~ chapter 33 : Lies and Honesty

2.1K 59 0
                                    

Aku menghentakkan pintu kamarnya keras. Rasanya malu sekali. Kalian tahu sendiri, aku ingin membersihkan kamarnya. Tapi hari ini takdir tak berpihak padaku. Kurasa, kekesalan dan rasa maluku bercampur sekarang. Aku mendengus.

Beberapa saat kemudian, terdengar bunyi bel. Aku turun ke bawah. Sebelum membuka pintu, aku melihat sebuah alat yang tertempel di dinding dekat pintu. Awalnya tidak aktif, maka aku mengaktifkannya dengan menekan tombol on.

Saat layar muncul, aku terkejut karena yang datang adalah Pierro, orang kepercayaan Othman. Aku mematung beberapa saat. Kemudian Brooklyn keluar dari kamar tapi belum turun.

"Chriss, siapa?" tanyanya.

Dengan gugup, aku berdusta dengan menggeleng pertanda tidak tahu. Lalu aku pergi naik ke atas. Saat aku masuj ke kamar, kudengar suara langkah kaki Brooklyn menuruni tangga. Aku menoleh padanya sebentar.

"Kau yang seharusnya membuka pintu ini, Nona", kata Brooklyn.

"Bukan. Aku hanya membersihkan penthousemu. Bukan pembuka pintu", ucapku dengan kesal. Lalu aku masuk ke dalam kamar.

"Untuk apa Pierro datang ke sini? Apa Walton mencariku?" tanyaku pada diriku sendiri. Perasaanku sangat cemas. Aku tak bisa mendengar apapun dari atas sini. Suara mereka terlalu pelan.

Jadi aku hanya bisa mondar-mandir menunggu Pierro pulang. Lalu aku memutuskan untuk membersihkan tubuhku lagi karena terasa lengket. Kau tahu, aku membersihkan seluruh isi penthouse ini seorang diri.

Aku berendam di sebuah bathub. Memikirkan tentang apa yang sebenarnya terjadi membuatku resah. Apa yang seharusnya kulakukan? Aku benci untuk kembali. Tapi ibuku? Aku sudah berjanji untuk bersamanya. Maafkan aku, Ibu. Aku akan kembali, sesalku.

Setelah 20 menit berendam, aku keluar dari bathub dan kembali membersihkan sisa busa-busa yang ada di tubuhku. Lalu aku memakai bathrobe dan keluar dari bathroom menuju walk in closet.

Lalu aku memakai hoodie yang oversize dan juga celana pendek. Setelah itu, aku berjalan mencoba mengintip keluar. Rupanya Pierro sudah pergi.

Karena sudah aman, aku pun turun lalu menuju dapur untuk sekadar mengambil minuman. Brooklyn tiba-tiba muncul. Pandanganku beralih padanya. Dia melewatiku tanpa menggubrisku ke lemari pendingin. Aku mengernyit melihatnya. Dia tampak sedih. Aku yakin kedatangan Pierro membuat dampak itu.

"Kau terlihat murung", kataku. Dia menoleh padaku.

"Apa kau ingin mengetahui segala urusanku?" tanyanya lalu meminum anggur yang diambilnya tadi.

"Tidak", selaku.

"Kalau begitu, jangan ganggu aku", katanya. Lalu pergi meninggalkanku. Aku mendengus.

"Aku hanya memberitahu kondisimu Brooks", balasku. Dia tak bisa mendengar ucapanku barusan karena dia sudah pergi.

Tiba-tiba perutku berbunyi. Aku pun mencari-cari bahan untuk membuat apapun yang bisa dimakan. Lalu aku membuka lemari pendingin. Di sana terdapat beberapa beef. Jadi aku akan membuat steak untukku dan juga Brooklyn.

Aku pun mulai memasaknya. Meskipun pria itu memiliki sifat yang dingin dan juga kasar, tapi dia juga adalah pria yang baik karena sudah menerimaku di sini. Maka dari itu, dengan senang hati, aku pun memasak untuknya.

"Kau sedang apa?" tanya Brooklyn yang tiba-tiba datang. Dia sekarang duduk di kursi tempat makan sambil tetap meneguk anggur itu.

"Seperti yang kau lihat, aku akan membuat steak terlezat di dunia ini", ucapku sambil melayangkan ke udara spatulla yang kupegang. Dia menyeringai.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang