Aku bertambah cemas ketika yang masuk kembali hanyalah profesor saja. Di mana dia? Batinku tak henti-henti bertanya. Cepat-cepat aku mulai mengirimkan pesan pada Walton.
To : Walton
Apakah semua baik-baik saja? Kau di mana sekarang? Mengapa tak kembali?
Entah sudah sekian menit aku menunggu pesan dari, tapi nihil. Dia sama sekali tak membalas pesanku. Aku ingin bertanya pada profesor tapi aku ragu. Dia mungkin tak tahu hubunganku dengan Walton sekarang. Mungkin saja dia tidak mau memberitahuku. Aku hanya bisa mendengus.
"What's going on? Kau terlihat aneh, Chriss", tanya Darren tiba-tiba.
"Aku baik-baik saja, Darre", jawabku.
Sekali lagi, aku menutupi semuanya. Aku tak ingin orang-orang curiga denganku. Sekalipun harus berbohong, aku akan melakukannya. Jika dengan begitu semua tetap berjalan seperti biasanya.
Tiba-tiba aku merasakan ponselku bergetar. Dengan cepat, aku mengambilnya. Ternyata dari ibu.
From : Mom
Pulanglah, Sayang. Ibu akan menunggumu di rumah.
Bagaimana aku keluar dari ruangan ini? Sementara profesor sedang memberikan tugas sekarang pada kami. Aku tak mungkin berpura-pura sakit di hadapannya. Lagipula aku paling tidak pandai soal berakting. Bisa-bisa aku akan malu.
To : Mom
Mom, sorry. I can't. Aku tidak tahu alasan apa yang akan kukatakan nanti. Sehabis pulang dari kelas, aku akan pulang, Ibu.
Ibu mungkin akan maklum dengan isi pesanku. Jadi aku meletakkan ponselku ke dalam tas lalu mengerjakan kembali tugas dari profesor. Tapi beberapa menit kemudian, aku merasakan ponselku bergetar kembali.
From : Mom
Cepatlah. Aku sudah mengatakan pada Profesor Ferry kalau kau harus pulang, Sayang. Aku menunggumu.
Hatiku mencelos. Apa ini ada kaitannya dengan kepergian Walton tadi? Aku harus pergi sekarang.
***
Aku melihat beberapa mobil di depan rumah ayahku. Pikiranku sekarang tak bisa memproses ini semua. Apa ayah sedang ada acara? Tapi mengapa dia tak memberitahuku sebelumnya, tukasku dalam batin. Jika membaca pesan ibu, sepertinya ada masalah penting.
Sesampai di depan, taksi yang kutumpangi berhenti. Cepat-cepat aku membayar dan turun. Aku pun masuk. Betapa terkejutnya aku saat melihat Nichole dan orang tuanya berada di sini sekarang. Walton, juga ada di sini. Aku mematung. Segera ayah menyadari kehadiranku begitu juga dengan orang-orang yang ada di ruang tamu ini sekarang.
"Chriss, kemarilah.." kata Hellyn tiba-tiba.
Aku berjalan ke tempat ibu duduk sekarang. Kulihat ada senyuman di wajah Nichole saat aku duduk. Walton, dia tampak melamun dengan wajah tertunduk. Tiba-tiba aku mengingat ucapan Nichole beberapa hari yang lalu. Dia mengatakan akan melamarku. Itu berarti...
"Chriss, apa pria ini yang pernah kau katakan mencintaimu?" tanya ayah.
Aku membisu. Tanganku bergetar juga jantungku. Kurasakan tangan ibu mengelus pundakku lembut. Kali ini riwayatku tamat. Semua orang akan tahu kalau aku sudah menikah. Aku lalu menarik nafasku panjang.
"Benar, Ayah. Dia Nicholas Hobss", jawabku.
Aku melirik sebentar ke arah Walton. Tangannya bergetar tapi dia tetap menunduk. Aku tahu, untuk pertama kalinya aku sudah sangat bersalah. Hatiku mencelos, tak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang.
"Kurasa pertunangan antara Nichole dan Chrisella harus segera dilangsungkan. Secepatnya", kata ibu Nichole.
Ibu Nichole, Chaterine, sudah lama mengenalku. Aku cukup dekat dengannya. Dia orang yang baik namun terkadang dia bisa berubah menjadi orang yang mengesalkan. Untuk hari ini sepertinya dia orang sedang dalam mood yang bagus.
