Aku tersadar dengan yang sedang terjadi. Seketika aku mendorongnya keras. Aku menyesal telah mempercayainya. Dia mungkin berpikir aku adalah seorang wanita jalang sama seperti wanita yang pernah mendatangi kediamannya. Mataku memerah, sekaligus marah. Aku pun mengusap keras bibirku, berharap bekas ciumannya tidak akan pernah lagi mendarat di bibirku. Sungguh, aku menyesal.
"You're the fucking man", umpatku sambil menunjuknya. Brooks menunduk, kedua matanya dikedipkannya.
"Maafkan aku. Aku menyesal", katanya dengan nada menyesal.
"Kau tahu, aku bukan wanita seperti yang pernah datang ke penthousemu, Brooks. Jadi jangan coba-coba untuk menyentuhku. Kau mengerti?" ujarku tajam sambil menghela napas.
Lalu aku berjalan meninggalkannya yang sedang mematung. Aku melihat dua orang pramugari sedang berbisik di ujung kursi sementara pramugari yang tadi bersamaku hanya bisa membuat raut wajah yang khawatir. Kemudian aku duduk di kursi di tempat aku tadi berbaring. Tiba-tiba pramugari itu menghampiriku.
"Anda baik-baik saja?"tanyanya masih dengan raut wajah cemas. Aku menghela napas. Lalu mengangguk, mencoba untuk baik-baik saja. Aku rapuh, ucapku dalam batin. Dia pun tersenyum, kemudian pergi ke depan.
Beberapa saat kemudian, Brooklyn mendekat ke arahku lalu duduk di sebelah kursiku. Aku mencoba meliriknya secara perlahan. Takut jika dia mengetahuinya. Tanpa kuduga, Brooks duduk mengarah padaku. Kurasa dia menatapku sekarang. Aku bisa melihatnya walau hanya lewat ekor mata saja karena aku tak ingin melihatnya secara terang-terangan. Bagaimana pun, sikapnya tadi membuatku sangat marah. Karena dia secara tidak langsung sudah menganggapku sama seperti wanita-wanita yang menjadi one-nightstand-nya.
"Chriss, maafkan aku. Aku tahu sikapku tadi salah. Tapi kau tahu, aku hilang kendali tadi", ujarnya. Aku masih tetap pada posisiku yang tidak melihat ke arahnya.
"Chriss, bisakah kau memaafkanku?"tanyanya sambil mencoba memandang wajahku.
"Bisakah kau diam saja?"tanyaku balik dengan nada ketus.
Aku mendengus pelan. Brooklyn duduk kembali dengan posisi memandang lurus ke depan. Kemudian salah seorang pramugari yang tadi membicarakan kami datang menghampiri. Dia tersenyum hormat pada Brooks sementara padaku dia tersenyum kecut. Perangainya di depan Brooks sangatlah aneh, seperti wanita centil.
"Tuan, sebentar lagi kita akan mendarat di Leonardo da Vinci Airport dalam 15 menit kemudian", ucap pramugari centil itu.
Ting..
Tak kusangka, wanita itu mengedipkan sebelah matanya pada Brooklyn. Aku terkejut lalu mengerutkan dahiku. "Hubungi aku jika Tuan membutuhkan kelembutan", katanya pelan tepat di telinga Brooks. Aku menyeringai. Seharusnya Brooks mencium wanita itu bukan aku, batinku.
"Aku akan kembali besok ke New York", kataku pada Brooks yang sedari tadi diam. Aku tak ingin Brooks menyentuhku lagi. Mungkin kalian bingung mengapa aku tidak banyak memakinya, menamparnya, atau pun cepat meninggalkan pria itu. Aku hanya tidak ingin melakukan semua itu karena dia sudah menerimaku selama ini tinggal bersamanya.
"Aku akan di sini untuk beberapa hari, Chriss. Tinggallah bersamaku sama seperti ketika berada di penthouse", katanya kemudian menatapku.
"Tidak, aku akan pergi besok. Sudah saatnya aku kembali pada orang tuaku", tolakku. Brooks yang sedari tadi duduk di sebelahku tanpa bergerak sedikit pun mendadak bertingkah aneh. Dia memandangku secara terang-terangan dan memegang pembatas kursi.
"Apa kau yakin akan kembali? Tinggallah bersamaku, Chriss. Aku ingin memakan semua masakanmu setiap hari. Kumohon", ujarnya seperti memelas. Aku mendengus lalu menyeringai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomansaWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...