
"Seperti yang dikatakan ayah dan ibuku, Carry", jawabku pelan. Aku tahu, kali ini aku terpaksa berbohong. Aku belum siap jika semua orang tahu kalau aku sudah menikah.
"Jangan coba untuk mendustaiku, Chriss!" serunya sedikit keras.
Meski tidak dilihatnya, kedua mataku spontan membulat. Dia seperti marah(?) Aku hanya bisa mendengus. Bagaimana aku bisa menjelaskan padanya?
"Carron, apa maksudmu?" aku mencoba bertanya meskipun aku tahu, aku berdusta padanya.
"Nichole menghubungiku. Dia sendiri tidak tahu kau ada di mana sekarang. Termasuk di apartemenmu, Chriss. Jadi apa lagi sekarang?" ujarnya dengan napas terengah-engah. Aku tahu dia sudah sangat marah sekarang.
"Tenanglah, Carry. Maafkan aku. Aku tidak bisa memberitahumu yang sebenarnya sekarang", jawabku dengan nada menyesal. Sebentar lagi aku akan menerima kemarahannya sekarang.
"Apa? Tidak bisa memberitahuku katamu? Aku tahu, kau sudah memiliki sahabat baru. Sahabat yang bisa kau andalkan dalam segala hal", katanya dengan sinis.
"Tidak, Carron. Bukan begitu. Kau salahpaham", jawabku mencoba membenarkan situasi yang berubah menjadi sangat rumit.
"Lalu apa, Chriss?" tanyanya menuntut. Aku tidak tahu lagi harus mengatakan bagaimana padanya. Kali ini aku pasrah.
"Begini, jika aku kembali, aku akan memberitahumu semuanya. Aku janji", kataku berharap dia mengerti.
"Terserah padamu, Chriss", dengan begitu sambungan panggilanku diputusnya. Dia benar-benar marah padaku. Aku hanya bisa mendengus.
***
Sudah tepat pukul 12:00 a.m., Walton belum juga pulang. Aku cemas, seharusnya rasa gengsiku ini bisa kuhilangkan. Apa dia sudah menginap di hotel? Tanyaku berkali-kali dalam batin. Meskipun pertanyaan itu muncul, tapi aku tetap menunggunya sekarang.
Kedua kakiku kuletakkan dibagian pinggir punggung sofa. Kepalaku di bagian lainnya. Aku memutuskan untuk berbaring di sini untuk menunggunya. Kedua mataku tiba-tiba ingin tertutup. Lama-kelamaan kurasa kedua mata ini terlelap dalam gelapnya malam.
Tapi sebelum aku benar-benar terlelap, aku dikejutkan suara klakson mobil dari luar. Aku lega akhirnya Walton pulang. Aku melihat jam tanganku sudah pukul 01:00 a.m. Lalu aku berjalan kemudian membuka kenop pintu.
Betapa terkejutnya aku melihat Walton dipapah oleh seorang wanita. Dia bahkan lebih tinggi dariku, hampir sejajar dengan Walton. Dia sangat cantik dengan riasan di wajahnya, berbeda dengan diriku. Aku bahkan tidak tahu untuk merias wajahku. Biasanya aku meminta orang kepercayaanku untuk melakukannya. Mungkin karena aku masih kurang peduli tentang riasan seperti itu. Maka dari itu wajahku selalu tampak natural setiap hari.
"Hey, permisi. Aku ingin masuk", katanya yang mencoba memecahkan lamunanku.
Aku melangkah ke samping lalu mematung. Walton terlihat sedang mabuk. Aroma yang keluar dari tubuhnya lagi-lagi aroma vodka. Dia mengatakan kalau dia akan meeting? Lalu kenapa dia minum alkohol? Siapa wanita jalang ini? Dia bahkan tidak melewatiku, tukasku dalam batin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomansaWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...