~ chapter 45 : Revenge

3.4K 94 2
                                    

"Chriss, kau menangis?" tanya Natalie panik. 

Aku yang semula menunduk kemudian menatap biarawati yang kini menjadi temanku. Dia terlihat tertegun dan mengelus bahuku lembut. Kedua matanya terlihat sedih seakan ikut merasakan duka yang ada dalam diriku. Dia kemudian duduk di sebelahku kemudian merangkulku. Sekarang hanya ada kami dan beberapa orang yang masih berada di dalam gereja. 

"Kau tahu, dia ingin menceraikanku Natalie. Aku terlambat", isakku pelan agar tak menjadi pusat perhatian. Natalie masih mengelus pundakku agar aku bisa tenang. 

"Apa kau yakin dia benar-benar ingin menceraikanmu?" tanya Natalie yang membuat mencelos. 

Kemudian aku melepaskan rangkulannya. Sebentar aku menyeka air mataku yang sudah menganak di pipiku. Lalu kuberikan kertas yang berisikan SURAT PERCERAIAN itu pada Natalie. Kemudian dia membacanya sebentar. Natalie menghela napas. 

"Apa yang sebenarnya terjadi dalam pernikahanmu, Chriss? Kau menikah dua bulan yang lalu dan kalian memutuskan untuk bercerai", katanya dengan sedikit bernada tidak percaya. 

"Di sini usiamu dan suamimu masih sangat muda. Ingatlah membangun keluarga tidak semudah membangun sebuah istana pasir di tepi pantai. Pertengkaran, keegoisan, dan lain-lainnya adalah hal yang akan terjadi jika sudah terbentuk sebuah keluarga. Chriss, apapun masalahmu dan suamimu, Allah tidak pernah salah dalam menentukan pasangan hidup masing-masing ciptaannya", jelas Natalie. 

Mendengarnya berkata begitu, hatiku seperti tenang kembali meskipun masih ada kejanggalan yang ada di hatiku. Sekarang, aku sudah menyadari perasaanku yang sesungguhnya pada Walton. Tapi dia? Aku sendiri belum yakin. Meskipun dia pernah mengatakan cinta padaku tapi belum ada bukti yang cukup kuat untuk perkataan Walton itu. 

"Sekarang temuilah suamimu. Jika kau mencintainya dan masih ingin mempertahankan bahtera rumah tanggamu, katakanlah padanya yang sesungguhnya", lanjut Natalie sambil mengelus rambut pirangku. 

"Tapi aku belum yakin dia mencintaiku atau tidak, Natalie", selaku.

"Cobalah untuk mengingat pernikahanmu, Chriss. Adakah sedikit keraguan yang kau dengar ketika suamimu mengikrarkan janji yang diucapkannya?" tanya Natalie yang mengerutkan dahiku. Lalu aku mencoba mengingat apa yang ditanyakannya. 

Tidak, aku sendiri yang meragukan janji yang kuikrarkan, tangisku dalam batin. 

Bukannya menjawabnya, aku malah menggeleng karena aku tidak ingin mengucapkan kebodohanku sendiri. Natalie mendengus pelan tapi kemudian tersenyum. 

"Pulanglah. Aku yakin suamimu sudah menunggumu, Chriss", katanya sambil berdiri dari bangku seakan mempersilakanku untuk pulang. Aku pun mengiyakan isyaratnya itu kemudian aku mengucapkan terima kasih. Dia mengangguk.

"Kertasmu?" tanyanya yang menghentikan langkahku. 

"Aku tidak membutuhkannya lagi, Natalie", jawabku dengan percaya diri. Natalie tersenyum dan aku pun meninggalkannya. 

Aku tidak memiliki ponsel karena si bodoh Brooklyn yang membawaku tanpa izin meninggalkan poselku di dalam penthousenya. Jadi aku harus pulang sendiri tanpa ada orang yang menjemputku. Aku mendengus pelan. Lalu dengan sekejap mungkin aku berlari menuju hotel. Tapi tiba-tiba ada mobil yang menepi sekaligus menghentikanku saat berlari. Aku pun diam lalu menyipitkan kedua mataku. 

Beberapa orang bertubuh besar pun keluar dari pintu mobil kemudian membawaku secara paksa. Aku meronta-ronta ketika mereka memaksaku untuk ikut bersama mereka. Sebelum aku berteriak meminta tolong, mereka membekapku dengan sebuah kain putih. Entah mengapa kedua mataku menjadi tertutup seketika. 

