Keesokan harinya, Brooks mengajakku untuk sarapan bersama di restaurant hotel setelah selesai mandi. Awalnya aku menolak karena aku terlalu malas untuk ke lantai dasar di mana restaurant itu berada. Lebih baik aku memilih pelayan yang mengantarkan makanan ke kamar daripada harus keluar. Mungkin saja para paparazi itu masih ada di luar hotel. Aku tidak ingin kabar burung didengar oleh keluargaku. Jika Walton mendengarnya, aku tidak masalah. Dia juga mengkhianatiku termasuk keluargaku. Mengapa aku tak bisa mengkhianatinya?
Saat dengan berat hati aku berjalan keluar dari elevator menuju restaurant, Brooks menyindirku karena aku masih mengenakan bathrobe putih.
"Chriss, kau membuat para pelayan di sini menatapmu dengan mesum", katanya. "Harusnya kau tahu aku sedang tidak ingin keluar tadi. Tapi kau memaksaku", jawabku dengan mendengus. Aku tidak peduli dengan tatapan para pelayan itu.
Kami duduk di meja yang lumayan besar sembari diantar oleh pria berambut ikal pirang itu. Sepertinya Brooks memang mengenalnya dekat. Karena dia ikut duduk bersama kami di sini. Sesekali pria itu melirik padaku membuatku sedikit risih tapi aku mencoba untuk tidak menggubrisnya.
"Buongiorno !"
"Buongiorno ! Salve Gilberto. Come sta? "
"Molto bene, e lui?" kata pria itu sambil melirik ke arahku. Brooklyn tertawa renyah. Sepertinya mereka sedang membicarakanku.
"Tu sei il mio amico bastardo" kata Brooklyn yang ikut melirikku juga. Brooks pun mendekap bahuku. Aku mengernyit bingung sambil berusaha untuk menyingkirkan tangannya dari bahuku.
"Parlare in inglese", lanjut Brooks.
"Morning, Ms...", ucap pria itu sambil berhenti sebentar karena mungkin saja dia tak mengenalku.
"Ms. Oth.. Ohh, maksudku Werner", balasku dengan sedikit gelagapan karena ingin menyebutkan nama Othman. Ohh, Tuhan. Apa yang aku sedang pikirkan?
"Ohh, Ms. Werner. Senang bertemu denganmu", kata pria itu sambil tersenyum ria.
Aku mengangguk, "Senang bertemu denganmu juga."
Kami pun menyantap makanan yang baru saja diantar oleh para pelayan. Pasta yang sedang kumakan terasa lebih nikmat. Kau tahu, pasta Italia katanya lebih nikmat dibanding pasta-pasta yang lain. Sesekali Brooks berbicara pada pria itu yang mungkin namanya Gilberto. Ya, karena Brooks beberapa kali memanggilnya dengan nama itu. Mereka terlihat seperti dua orang sahabat meskipun awalnya aku berpikir Gilberto hanyalah seorang manager di hotel ini. Aku memang orang yang cukup cepat menarik kesimpulan dari sesuatu yang baru saja kulihat.
" Chriss, aku ingin mengajakmu ke tempat orang tuaku. Kau mau?" tanya Brooks tiba-tiba yang membuatku sedikit tersedak. Brooks langsung menarik serviette putihnya dan memberikannya padaku. Padahal kau tahu, aku juga memilikinya. Aku pun menatapnya dan menyipitkan kedua mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...