Aku datang dan duduk di sebelah jendela, menyesap kopi hangat di tengah dinginnya malam sambil menunggu Josephine dan Carron. Sebelumnya kami sudah berjanji untuk bertemu malam ini. Meskipun Josephine sedikit keberatan, tapi bisa dibilang aku memaksa mereka untuk bertemu denganku.
Rasanya sepi, berada di mansion bertiga. Yah, Bertha dan Pierro. Aku memutuskan untuk kembali ke Pennsylvania. Daripada menikmati kilauan sinar matahari di atas air sendirian, lebih baik aku melihat orang membaca buku di perpustakaan. Hellyn sudah kembali ke New York, tentu kini dia sibuk dengan apa yang ditinggalkan Matt.
"Hey, look! She's alone!" teriak Carron dari belakangku.
Aku berbalik dan melihat Carron dan Jose datang menghampiriku. Sebentar aku melirik ke sekeliling dan menutup wajahku dengan tanganku karena malu, sedangkan mereka tertawa seakan mengejekku karena mengemis ingin bertemu. Andai saja mereka ini bukan sahabatku, akan kutarik rambut mereka sampai rontok karena sudah membuatku malu di depan banyak orang.
Lantas aku berpura-pura senyum kemudian menarik Josephine agar cepat duduk, begitu juga dengan Carron. "Bisakah kalian tidak membuatku malu sekarang? Kau tahu, cafe ini dekat dengan kampus. Bagaimana kalau orang-orang mendengar dan berpikir bahwa aku istri yang kesepian? Ohh sial.." celotehku pada kedua sahabatku. Mereka sebentar menatapku dengan tampang serius kemudian tertawa.
"Itu untukmu! Karena kau sudah membuatku batal berkencan", sinis Josephine. Aku menyenggolnya sambil tertawa.
"Heyy.. Kurasa, kau tidak mengatakan kalau kau akan berkencan dengan Brent. So, I don't really fucking care. HAHAHA", balasku sambil tertawa. Entah mengapa Carron memukul tanganku. Dan itu membuatku berhenti sebentar karena menjerit kesakitan. Bukan karena pukulannya keras, tapi karena tiba-tiba. Aku harap kalian mengerti dengan penjelasanku.
"Kau tahu? Jose dan Brent sudah tidak berhubungan lagi", kata Carron yang membuatku melongo setengah mati.
"Whatttttttt?? REALLY????" tanyaku dengan nada yang berlebihan.
"Stop! Fuck up your mouth! Your spit gets out! Iuuuhhh disgusting!" balas Josephine sambil menutup mulutku dengan beberapa helai tissue yang diambilnya.
"Hehehe.. So, really?" aku menyengir kemudian bertanya dengan nada lembut.
"Yaa. Eitsss, ini tidak ada hubungannya dengan peristiwa itu. Tidak sama sekali. Kami hanya tidak bisa bersama", jawab Josephine. Aku pun menyipitkan kedua mataku menyelidik raut wajahnya.
"I'm totally sure! Stop doing that", kata Josephine yang seakan-akan meyakinkanku dengan menyipitkan kedua matanya kemudian mendekatkan wajahnya ke arahku dengan tiba-tiba membuatku terkejut.
"Your fucking style!" umpatku sinis sambil tertawa.
***
Aku berjalan dari lobby drop-off area menuju perpustakaan. Aku ingin melihat beberapa buku yang akan menjadi bahan tugas akhirku. Walton, katanya dia akan mengerjakan tugas akhirnya di Dubai. Entahlah apa dia bisa membagi waktunya antara pekerjaan dan kampus.Mungkin bisa saja dia menyuruh siapa saja untuk membuat tugas akhirnya dan mendapatkan nilai yang fantastis. Tapi dia menjawab, "Dengan susah payah, akhirnya aku bisa mendapatkan hati dan cintamu. Jika hanya tentang tugas, itu tidak membutuhkan waktu lama."
Mengingat itu, aku hanya bisa tersenyum dan geleng-geleng. Gombalannya terasa renyah tapi berhasil membuat hatiku melayang. Walton pria yang manis, pekerja keras, sabar, dan soal tampang, sudah pasti tampan. Kalian bahkan tidak meragukannya bukan?
Di dalam perpustakaan, aku melihat banyak orang. Mungkin ini efek dari semester akhir sebelum liburan musim panas. Semua orang sibuk dengan bukunya, ada juga yang sedang berdiskusi di ruangan khusus. Pemandangan ini semua membuatku tergelitik. "Fake people, stupid brains!" umpatku sangat pelan sambil tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...