Aku terbangun karena sinar matahari yang sudah menyilaukan kedua mataku. Perlahan-lahan aku membukanya dan menyadari kalau Natalie tidak ada lagi di pangkuanku. Hanya ada selimut putih yang menutupi tubuhku. Terdengar suara alarm pemanggang roti dari dapur. Tapi aku terlalu malas untuk melihatnya.
Aku berbalik dan kemudian mencoba menutup kembali kedua mataku. Saat aku ingin tidur lagi, aku mendengar suara wanita yang sedang berteriak dari dalam dapur. Lantas aku bangkit dari tidurku dan berlari menuju dapur. Kulihat Natalie sedang kesakitan dan mencoba meniup tangannya. Sepertinya dia ingin mengambil roti tapi mungkin dia tak sengaja terkena bagian pemanggang roti.
Aku menghampirinya dan meniup jarinya yang sakit. Terlihat jarinya sudah sangat memerah lalu aku menariknya ke bagian wastafel. Aku membuka keran air lalu menarik tangannya agar menyentuh air. Kurasa itu akan sangat membantu.
Saat aku sudah mematikan keran airnya, aku melihat Natalie menatapku sambil sesekali menatap bagian bawahku. Dan aku sangat terkejut karena aku sekarang tidak terlapis sehelai benang pun. Aku malu tapi masih mencoba terlihat tenang.
"Ada apa?" tanyaku.
"Apa kau tidak malu karena kau tidak mengenakan baju?" tanyanya balik. Aku tersenyum.
"Kau sudah melihatku seperti ini semalam. Mengapa aku harus malu?" kataku. Entah mengapa, itu adalah respon yang kuucapkan tanpa menyaringnya terlebih dulu. Aku berbalik dan melihat sudah ada roti panggang, selada, tomat, dan telur di atas meja.
"Kau membuat sarapan?" tanyaku sambil menuju meja ruang makan kemudian duduk di atas meja. Sebenarnya ada rasa malu di dalam diriku. Tapi aku sudah terlanjur terpercik air, jadi kurasa aku lebih baik basah sekalian.
"Kau, kau pergilah membersihkan dirimu. Baru makan", jawabnya memalingkan wajahnya dariku.
"Kau juga belum mandi. Kau hanya memakai bajuku dan kurasa kau memakai celana dalammu yang kemarin", balasku padanya.
"Tidak, aku tidak mengenakan celana dalamku yang kemarin", katanya. Aku terkejut.
"Jadi kau?" tanyaku heran.
"Tidak mengenakan apapun. Aku hanya mengambil baju dari dalam lemarimu. Sudah itu saja. Semua pakaian dalamku, sedang kukeringkan di ruangan laundrymu", katanya lalu menarik dua piring. Aku tersenyum. Kemudian dia menghampiri meja yang sedang kududuki sekarang. Aku berpindah dan kemudian duduk. Begitu juga dengannya.
"Kau ambillah. Jam 01:00 siang nanti, aku akan pulang ketika pakaian dalamku benar-benar kering. Tapi kau harus ingat kalau yang terjadi semalam itu hanyalah omong kosong semata. Aku tidak ingin mengkhianati Chriss lebih jauh lagi dan aku juga tidak ingin Chriss tahu apa yang kita lakukan. Aku sudah memesan tiketku untuk pergi ke Amsterdam. Kurasa aku harus menghilang dari Brooks", katanya sambil mengisi roti yang sudah dipanggangnya dengan beberapa isian. Aku mengiyakan perkataannya. Aku juga tidak ingin Chriss tahu tentang hal ini. Biarlah ini menjadi sebuah rahasia yang akan kusimpan sampai aku mati.
"Jika kau membutuhkan bantuanku, hubungi aku. Oh ya, kemarin kau sempat berkata soal pria yang kau cintai. Katamu aku mengenalnya", kataku kemudian menatapnya.
Natalie berhenti.
"Pria itu Andrew. Asistenmu", jawabnya dengan to the point. Mendengar itu, aku tersedak oleh makananku. Cepat-cepat Natalie menghampiriku dan memberiku segelas susu putih yang sudah disiapkannya. Aku pun meminumnya
"Mungkin kau terkejut mendengar hal ini. Entah mengapa, aku sudah melakukan hal bodoh itu kemarin tapi aku masih memikirkan Andrew", katanya sambil duduk di atas meja. Terlihat memang kalau Natalie tidak melapisi bagian dalamnya. Pahanya yang putih bisa terlihat olehku.
"Dia mungkin tidak mengenalku. Tapi aku sudah lama melihatnya, mencari tahu dia, lalu menyukainya", katanya. Aku masih terpaku pada kedua pahanya yang putih mulus.
"Jangan bertindak aneh, Mr. Othman. Kau sudah memiliki istri", ucapnya membuatku berpaling dari pemandangan itu lalu melihat wajahnya.
"Ya, memang. Kurasa semua pria yang melihatmu tanpa busana akan sangat mengagumimu termasuk aku. Tapi hal yang tidak mungkin jika aku memalingkan wajahku darimu", balasku. Dia membalasku dengan tersenyum.
Aku bangkit kemudian berdiri di depannya. Kemudian mengecup bibirnya. Masih terasa seperti semalam. Lembut, tebal, dan kenyal. Lalu aku melepasnya. Dia menatapku kemudiam mengalungkan kedua tangannya ke leherku. Aku pun tersenyum. Lalu dia mengaitkan kedua kakinya di pinggangku dan seakan mengerti, aku menautkan kedua tanganku ke bagian bokongnya. Aku pun menciumnya. Itu seperti sapaan hangat di pagi hari.
***
Tepat pukul 11:00 siang, Natalie keluar dari kamar mandiku dengan memakai bathrobe putih. Duduk di meja rias kemudian berdandan. Aku melihatnya dari atas tempat tidur sambil tersenyum."Apa kita akan bertemu lagi?" tanyaku padanya.
"Keinginanmu?" tanyanya balik. Aku pun bergerak dan duduk di tepi tempat tidur.
"Aku menginginkan hal itu. Kurasa aku tidak bisa berpaling darimu, Natalie", jawabku. Aku sadar yang kuucapkan barusan. Tapi aku dan Natalie seperti ada magnet yang mengikat kami berdua.
"Itu hanyalah sugesti, Walton. Itu hanya sementara", katanya kemudian melepaskan bathrobe putih itu. Sekarang dia sudah menutupi bagian terpentingnya itu tidak seperti tadi pagi. Lalu dia mengambil baju dan celananya.
"Katakan pada Andrew, aku mencintainya. Aku tidak ada keberanian untuk datang padanya sejak awal apalagi kita sudah melakukan hal yang membuatku menyesal kemarin", lanjutnya sambil memakai baju dan celananya yang panjang itu. Bentuk tubuhnya terlalu indah bila aku boleh jujur pada kalian.
"Sampaikan juga salamku pada, Chrisella. Katakan saja permohonan maafku", sambungnya lagi. Setelah pakaian dan celananya benar-benar sudah ada di tubuhnya, dia menciumku kemudian pergi ke luar kamar. Entah mengapa, itu seperti ciuman terakhir kami.
"Apa kau akan pergi?" tanyaku sambil berteriak kemudian berlari keluar kamar.
"Ya, benar. Pesawatku akan take-off pukul 02:00 siang nanti. Kuharap ini adalah pertemuan pertama kita dan terakhir juga, Walton", jawabnya. Dia pun menggantungkan kedua tangannya di leherku kemudian mengecupku lagi untuk yang kedua kalinya. Aku tersenyum.
Lalu dia memakai sepatunya yang tinggi itu dan mengambil tas kecilnya yang berwarna hitam dari atas sofa. Setelah kurasa dia sudah siap, aku menarik tangannya dan aku mendekat.
"Hubungi aku", kataku singkat. Dia membalasku dengan tersenyum. Kemudian mengelus dadaku dan kamipun berpelukan. Aku mencium keningnya.
"Aku pergi", ucapnya lalu melepaskan pelukan kami.
"Sebentar", kataku menahannya pergi. Aku menarik kepalanya kemudian kami pun berciuman untuk yang ketiga kalinya. Entah mengapa, aku menciumnya sangat dalam. Ini seperti ciuman terakhir kami. Aku memeluk punggung dengan sangat erat. Awalnya aku mengira dia adalah wanita yang mengerikan tapi aku yakin dia sebenarnya wanita yang baik. Tapi cara kami berdua sekarang ini salah.
Natalie kemudian melepaskan ciuman itu. Kemudian mengusap punggungku lalu menepuk bahuku. "Aku pergi", katanya sambil menyentuh pipi kananku dengan lembut.
Selanjutnya dia membuka pintu, keluar, dan pergi. Rasanya seperti berat untuk membiarkan dia pergi. Ini mungkin benar seperti yang dia katakan tadi pagi. Perasaan ini hanyalah sementara karena aku hanya terbuai suasana. Dan aku mencoba untuk membuang semua perasaan itu. Natalie pergi dan kuharap itulah menjadi akhir dari sisi gelapku.
To be continue...
------------------------------------------------------------------
---
Vote
Comment
Follow
---
------------------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...