"Aku tak bisa melakukannya. Sekarang Chriss, putriku, sudah ada di sini. Dia akan menjawabnya", kata ayah.
Aku melihat ke ayah dan ibuku. Ibuku mengangguk pelan padaku. Sepertinya dia menyuruhku untuk mengatakan yang sebenarnya. Tapi aku belum siap mengatakan pada orang-orang kalau pria yang ada di sebelah ayahku sudah menjadi suamiku sekarang. Aku menarik nafasku panjang.
***
"Aku tak mencintainya, Ayah. Kau tahu itu", bentakku.
Ayahku mengerang. Dia sedang emosi sekarang. Guratan-guratan emosi yang ada di wajahnya muncul seketika. Aku tak ingin berbohong lebih jauh lagi. Perasaanku, hatiku cuma untuk Nichole.
"Walton adalah pria yang baik dan bertanggung jawab. Dia akan menerima anakmu meskipun dari pria sialan itu", ucap ayah.
"Tapi aku tidak sedang mengandung ayah. Kau tahu, aku tak pernah mengecewakanmu", kataku lalu duduk di seberang ayah.
Sekarang aku dan ayah berada di ruangannya. Kali ini aku tak ingin menutupi bagaimana hatiku padanya. Meskipun Nichole-si pria brengsek itu mengatakan kalau aku sedang mengandung anaknya, tapi tak bisa kupungkiri perasaanku yang sesungguhnya.
"Tapi kau mengecewakanku, Chriss. Setidaknya kau dan dia pernah di ranjang yang sama dengannya", jawab ayah.
Aku mematung. Saat ini, perkataan ayah benar-benar membuatku malu. Aku hanya bisa mendengus sekarang. Ayah menunduk. Dia tampak sangat kecewa padaku.
"Maafkan aku, Ayah", ucapku pelan.
Kurasakan suasana di ruangan ini mencekam. Ayah tetap menunduk. Aku benar-benar membuatnya sangat kecewa. Apalagi setelah ada keributan kecil tadi, ayah terlihat menyeramkan.
"Lalu bagaimana dengan Walton, Chriss? Orang tuanya juga sudah mengetahui masalah ini. Ludwig pasti benar-benar kecewa denganku", ujar ayah.
Lagi-lagi hatiku mencelos. Di saat seperti ini, ayah masih tetap mementingkan dirinya dibanding perasaanku. Aku sudah mengatakan padanya kalau aku lebih baik bercerai dengan Walton. Tapi dia malah tak menggubrisku. Sepertinya aku akan hidup menjadi seorang wanita yang tidak mencintai pasangannya seumur hidup.
***
"Chriss, bicaralah dengan Walton sekarang. Dia terlihat kacau", kata Hellyn yang sedang membawakan teh untukku dan ayah.
Sejak tadi pagi bahkan sekarang pun, aku dan Walton tidak saling bicara. Sebenarnya aku malu padanya. Aku bukan istri yang baik untuknya, bukan juga istri yang bisa mencintainya. Aku hanya mencintai Nichole. Hanya dia yang bisa mengisi hari-hariku. Tapi aku tidak boleh bersikap seperti ini. Aku harus bicara dengan Walton.
"Baik, Bu", jawabku.
Aku pun berjalan ke taman belakang. Entah mengapa, jantungku sekarang seperti mau copot. Bagaimana aku mengatakan padanya? Apalagi tadi pagi saat aku dengannya pergi bersama ke Penn, aku sudah melakukan kesalahan. Mungkin saja dia tersinggung dengan perbuatanku tadi. Dan juga beberapa jam yang lalu.
Aku menarik nafas dalam-dalam saat melihat Walton tengah melamun di atas kursi panjang yang ada di taman. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Sesekali dia menunduk, membuatku semakin merasa bersalah.
"Hey.." kataku.
Walton menggeser bokongnya ke sebelah. Dia sama sekali tak memandangku. Tatapannya masih lurus ke depan meskipun aku sudah duduk di sampingnya. Aku menelan ludah.
"Aku ingin bicara padamu", kataku. Walton sama sekali tak membuka suara. Dia masih diam.
"Ada banyak sekali hal yang ingin kukatakan padamu. Tapi kau selalu menghindar", ucapku.
"..."
Aku mendengus.
To be continue ...
-----------------------------------------------------------
Vote
Command
Follow-----------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...