~ chapter 29 : Bitter Reality

2.7K 76 0
                                    

"Jadi kapan kalian akan kembali ke Miami?" tanya ibuku.

Aku terhenti kemudian menatap ibuku. Dia tidak benar-benar menginginkanku untuk segera pergi, aku tahu itu. Tapi di depanku, dia mencoba untuk terlihat kuat, namun rapuh di dalam.

"Mom", ucapku memelas.

"Kami akan di sini menemanimu, Ibu", lanjutku.

"Kami akan di sini dulu ibu Hellyn", balas Walton. Aku menatapnya sebentar. Syukurlah, dia tahu perasaanku sekarang.

"Tapi kau akan bekerja, Walton", sela ibu.

"Itu tidak ada masalah. Aku sudah membicarakannya pada Ludwig. Dia akan tinggal selama sebulan lebih di New York dulu. Setelah itu baru dia akan kembali ke Sidney untuk mengurus pekerjaan yang tertunda", jelas Walton.

Aku mengiyakan penjelasannya dan kemudian menatap ibu untuk yakin. Dia tersenyum sekaligus sedih.

"Harusnya Matt yang menemaniku di sini, bukan kalian. Maaf, aku telah mengacaukan rencana bulan madu kalian", ujar ibu.

"Tidak, Ibu. Aku putrimu satu-satunya. Jadi aku akan menjagamu, Ibu", jawabku dengan menggenggam tangannya erat.

Walton tak banyak bicara sekarang. Dia hanya tersenyum mencoba meyakinkan Hellyn. Aku tahu dia sangat terpukul. Kesedihannya yang mendalam masih meliputi hatinya.

***

Aku memeriksa laman web dengan laptopku di ruang tamu. Ibu masih menggenggam foto ayah tapi syukurlah. Dia tidak menangis lagi. Aku menemaninya agar dia tidak murung lagi di kamar. Sementara Walton sudah pergi ke Penn empat jam yang lalu. Katanya dia harus sekadar memberikan informasi pada Penn agar aku dan Walton tidak kesulitan nantinya. Ya meskipun sudah meminta izin selama 3 bulan, tapi Pennsylvania State University bukanlah milik kami. Jadi kami sesekali harus ke sana.

Tiba-tiba tercetak di layar laptopku nama Carron. Dia menghubungiku lewat line. Aku pun menerima panggilannya.

"Hi". Carron, Brittany dan Josephine berada di seberang.

"Ohh, Hi", jawabku dengan wajah yang kaku.

"Chriss, I'm really really really sorry to hear that", ujar Brittany-teman sekelasku. Raut wajah terlihat menyesal.

"No problem, Britt. Aku berharap aku bisa baik-baik saja setelah ini", jawabku menunduk.

"Kau harus bisa, Chriss", kata Jose menyemangatiku.

"Terima kasih atas kedatangan kalian, Jose, Carron. Sampaikan juga terima kasihku pada Darren dan juga orangtua kalian", ucapku pada mereka.

"Ohh, Chriss. Seharusnya kami meminta maaf karena tidak bisa menemanimu sampai ke pemakaman. Kau tahu, kami ada kelas", kata Carron dengan nada menyesal.

"Chriss, apa kita bisa bertemu? Aku akan ke New York sekarang", lanjut Carron.

"Apa maksudmu? Kau ada kelas Carron", jawabku.

"Ini soal Darren", katanya lagi.

Aku melirik pada Jose, dia mengangguk. Wajah Brittany pun sedikit terlihat cemas. Aku menelan ludah keras.

"Tapi...", kata-kataku terpotong.

"Kelasku akan segera berakhir pukul 02:00 p.m. Aku akan tiba kira-kira pukul 05:00 p.m. Kita bertemu di kafe tempat biasa di daerah Time Square", ucapnya dengan mata yang bersungguh-sungguh.

Aku mengangguk.

"Anyway, aku menghubungimu dari semalam. Di mana ponselmu?" tanya Jose.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang