"Dude, you know, I found back my world. I'm sorry, I should go", ujarku kegirangan. Brooks terlihat senang tapi kedua matanya terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi kupikir dia tengah ribut dengan wanita-wanitanya, jadi aku meninggalkannya yang masih menyesap minumannya.
"Wish you luck!" Samar-samar kudengar seruan dari Brooks yang masih di dalam. Saat aku keluar dari lobby restaurant, Pierro sudah berdiri di depanku. Segera aku masuk lalu menyuruhnya agar membawaku ke hotel tempat kusementara tinggal.
"Anda terlihat bahagia, Tuan", ucap Pierro yang sesekali melihatku dari kaca spion yang ada di hadapannya.
"My world will be back", kataku sambil tersenyum. Seakan mengerti, Pierro mengangguk.
Entah mengapa hatiku senang ketika aku mendengar kabar dari Andrew bahwa Chriss berada di tempat yang sama denganku sekarang, Manhattan. Tak menunggu lama, Andrew mengirimkan kontak nomor ponsel padaku. Seketika aku mengecek kemudian menyimpannya. Saat sampai di hotel, aku berjalan dengan cepat. Semua orang yang berada di lobby hotel melihatku keheran, tapi aku tak menggubris orang-orang sialan itu.
"Halo", kata orang di seberang. Entah mengapa aku dia sekaligus mematung. Aku masih tak percaya kalau aku bisa mendengarnya sekarang.
"Halo", katanya lagi dengan nada sedikit menajam. Aku masih tetap diam. Aku hanya ingin mendengar suaranya.
"Bisakah Anda tidak membuatku bingung?" tanya dengan nada kesal. Aku tersenyum saat mendengarnya sedikit marah. Haruskah aku menjawabnya?
"Chriss.."ucapku dengan nada bergetar. Aku tak mengerti mengapa aku bersuara seperti ingin menangis. Tapi aku harus bersuara, aku sangat merindukannya. Aku menunggunya menjawabku kembali, tapi tak kunjung juga. Aku menunduk. Aku menyesali semuanya.
"Chriss? Kaukah itu?" tanyaku memastikan. Kukira ini berada di alam bawah sadarku.
"Chriss, aku bisa jelaskan semuanya", tukasku karena kupikir dia membutuhkan penjelasanku tentang Rose.
"Tidak perlu. Kuharap kau bisa melupakanku, Walton", jawabnya dengan nada tajam. Setelah itu dia memutuskan panggilanku. Seketika rasanya seluruh tulangku remuk. Duniaku pun runtuh kembali. Aku sudah benar-benar mengecewakannya. Chrisella sudah sangat membenciku sekarang. Kurasakan kedua rahangku mengeras. Kini emosiku pun menanjak. Dengan cepat aku menghubungi Andrew kembali.
"Halo, Boss", ucap Andrew dari seberang.
"KAU HARUS MENEMUKAN CHRISELLA SEKARANG JUGA!!! JIKA KAU TIDAK MENEMUKANNYA, KAU YANG AKAN KUBUNUH. MENGERTI?" bentakku padanya dengan keras. Napasku terengah-engah karena emosiku.
"Sssii..ap, Boss", jawabnya dengan gelagapan. Sekilas kulihat kedua mataku di cermin sudah memerah. Aku pun menghentakkan ponselku di atas kasur. Hatiku sekarang seperti tertekan. Lalu kehentakkan tubuhku di atas kasur dengan keras. Kubenamkan wajahku pada selimut putih yang berada di atas kasur sedari tadi. Pikiranku melayang, tak bisa berpikir. Meski begitu, hanya ada wajah Chrisella yang ada. Untuk menghilangkan itu semua, aku pun bangkit kemudian mengambil vodka yang tersedia di lemari pendingin khusus alkohol.
Dengan cepat, aku meminumnya langsung dari botolnya. Aku berharap wajah Chrisella yang melayang-layang di pikiranku tidak membuatku pusing. Tapi semakin aku mengharapkan hal itu, wajahnya dan tingkah lakunya menghantui pikiranku. Aku akhirnya berteriak karena tidak tahan lagi.
"Jangan membuatku seperti ini, Chriss", teriakku yang entah pada siapa. Kurasakan air mataku jatuh sekarang. Dia berhasil membuatku menangis karenanya, mencemaskannya, dan mengharapkannya agar dia kembali padaku lagi. Mungkin aku akan terlihat lemah sekarang. Tapi ketahuilah, aku sangat membutuhkan Chrisella sekarang. Aku hanya membutuhkannya, tidak apapun atau tidak siapapun. Hanya dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...