~ chapter 64 : Sweetest (2)

4.3K 96 2
                                    

Entah mengapa aku merasa deg-degan sekarang ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah mengapa aku merasa deg-degan sekarang ini. Bukan karena acara dinnernya, tapi karena Walton sedang menggandeng tanganku. Dia terlihat tampak bangga menggandengku. Kau tahu, aku sangat gugup. Seperti yang kubilang tadi, ini adalah acara pertama yang kami hadiri sebagai pasangan suami-istri sungguhan.

Aku dan Walton berdiri di depan elevator. Dia masih tetap menggandengku. Terasa kikuk memang hingga membuatku segugup ini. "Kau sangat cantik", kata Walton tiba-tiba memecahkan suasana kikuk.

"Ternyata kau baru menyadarinya sekarang? Aku cantik setiap hari, Mr. Othman", balasku dengan nada sombong dan percaya diri. Sesekali aku membuang nafasku mencoba untuk menghilangkan rasa gugupku.

Ting..

Saat pintu elevator terbuka, kami masuk. Dengan cepat, Walton mendorongku ke dinding elevator. Jantungku semakin berdegung kencang. Kedua matanya menatapku dengan tatapan buas. Apakah dia belum merasa puas setelah 5 ronde tadi which 3 1/2 ronde Waltonlah yang menguasai arena. Aku sampai merasa kewalahan menghadapinya.

"Mengapa kau selalu menggodaku, Chriss?" tanyanya dengan suara berat khasnya. Lalu Walton memegang pinggangku dengan kedua tangannya.

"Aku tidak sedang menggodamu", jawabku dengan menaikkan sebelah alisku karena bingung apa maksudnya.

Untuk beberapa saat, kami saling bertatapan. Dia masih memiliki tatapan penuh nafsu di kedua matanya. Aku bingung, mengapa Walton bisa terlihat buas jika bersamaku. Hingga akhirnya dia hendak menciumku. Tapi aku menolak. Aku memalingkan wajahku ke kiri. Walton berhenti untuk beberapa saat dan terlihat bingung. Dia tersenyum tipis kemudian melanjutkan aksinya. Walton mulai menciumku kembali. Lagi-lagi aku memalingkan wajahku ke kanan.

Kali ini, Walton benar-benar berhenti. Ada raut kecewa dan kesal di wajahnya. Saat dia memalingkan wajahnya dariku, aku menangkap wajahnya dengan kedua tangan mungilku. Kami pun saling bertatapan.

"Kau tidak bermaksud untuk menghancurkan riasan di wajahku, bukan?" tanyaku dengan nada yang sangat lembut. Khawatir dia marah padaku.

"Nanti kita lanjutkan", lanjutku dengan sangat terpaksa. Sebenarnya aku masih sangat lelah. Tapi aku harus menyanggupi itu. Jika tidak aku akan kehilangan dia semalaman. Dan resiko terburuknya, dia akan melampiaskan hasratnya pada wanita lain. Aku tidak ingin hal itu terjadi. Karena aku sangat tidak rela.

***
Aku dan Walton berjalan memasuki ruangan restaurant yang dimaksud Walton tadi. Ada banyak orang di sini. Suasananya begitu romantis karena di depan sana ada seorang cellist yang piawai memainkan cellonya.

Lilin-lilin juga duduk manis di setiap meja para pelanggan. Mereka terlihat sangat senang memakan makanan yang mereka pesan. Setelah kami berada di deretan meja kedua dari depan, kami akhirnya duduk. Tapi aku heran, mengapa partner yang Walton maksud belum datang juga.

"Apakah orang-orang di sini adalah para undangan di acara makan malam?" tanyaku pada Walton.

"Hmm.. Partnerku yang sekarang sangat bahagia karena akhirnya perusahaan Matt bisa bergabung dengan perusahaannya. Katanya itu sebuah kehormatan", jawab Walton padaku dengan senyuman tipisnya.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang