"Heyy, morning. Bagaimana tidur?" sapanya dengan senyuman yang entah bagaimana aku mendeskripsikannya.
Aku sedikit lega karena melihatnya tersenyum pertanda kalau kejadian memalukan itu sepertinya tidak menjadi masalah. Tapi, di manakah Walton semalaman? Apakah dia benar-benar tidak ingin tidur di kamar yang sama denganku? Ohhh, kenapa aku mesti memunculkan banyak pertanyaan. Kurasa itu tidak ada gunanya bagiku. Lagi pula, aku bertindak seperti merasakan kekecewaan karena dia tidak berada di kamar yang sama denganku. Ohhh, hentikan Chrisella, batinku menolak.
"Aku nyenyak. Kau tidur di mana semalam? Aku tidak melihatmu saat aku bangun di dalam kamar", akhirnya aku menanyakan itu karena kali ini rasa keingintahuanku mengalahkan egoku. Kulihat Bertha menarik kursi di sebelah kiri Walton dan aku membalasnya dengan senyum tulusku padanya sekadar berterima kasih. Walton masih diam untuk beberapa saat hingga aku duduk sambil menunggunya menjawab pertanyaanku. Apa aku dicap olehnya sebagai manusia yang terlalu ingin tahu urusan orang lain? Tapi aku hanya sekadar ingin tahu, just it. Alih-alih untuk menanyakan apakah dia baik-baik saja setelah kejadian semalam. Jujur aku masih terlalu merasa ini rumit dan sangat memalukan buatku.
"Aku tidur di kamar tamu. Kupikir kau membutuhkan privasi jadi aku tidur di kamar itu. Apa kau ingin aku tidur di sebelahmu?" jawabnya. Aku tersedak oleh segelas susu vanila yang tengah kuminum. Segera kuambil tissue yang telah disediakan dan menutup mulutku sekaligus membersihkannya karena susu tersebut mengenai bawah hidungku. Apa-apaan dia? Dasar pria pshyco, gerutuku.
Kulihat dirinya menyeringai terhadapku. Terkutuklah kau Walton-fucking- Othman, teriakku dalam batin. "Makanlah, Chris", katanya sambil tersenyum lirih melihatku. Kulihat Bertha berlari kecil ke arahku sambil membawakan serviette putih kecil dan segera memberinya kepadaku. "Tidak perlu, Bertha. Aku sudah membersihkan mulutku dengan tissue itu", ucapku dengan mengarahkan daguku pada tissue yang ada di atas meja. "Maafkan aku, Ms. Welner. Aku membawanya agar Ms membersihkan baju Ms", jawabnya dengan sopan.
Aku dan Bertha terkejut ketika Walton menyentakkan pisau dan garpu menimbulkan bunyi yang lumayan memekakkan telinga secara tiba-tiba. Aku melihatnya dengan sinis dan bertanya, "Apakah kau gila? Bisakah punya etika sedikit dalam suasana sedang makan, Mr. Othman?" tanyaku dengan suara yang rendah terkesan dingin sembari membulatkan kedua bola mataku. Tapi dirinya tidak menggubris pertanyaanku sama sekali membuat batinku bergejolak ingin membunuhnya. Ia lalu melanjutkan makannya dengan santai dan tertunduk. Kulihat guratan urat yang timbul di antara keningnya seakan menahan emosi. Hatiku mencelos melihatnya begitu. Aku lalu memilih diam dan melanjutkan makanku dari pada memancing emosi orang di pagi hari.
***
"Aku akan menyetir sendiri dengan mobilku. Aku tak ingin orang-orang tahu tentang hubungan konyol kita ini. Dan satu lagi, kau dan aku tidak saling mengenal sama sekali entah di mana pun bahkan saat kelas berlansung", kataku lirih dengan nada terkesan sebuah ancaman. Lalu pergi meninggalkannya tanpa mendengar jawaban yang keluar dari dalam mulutnya. Kurasa aku tidak membutuhkan jawabannya.
Kulihat ke arah kaca spion yang ada di depanku dengan sedikit mengangkat wajahku untuk melihat mobil Walton. Walton diantar oleh Piero, pria tua asal Italia yang sudah lama bersama keluarga Othman. Mungkin setengah dari usianya yang sekarang diabdikan kepada keluarga tersebut. Kurasa Piero, pria tua itu, sudah menjadi orang kepercayaan The Othman Co. Aku kemudian melirik kembali ke arah kaca spion itu.
Entah bagaimana, aku merasa seperti seorang buronan yang sedang diikuti. Jadi aku lebih memilih mengambil jalur yang berbeda yang bukan jalur ke Penn. Ini mungkin akan memakan banyak waktu dari biasanya. Tapi ini kupikir lebih baik daripada menyetir dengan rasa ketidaknyamanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...