~ chapter 54 : Jealous

1.9K 67 4
                                    

"Kau tahu, 30 menit itu rasanya seperti 30 jam", tukas Walton sesaat aku membuka pintu kamar. Lalu aku duduk dan bersandar di atas kasur sambil memeluk guling. Sungguh, aku sangat menyesal karena hanya mengatakan 30 menit bukannya 30 jam seperti yang dikatakannya.

"Yang benar saja", balasku dengan nada bosan.

"Jika kau mengatakan 30 menit itu untuk mandi, aku bisa membantumu membersihkan punggungmu", lanjutnya. Aku hanya bisa menghela napas. Bagaimana mungkin dia bisa mengatakan hal itu sementara yang dipikiranku sekarang tentang wanita yang sudah menggantikanku di kehidupannya. Jadi aku melempar handuk yang semula membalut rambutku karena basah kemudian pergi ke luar.

"Ms. Othman, saya sudah menyiapkan sarapan untuk Anda", kata salah seorang pramugari yang berada di balik pintu. Lalu aku menatap Walton yang sudah duduk di sofa sambil memasukkan barang-barangnya ke tas kulit yang berwarna hitam.

"Aku akan keluar sebentar lagi", jawabku pada pramugari itu. Kemudian aku mencoba mengeluarkan suara pada Walton meskipun sebenarnya aku tak ingin bicara padanya sekarang karena aku masih sangat kesal. 

"Ehhhmmm", aku mencoba mengalihkan aktivitasnya agar dia bisa mendengarku. Dengan ragu aku melanjutkan kata-kataku, "Apa kau tidak sarapan?" Walton terhenti kemudian melirikku. "Pergilah.. Cacing-cacingku tidak bisa menunggu lama tadi", jawabnya lalu melanjutkan aktivitasnya. Aku pun menyeringai kemudian berjalan membuka pintu. "Tidak bisakah kau menunggu istrimu?" tanyaku sangat pelan agar dia tidak bisa mendengarku karena aku merasa sangat kecewa padanya. Dia bahkan membiarkan aku sarapan sendiri padahal kemarin dia terlihat posesif ketika aku hanya tersenyum pada kedua kokinya. Menyebalkan.

"Akan kuberikan senyumanku pada semua orang", teriakku setelah aku menutup pintu dan berjalan menuju kursi penumpang. Salah seorang pramugari melihatku dengan tatapan bingung. Mungkin hanya aku dan Walton yang tahu arti dari teriakanku tadi. 

Kulihat sudah ada pancake dengan madu sebagai sauce-nya terhidang di meja yang sudah terpasang bersamaan dengan kursi penumpang. Sesaat aku mulai duduk, kudengar pintu kamar terbuka dengan sangat keras kemudian tertutup lagi. Langkah kaki Walton pun seakan menghampiriku. Aku mencoba untuk tidak melihat ke belakang hingga aku duduk karena kutahu, dia sudah mengerti apa arti dari teriakanku tadi. 

"Kau membuatku terburu-buru untuk merapikan seluruh barang-barangku, Chrisella. Apa kau sudah lupa apa yang kukatakan padamu kemarin? Huh, kau membuatku lapar sekarang", ucapnya dengan nada tajam. Aku masih mencoba tidak meliriknya yang sudah berdiri di sebelahku. Kemudian dia duduk di kursinya dan memberikan tas kulit hitamnya itu pada pramugari. 

"Jika kau lapar, makanlah!" seruku padanya. Aku yang sudah mulai fokus dengan pancakeku, tiba-tiba Walton menarik daguku dan membawanya ke depan kedua matanya yang gelap. Sungguh, aku merasa ngeri dengan tatapannya itu. 

"Aku memang lapar, tapi bukan tentang makanan, melainkan dirimu", ucapnya membuatku susah menelan ludahku. Setelah beberapa saat, Walton menyeringai. Aku pun mencubitnya bagian perutnya pelan. "Arrrgghh", desisnya dengan agak berlebihan. Sungguh sebenarnya aku tahu maksud dari ucapannya tadi. Tapi yang aku tak habis pikir, di dalam sini bukan hanya kami berdua. Masih ada orang lain termasuk dua orang yang berdiri menyaksikan kami berdua sekarang, si pramugari yang memegang tas Walton dan seorang koki yang sedang membawakan wine.

"Kau tahu, ada banyak orang di pesawatmu ini. Termasuk mereka berdua", ujarku pelan hampir berbisik sambil mengarahkan kepalaku ke tempat koki dan pramugari berdiri.

Walton melirik ke arah yang kumaksud. Kemudian dia berdehem membuat koki dan pramugari itu menjadi kucar-kacir. Aku yang melihat itu ingin tertawa sekaligus merasa bersalah. Padahal kamilah yang membuat situasi menjadi sangat canggung.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang