~ chapter 62 : Flirting

5.1K 93 0
                                    

jangan lupa vote dan comment yaaa readers
_________________________________________________

Aku terbangun oleh sinar matahari yang mencuri masuk ke dalam kamar. Entah mengapa, pagi ini terasa segar sekali. Kulihat ponselku yang berada di atas meja di sebelah kasur. Terdapat angka yang menunjukkan pukul 09:00 a.m yang membuat aku terkejut. Lantas kedua mataku seketika membulat dan segera aku bangun.

Tapi kurasakan ada sesuatu yang menahanku. Aku mencoba melirik ke belakang. Tapi pria yang sedang memelukku itu mendesah dengan suara beratnya seakan dia enggan untuk bangun. "Please, don't wake up now, dear. I can't", katanya dengan suara serak khasnya. Aku tersenyum dan mencoba ingat apa yang kami lakukan semalaman. Ohh.. sungguh malam yang indah, ucapku dalam hati. 

Kemudian aku berbalik, mencoba melihat wajahnya. Saat aku berbalik, terpampang dengan jelas wajah priaku yang sedang menikmati tidurnya. Tampaknya dia kelelahan. Buktinya bisa-bisanya dia bangun di jam segini. Padahal sebelum aku bangun, dia sudah bangun terlebih dulu. Karena ya, darah dan gejolaknya seperti orang dewasa saja. Padahal kami belum menginjakkan kaki di angka 20. Sungguh dramatis sekali jika diingat-ingat kisah percintaan kami. Apa kalian setuju denganku? 

Kurasa melihat matanya, hidungnya, bibirnya, adalah aktivitas favoritku di pagi hari sekarang ini. Apalagi sekarang wajahnya mencoba menghindar dari sinar matahari yang menyelidik matanya. Ya, sungguh menggemaskan jika dilihat-lihat.

Lalu aku mengangkat tanganku, mencoba untuk menghalangi sinar matahari itu. Aku tak ingin, siapa pun atau apapun mengganggu tidurnya. Hahaha.. terdengar posesif? Tidak, aku hanya mencoba menjadi kekasih, ohh tidak, maksudku istri yang manis untuknya. Kupikir itu tidak jadi masalah, bukan?

"Walton, kau menyiksaku", kataku dengan suara yang pelan agar dia tidak terlalu terganggu dengan perkataanku. 

"What?" jawabnya dengan suara seraknya dan tiba-tiba dia menarikku sekaligus memelukku sangat erat.

"Aku tahu kau sangat mencintaiku. Tapi bisakah kau menunjukkan rasa cintamu itu dengan kau bangun? Sejak setengah jam yang lalu, tanganku berdiri untuk menutupimu dari sinar matahari", ucapku dengan suara sedikit manja. Kurasa tidak ada salahnya bermanja ria dengan suamiku sendiri. 

Tak lama kemudian, dia membuka matanya kemudian melihat ke arahku dengan mata yang masih menyipit. Lalu menurunkan tanganku. "Kau bisa menaikkan tubuhmu sedikit saat kupeluk, Chriss. Maka kau tidak akan bersusah payah menghadang terjang sinar matahari itu, bukan?" katanya dengan menaruh sedikit nada humorisnya. "Bajingan", umpatku dengan tersenyum kemudian menciumnya. 

"Kurasa sebaiknya kita harus bersiap-siap. Bukankah kuliah itu masih penting untuk kita, Walton?"

"No. You", ucapnya lalu mencium leherku. 

"Wait, what?" tanyaku memperjelas. 

"Kau yang terpenting", katanya sambil menatapku dengan sangat dalam.

Seketika kurasakan rahangku susah untuk digerakkan. Aku ingin tersenyum tapi berusaha untuk tidak mempertontonkannya sekarang. Meskipun begitu, aku yakin, kedua pipiku sudah memerah.

Alih-alih menghilangkan kegugupanku, aku menenggelamkan wajahku di antara dadanya dan menarik selimut menutupi bagian kepalaku. "Hey, apa aku harus mengikutimu juga?" katanya. Entah mengapa jantungku semakin berdegup kencang. Lalu aku menggeleng kepalaku. "Kurasa aku harus."

***

"Jadi kapan kita akan kembali ke Miami?" tanyaku di sela-sela brunch.

"Apa kau masih menginginkan bulan madu, Chriss?" bukannya menjawab pertanyaanku tapi dia malah membuatku tertohok dengan pertanyaannya itu.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang