~ chapter 44 : Misa (2) and My Last Regret

3.4K 84 7
                                    

Aku dan Brooklyn pergi bersama-sama dari hotel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku dan Brooklyn pergi bersama-sama dari hotel. Tapi tentu saja tujuan kami berbeda. Pada saat keluar dari elevator menuju lobby, aku melihat beberapa paparazi sudah berdiri di balik kaca luar hotel seperti sedang menunggu. Aku melirik ke arah Brooklyn sebentar. Dia tampak tenang, berbeda denganku. Aku panik dan takut jika yang sebenarnya mereka tunggu adalah kami. Lalu sebelum berjalan menuju lobby, aku menarik tangan Brooks dan kami pun berhenti. 

"Apa ada sesuatu?" tanyanya yang bingung. 

"Di luar sana, sudah ada banyak paparazi yang seperti menunggu santapan yang dijadikan berita. Aku harap itu bukan kita", jawabku dengan cemas. Brooks menghela napasnya kemudian tersenyum. 

"Apa kau sebegitu takutnya pada mereka?" tanya Brooks lagi.

"Tentu saja. Aku tidak ingin ada pemberitaan lagi tentangku, Brooks", jawabku.

"Mengapa kau harus takut? Jika mereka bertanya tentangmu, bilang saja kau adalah tunanganku", katanya yang membuat kedua mataku terbelalak. 

"Apa? Kau gila, Brooks. Harusnya kau tahu aku sudah menjadi milik seseorang", balasku tidak percaya dengan ucapan Brooklyn barusan. 

"Mungkin akan tidak", lanjutnya singkat. 

"Apa maksudmu?" Lalu Brooklyn mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari dalam jaket putihnya. 

Aku bingung apa isi dari amplop itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bingung apa isi dari amplop itu. Entah mengapa dia tersenyum melihat reaksiku. Aku pun menonjok bahunya pelan dan Brooks berpura-pura merintih kesakitan. Aku menyeringai melihat tingkahnya itu, dan kemudian kami tertawa. 

"Apa ini?" tanyaku sambil mengambil amplop itu dari tangannya.

"Aku tidak tahu apakah itu akan membuatmu senang atau malah sebaliknya. Tapi yang pasti itu adalah kabar gembira untukku", jawabnya sambil tersenyum. 

"Apakah ini undangan pesta taman?" tanyaku lagi dengan sedikit berhumor. 

"Jika kau senang dengan isi amplop itu, maka akan ada pesta taman dalam waktu dekat", ujarnya dengan menatapku lekat. 

Aku bingung dengan tatapan Brooks padaku. Tatapannya seperti penuh harapan. Entah harapan apa itu. Tapi rasa penasaranku pun untuk membuka isi amplop ini semakin tinggi. Ketika aku hendak merobek ujung amplop itu, Brooks menghentikanku. 

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang