"Chriss", kata seseorang dari belakang yang tak lain adalah Darren. Aku menoleh.
"Chriss, apa kau akan makan siang?"
"Eh, hmmm."
"Aku dengar ada kafe yang baru saja dibuka tak jauh dari Penn. Apa kau mau ikut denganku?"
"Apa?" sontak aku kaget dengan ajakannya.
"Bukan apa-apa. Aku hanya ingin memiliki teman di jurusan baruku ini. Apa aku salah?"
Aku mencelos. Bagaimana ini? Sebenarnya aku masih ingin berbicara dengan Walton. Tapi...huh. Seketika aku melihat Walton berjalan ke luar sambil menatapku sebentar. Ada guratan kekesalan di kedua bola matanya.
Tanpa berpikir lagi, akhirnya aku mengiyakan ajakan Darren. Sebenarnya, aku pernah berada dalam situasi yang sama dengan Darren. Tak memiliki teman. Jadi kuputuskan untuk ikut bersamanya ke kafe yang dikatakannya itu.
Di sepanjang perjalanan, Darren selalu saja mengajakku berbicara. Dia adalah teman yang baik. Tapi entah mengapa, pikiranku terfokus pada Walton. Aku akan berbicara dengannya sehabis kelas berikutnya.
"Apa kau menyukai minumanmu, Chriss?" tanya Darren.
"Yah, ternyata kau banyak tahu tentang kafe-kafe yang menyajikan menu-menu yang enak."
"Begitulah. Aku hanya mendengar dari beberapa orang tentang kafe ini. Tapi kenapa kau tidak memesan makanan, Chriss? Ini 'kan sudah jam makan siang seharusnya", ujarnya sambil menyantap pancake with honey sauce.
"Aku sedang tidak ingin makan, Darre", kataku.
"Tampaknya kau sedang memikirkan sesuatu, Chriss? Apa kau sedang bertengkar dengan kekasihmu?"
Alhasil, aku tersedak dengan minumanku sendiri. Pertanyaannya yang menohok itu memaksakanku untuk berpikir sebentar. Sekarang aku memang tidak memiliki seorang kekasih, melainkan suami. Yah, suami yang tidak kukehendaki.
"Maaf.. maaf. Aku tak bermaksud", tukasnya sambil memberikan tissue yang semula ada di atas meja.
"It's okay, Darre."
"Sepertinya kau mendapatkan sebuah pesan, Chriss", ucapnya tiba-tiba sambil menggerakkan kedua matanya ke arah ponselku yang berada di atas meja.
Aku pun memeriksa. Ternyata dari Carron. Astaga, aku seharusnya bertemu dengannya hari ini, erangku dalam batin. Aku mendengus. Cepat-cepat kubuka pesan darinya.
From : My Muizen
Chriss, apa kau sudah melupakanku? Sekarang kau lebih memilih duduk dengan kakakku sendiri dibanding aku.
Kedua bola mataku membulat. Tidak mungkin pria yang bersamaku ini kakak dari sahabatku sendiri. Mataku pun mencari-cari sosok Muizen aka tikus kecil aka Carron.
Akhirnya aku menemukannya yang sedang duduk di dekat jendela. Dia tersenyum manis sekaligus jahil padaku. Aku membalas senyumannya. Kulihat senyuman keluar juga dari wajah Darren. Apakah mereka sekongkol saat ini?
Carron berjalan ke meja kami. Kami saling tersenyum satu-sama lain. Segera kami berpelukan dengan cepat. Kami saling mengeratkan pelukan hangat ini. Rasanya sudah seperti 10 tahun lamanya kami tak bertemu.
Tiba-tiba aku mencium bau yang aneh. Kurasa baunya dari orang yang sedang kupeluk ini. Alhasil, kulepaskan dirinya yang sedang kupeluk erat.
"What's wrong?" tanyanya heran.
"Baumu menjijikkan.." jawabku ragu dan pelan.
"Sudah seminggu aku hanya cuci muka", cengirnya.
"Ohh. Hanya seminggu."
Aku tak heran lagi melihatnya. Setiap kali dia sibuk dengan dunia filsafat sialannya itu, dirinya seperti tak pernah terurus. Aku heran melihatnya. Dia sangat betah dengan kelengketen yang ada pada tubuhnya. Apa mungkin Darren sama halnya dengan Carron, The Smelly Guy? Jangan sampai pria yang sedang memandangi kami ini fotokopi saudaranya..
To be continue..
-----------------------------------------------------------
Vote Command Follow
-----------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomantizmWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...