***

Penglihatanku gelap seperti ada sesuatu yang menghalanginya. Kurasakan mulutku tak bisa berteriak dan sakit karena ada sesuatu yang melilitnya. Tangan dan kakiku juga seperti terikat dan kini aku duduk di sebuah kursi. Aku tak bisa mendeskripsikan apapun sekarang. Suasana di sini sangat mencekam. Aku ketakutan, dingin, dan menyesakkan.

Aku mencoba untuk berteriak meskipun sesuatu yang melilit mulutku membuat aku merintih kesakitan. Air mataku pun jatuh seketika. Mengapa di saat aku menyadari semua kebodohanku dan ingin bertemu Walton, aku menjadi seperti ini. Aku hanya bisa menangis sekaligus ketakutan. Karena aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padaku. Dan orang-orang bertubuh besar yang terakhir kutemui, aku tak mengenalnya. 

Tiba-tiba kudengar suara pintu terbuka. Aku pun terlonjak dan kurasa orang yang datang ini bisa membantuku. "Tolong aku", kataku dengan menjerit pada orang yang datang itu. Aku sendiri tak tahu apakah jeritanku tadi terdengar jelas atau tidak. Tapi yang pasti, langkah dari orang itu bisa kudengar. 

"Kau sudah bangun dari tidurmu rupanya", kata orang itu yang terdengar menyeramkan. Sepertinya dia seorang wanita.

"Siapa kau?" tanyaku. Sekali lagi aku ingin melepaskan ikatan ini dan segera ingin melihat wajah wanita menyeramkan itu. 

"Benarkah kau ingin mengetahui aku siapa?" tanyanya lagi dengan nada yang menajam. Aku terdiam.

"Sekarang kau pilih, kau ingin aku melepaskan kain bodoh yang menutupi kedua matamu atau melepaskan kain bodoh yang satunya lagi yang mengikat mulutmu? Seperti kau kesakitan saat berbicara, Ms. Werner. Ups, Ms. Othman?" katanya. Kemudian dia tertawa. Aku lalu mengernyit karena menyadari dia mengetahui aku sudah menikah dengan Walton. Tapi siapa dia?

"Hey, wanita jalang. Siapa kau sebenarnya?" bentakku. 

Plak..

Tamparannya membuat pipiku memanas sekarang. Aku merintih kesakitan karena baru ini aku ditampar oleh seseorang. Bahkan ayahku sekali pun tidak pernah menamparku. Aku menangis dan kemudian aku mendongak ke atas karena sekarang rambutku sudah ditarik oleh wanita sialan itu. 

"Berani-beraninya kau mengatakanku wanita jalang, gadis bodoh! Kau seharusnya mengemis di depanku sekarang juga", katanya dengan keras. Setelah itu dia melepaskan rambutku yang ditariknya ke bawah. Aku meringis kesakitan. 

"Aku ingin bertanya padamu satu hal. Kau berlari dari gereja ingin menemui Walton, keponakanku?" tanyanya. Sekejap kedua bola mataku membulat dibalik kain bodoh yang melekat di kedua mataku. 

"Mengapa kau terkejut? Ya, aku Roselyn Page. Orang yang sejak awal ingin kau temui, bukan?" ujarnya.

"Apa kau tahu, aku ingin menghancurkan dan melihat keluargamu menderita. Tapi apa? Keponakanku dan bahkan kakak kandungku sendiri mencoba mencegahku. Namun sayangnya, ayahmu, Matthew, dengan mudahnya aku membunuhnya, Chrisella.. Hahaha", ucapnya dengan diikuti tawa yang menyeramkan. 

"Jadi apa maumu sekarang?" tanyaku langsung. 

"Apa kau yakin ingin tahu apa yang sebenarnya kuinginkan?" tanyanya balik. Aku menelan ludahku keras. 

"Kematianmu!" serunya mendalam terkesan menyeramkan. Wanita itu pun tertawa seakan merasakan kemenangan. Kemudian dia pergi meninggalkanku di ruangan yang suasananya mencekam ini. 

Aku hanya bisa menangis sekarang. Menyesali semua perbuatan yang telah kulakukan. Seharusnya aku mendengar penjelasan Walton sejak awal. Tapi aku malah menutup mata dan telingaku kemudian pergi meninggalkannya. Sungguh, aku sangat menyesal. Aku meninggalkan dia sendiri yang menungguku di Miami. Aku wanita bodoh yang bercumbu dengan pria lain di hadapan suaminya sendiri. Ini sudah menjadi takdirku. Jika aku mati di tangan wanita sialan itu, maka kuharap Walton bisa menemukan wanitanya yang benar-benar mencintainya. 


To be continue ...


---------------------------------------------------------------------------


Vote

Command

Follow

---------------------------------------------------------------------------


Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang