Aku pulang dengan rasa kebimbangan. Bagaimana mungkin aku menikah dengan Nichole? Aku sudah dimiliki orang lain. Tapi, tapi kenapa baru hari ini dia mengatakan itu? Mengapa dia terlambat? Aku harus membicarakan ini dengan ayah.
"Chriss.."
Aku mendengar suara serak yang baru saja menghancurkan segala rencana yang sedang kubuat. Aku berbalik, rupanya benar. Siapa lagi kalau bukan Walton.
"Kau sudah pulang?"
"..."
Walton tak menjawabku. Aku pun menghampirinya yang berdiri di depan pintu. Sepertinya dia tengah mabuk. Bau yang keluar dari tubuhnya adalah bau seperti vodka. Indra penciumanku akrab dengan bau itu. Karena aku beberapa kali mendapati Nichole tengah meminum vodka di bar.
"Sini kubantu", kataku lalu hendak memapahnya.
Namun, tiba-tiba Walton tumbang di pundakku. Aku mematung. Jantungku tiba-tiba berdegup dengan kencang. Sebanyak apa dia minum? Batinku mengernyit.
Lalu dengan ragu-ragu, aku memegang pundak belakangnya supaya aku bisa memapahnya menuju kasur. Tubuhnya yang besar membuatku susah dalam bergerak. Sepertinya tubuh mungilku tak mampu memapahnya dengan cepat. Aku harus perlahan-lahan.
"Mengapa kau mengkhianatiku, Chriss?"
Seketika jantungku berhenti untuk beberapa saat. Apakah dia sudah tahu tentang yang dikatakan Nichole tadi? Ataukah masih soal aku tidur bersama Nichole? Aarrrgghh.. tidak mungkin, batinku menyesal.
"Aa..ppaa maksudmu?" tanyaku dengan terbata-bata.
Aku penasaran mengapa Walton mengatakan hal itu. Meskipun rasa ketakutan dan cemasku ada saat ini. Kupegang pundaknya agar lurus. Dengan sedikit ingin terjatuh, akhirnya Walton bisa berdiri di hadapanku dengan mata tertutup. Wajahnya tetap mempesona meskipun sedang dalam keadaan terburuk. Apa? Mempesona? You're b*tch Chrissela!! Batinku mengumpat pandanganku.
"Chriss", suara seraknya sangat indah saat memanggil namaku.
"Hmm", jawabku masih menatap matanya yang tertutup.
"Please, don't leave me! I need you", ujarnya lalu membuka matanya.
Alhasil, mata kami berdua saling menatap. Aku bisa melihat kedua matanya sayup dan juga gelap. Seperti tak ada sisi cahaya di matanya. Dan entah beberapa detik kemudian, dia kembali tumbang di pundakku.
***
Aku berjalan menuruni tangga masih dengan pikiran yang terpaku pada malam itu. Aku masih tidak yakin dengan perkataan Walton yang mengatakan dia membutuhkanku. Aku yakin itu hanya pengaruh vodka semata dan tak tahu apa yang dia katakan semalam. Tapi bagaimana mungkin di kerah leher Walton ada lipstick wanita? Tidak.. tidak, Chriss. It's not your business!! Batinku lagi-lagi mengernyit.
"Selama pagi, Ms. Welner", ucap Bertha yang menghancurkan lamunanku. Seperti biasa, dia berdiri di ujung tangga untuk menyambutku.
"Pagi, Bertha." Aku tersenyum padanya.
"Oh iya. Apa sarapan Walton sudah siap, Bertha?" tanyaku.
"Sudah siap, Ms." jawabnya sambil menunjuk ke arah meja makan.
Aku mengambil nampan dan menyusun makanan di atasnya. Kurasa, Walton masih tertidur pulas. Jadi aku mengantarkan makanannya ke kamar.
Dengan hati-hati, aku menaiki tangga sambil membawa nampan. Aku berjalan memasuki kamar lalu membukanya. Aku mendengus. Terlihat Walton yang masih tidur di atas kasur.
Kemudian kuletakkan nampan yang berisikan makanan untuknya. Kusempatkan untuk membangunkan Walton namun tetap saja. Sama seperti tadi sejak aku bangun sampai selesai mandi, jawaban dari Walton yang hanya berteriak kecil. Sepertinya dia masih berada di bawah pengaruh vodka yang diminumnya.
Pipinya yang memerah membuatnya berbeda dari seperti biasanya. Entah mengapa, kini aku menyentuh pipi Walton yang merah itu. "Walton, wake up. We have to go!" bisikku ditelinganya.
Seketika senyumnya terukir di wajahnya. Melihat itu, aku menarik tanganku dari pipinya. Tapi tiba-tiba, Walton menahan tangan kecilku dan mengusapnya kembali ke pipinya.
"Walton, bangun. Aku sudah membawakan makananmu", ucapku.Kulihat Walton yang sudah membuka matanya namun masih menyipit. "Kau tidur di mana? Aku tak merasakan sedikit pun kehangatan di sampingku semalam."
Bukannya duduk lalu makan, dia malah menanyakan hal-hal yang membuatku mengernyit. Apa? Kehangatan? Kau malah membuatku merinding, batinku.
"Aku tidur di fluppy white carpet ini", jawabku sambil menatap karpet yang ada di bawah kakiku.
Tiba-tiba Walton duduk dengan cepatnya membuatku sedikit terkejut. Matanya membulat. Dia mengusap wajahnya dengan kasar.
"Apa sebegitu menjijikkannya aku sehingga kau tak sudi tidur di sampingku, Chriss?"
Pertanyaan yang menohok itu membuatku susah menelan ludah. Aku mematung. Kulihat dia tertunduk seperti menyesal.
"Kau harus sarapan. Aku harus pergi ke kampus sekarang", elakku.
Aku hendak pergi namun lagi-lagi Walton menahan lengan kecilku. Aku terhenti lalu menatap kedua bola matanya yang sayu.
To be continue ...
-----------------------------------------------------------
Vote Command Follow
-----------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...