~ chapter 79 : A Glimmer of Hope

6.1K 122 28
                                    

Saat aku menenggelamkan seluruh bagian kepalaku, aku melihat wajah Matthew yang tersenyum sekaligus menggeleng. Seakan ia tak menyetujui apa yang kulakukan sekarang. Aku menangis karena begitu kecewa pada pria pilihannya itu. Tapi tiba-tiba wajahnya menghilang membuatku mengangkat bagian kepalaku ke luar dari air. Aku pun bernapas dengan terengah-engah karena sedari tadi di dalam air, aku menahan napasku untuk beberapa saat.

Kemudian aku menangis lagi. "Ayah", kataku lalu menekuk kedua kakiku kemudian aku menunduk karena aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat sambil menangis tersendu-sendu.

***
Aku duduk di meja rias dan menatap diriku sebentar. Begitu memprihatinkan. Aku melihat ke arah jam dinding, sudah hampir menunjuk pukul 10:00 malam. Aku mendengus. Aku menyesal mengapa aku melakukan sampai sejauh ini untuknya untuk terakhir kali. Lalu aku melihat map cokelat di dekat lemari. Aku mengambilnya dan menaruhnya di atas meja rias. Aku menatapnya. Tak butuh waktu lama, air mataku pun jatuh lagi.

Cepat-cepat aku mengusap air mataku yang jatuh meskipun itu semua sia-sia karena air mataku tak pernah berhenti jatuh. Aku sampai tersendu-sendu lalu berlari ke atas pinggir kasur untuk membaringkan tubuhku. Aku menarik selimut putih yang tertata rapi untuk menutupi tubuhku sebagian kemudian menangis lagi dan lagi.

Mungkin hanya ini hal terakhir yang bisa kulakukan sebelum aku dengan tegas atau berpura-pura bersikap tegas untuk mengambil keputusan terberat ini. Semoga tangisanku di malam ini menjadi akhir dari kesedihan dan penyesalanku. Kau tahu, menikahi orang yang kau cintai adalah hal yang biasa. Tapi mencintai orang yang kau nikahi adalah hal yang luar biasa. Setidaknya itu adalah kata-kata yang bisa kurajut di akhir cerita pernikahanku.

***
Aku terbangun karena sebuah teriakan yang berhasil mengusikku dari tidurku. Sebentar kedua mataku menyipit kemudian aku melihat jam yang ada di dinding sudah menunjukkan pukul 12:00 malam. Aku pun duduk dan berjalan menuju pintu. Kudengar dia menangis, berteriak beberapa kali. Aku melangkah dengan kedua lutut yang tiba-tiba melemas. Dia sudah pulang.

Lalu aku membuka pintu sedikit untuk melihatnya. Aku melihatnya begitu tertekan. Belum pernah aku melihat Walton seperti ini. Melihatnya begitu, aku tersungkur dan air mataku spontan jatuh. Aku menutup mulutku dengan tanganku, berharap teriakanku tidak terdengar olehnya. Aku melihat sudah 3 botol vodka yang dia minum. Dua botol vodka yang biasa diminum orang-orang dan satu botol lagi merk Spirytus. Aku yakin karena warna botolnya yang putih dan desain kertas berwarna hijau putih merupakan ciri khas dari merk itu.

Aku tidak menyangka. Natalie bisa menggantikan posisiku di hati Walton. Aku pikir dia adalah pelayan Tuhan yang sesungguhnya, berpura-pura tidak ingin melihatku bercerai pada Walton, tapi ternyata dia mengkhianatiku. Mereka berdua mengkhianatiku. Kemudian mereka menyakiti lalu menusukku. Aku tidak pernah berpikir bahwa Natalie sekejam ini dan Walton setega ini padaku.

Aku masih tersungkur dengan tangan yang menutupi mulutku sambil melihatnya terbaring. Aku tidak yakin aku bisa menemuinya sekarang. Aku menyesal karena tidak mendengar nasehat Ibuku kemarin siang sebelum aku memutuskan untuk menemuinya di Dubai. Dan sekarang aku melihatnya begitu mengharapkan Natalie, suster sialan itu. Entah apa yang sudah dilakukan mereka selama ini di belakangku hingga Walton menjadi seperti ini.

Aku menyesal karena sudah mencintaimu. Dulu memang aku yang salah. Aku mencintai pria lain dan bukan kau. Tapi mengapa setelah semua yang terjadi, kau membuatku menaruh cinta, Walton. Aku tak sekuat itu untuk bisa melihatmu menangis seperti ini dan tahu bahwa kau mengharapkan wanita lain untukmu, erangku dalam hati.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang