~ chapter 76 : Rival

2.1K 58 2
                                    

Aku menyesap es kopi yang baru saja kupesan lalu menyelesaikan beberapa file yang sudah kuanggurkan dua harian. Ini seperti sebuah hutang besar yang harus kulunasi dengan kemenangan proyek besar di keesokan hari.

Jika tidak, maka Ludwig akan marah padaku. Lantas aku menghabiskan seluruh hari Mingguku untuk menuntaskan ini semua. Aku juga mempelajari bagaimana strategi untuk bisa membalas dendam pada Brooklyn. Aku harus bisa mengambil alih perusahaannya yang ada di Dubai. Kurasa itu adalah tindakan yang bijak karena sudah mempermainkan pernikahanku dan Chriss. Jika kalian mencoba untuk menanyakan bagaimana perasaanku pada Natalie, kembalilah 3 hari lagi. Aku sedang mencoba menghapus ingatan yang ada tentang dia.

Sejak siang kemarin, aku tidak mendapat kabar dari Natalie lagi. Jadi mudah-mudahan setelah segala pekerjaanku kelar dan aku pulang pada Chrisella, ingatan tentang Natalie tidak ada lagi. Aku akan mencobanya. Meskipun malam itu menyisakan bekas padaku, tapi semuanya itu harus bisa terhapuskan.

***
Aku keluar dari restoran sebelah penthouse menuju mobil yang sudah menungguku setelah seharian menyelesaikan tugas tanpa diganggu oleh orang lain. Andrew sudah menungguku di dalam. Aku membawa laptop dan berkas-berkas lainnya ke dalam mobil dan meletakkannya di kursi.

"Selamat sore, Tuan", sapa Andrew dari kaca depan.

"Ya", jawabku singkat. Kemudian aku memalingkan wajahku ke jendela mobil. Dubai memang negara terpadat di Uni Emirat Arab. Apalagi banyak turis yang setelah melakukan perjalanan ke Jeddah, maka akan singgah ke Dubai. Jika berbicara soal bisnis, Dubai merupakan negara yang sangat menantang. Bukan hanya perusahaan-perusahaan di sana yang kuat, tapi nilai dollar bila menyelesaikan proyek kecil pun sangatlah besar. Maka dari itu, aku lebih suka berbisnis dengan masyarakat Dubai dibanding Eropa ataupun Amerika.

"Tuan, kita sudah sampai", kata Andrew.

"Oh? Kau ikut. Akan ada banyak hal yang harus kita bahas, Andrew", balasku sambil membuka pintu, lebih tepatnya dibukakan pintu oleh pria berkulit putih yang berdiri menyambut para tamu yang datang.

Sekarang kami sedang berada di Atlantis The Palm. Katanya ini adalah hotel termahal di Dubai. Beberapa kali aku berkunjung ke hotel ini karena ada pertemuan. Aku tidak pernah tertarik untuk menginap di sini karena keluargaku sudah menyewa penthouse untuk 5 tahun ke depan di Rixos. Jadi setiap melakukan perjalanan bisnis ke Dubai, aku ataupun keluargaku yang lain akan menginap di situ.

Aku berjalan diikuti Andrew yang berada di sebelahku menuju lantai 8 dimana adalah ruangan untuk pertemuanku dengan seorang nomor dua terhebat di Dubai. Kami sudah mengatur pertemuan sebelumnya. Aku membutuhkan beliau dan aku harus mendapatkan proyek besar ini.

Setelah sampai di depan pintu besar dan tinggi, pintu pun terbuka. Di sana sudah ada orang yang hebat yang kumaksud tadi. Dengan sangat percaya diri, aku berjalan menghampiri beliau. Beliau cukup tua jika dibandingkan denganku yang masih berumur 20 tahun. Lantas aku melayangkan tangan ke depan terlebih dulu untuk menjabat tangannya. Dia berdiri dan menerima tanganku kemudian tersenyum.

"Halo, Mr. Al Futtaim. Apa kabar?" sapaku.

"Halo, Mr. Othman. Alhamdulillah, aku baik-baik saja", jawabnya. Aku mengangguk.

"Aku menyukaimu sebagai seorang pebisnis muda yang handal dan santun", katanya padaku sambil tersenyum.

"Terima kasih, Mr. Al Futtaim. Kuharap kau bisa membantuku agar menjadi seperti Anda", balasku.

"Aku yakin. Kau bisa maju dan menjadi pebisnis muda yang sangat dikenal di kalangan orang-orang hebat di dunia ini, Nak", katanya. Responku hanya mengangguk-angguk saja karena itu merupakan bagian dari sebuah doa, bukan?

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang