~ chapter 69 : He left

3K 85 6
                                    

Aku terbangun karena silaunya matahari yang sudah mengusikku entah sejak kapan. Aku menggeram dan berbalik alih-alih menutupi kesilauan itu melalui punggungku. Tapi tiba-tiba aku teringat pada orang yang sudah membuatku semalas ini untuk bangun pagi.

Walton!

Seketika aku membulatkan kedua mataku dan melihat kalau Walton sudah tidak bersamaku lagi. Itu mengapa matahari bersilau sesilau ini. Maka dari itu, aku bangun dari kemalasanku kemudian mengikatkan tali pakaian tidurku yang berbentuk dress agar dalamanku tidak terlihat. Aku juga merapikan rambutku yang sudah entah bagaimana bentuknya.

Lalu aku menuju ruang walk in closet milik Walton untuk melihat apakah dia sudah benar-benar pergi. Dan ternyata benar. Koper-koper yang sudah kusiapkan sore kemarin sudah tidak ada lagi. Aku mendengus. Serangkaian pertanyaan tiba-tiba menghujam diriku sendiri. Mengapa aku tidak berguna? Mengapa aku tidak bangun? Mengapa aku tidak bisa mengantarkannya ke bandara?

Aku berjalan dengan muka murung ke arah kasur untuk duduk sebentar. Aku menyesali kemalasanku dan ketidakbergunaanku sebagai istri yang baik. Aku hanya seperti wanita bodoh. Tiba-tiba ponselku berdering pertanda ada pesan yang masuk.

From : Walton Ot

Hey

Sesungguhnya aku bingung. Lantas aku mengerutkan dahiku. Mengapa dia selalu tahu pukul berapa aku bangun tidur apabila kesiangan seperti ini. Untuk itu, aku membalas pesannya juga.

For : Walton Ot

Hey. Apakah kau sudah di bandara? Maaf aku bangun begitu lama.

Sebentar aku menunggu balasan pesan darinya. Tidak butuh waktu lama, aku mendapatkan pesan kembali.

From : Walton Ot

Belum. Apakah kau tidak membaca suratku?

Lagi-lagi aku mengerutkan dahiku. Surat? Aku mengangkat pandanganku dari layar ponsel menuju nakas yang ada di sebelah kasur tempat ponselku tadi berdering. Di sana terdapat surat yang terselip oleh salah satu majalah favoritku, Vogue. Lantas aku mengambil lalu membacanya.

Terima kasih sudah memberikan 10 ronde terhebat milikmu sebelum aku benar-benar berangkat. Aku menunggumu di sini, aku di bawah. Menyiapkan sarapan untuk ratu tercantik di istana hidupku.

Aku tersenyum sekaligus merasa geli. Di satu sisi aku senang namun di sisi lain, aku merasa ini benar-benar canggung. Seperti baru menyadari sosok Walton begitu romantis. Tanpa lama-lama aku berlari menuju bawah, menyusuri setiap anak tangga. Sebentar kulihat Walton yang sudah memakai penutup baju untuk memasak, sedang membuat hiasan di hidangannya. Kemudian aku berjalan mendekatinya dan memeluknya dari belakang. Dia yang semula sibuk dengan apa yang sedang dilakukannya, kini berdiri lurus dan memegang tanganku dengan salah satu tangannya.

"Kau belum mandi?" tanya Walton.

"Aku terlalu bersemangat ketika tahu kau belum berangkat", jawabku.

"Aku tidak ingin kau keluar dengan pakaian dalam seperti itu, sayang."

"Tapi aku menutupinya dengan dress satin ini."

Aku pun melepaskan pelukanku sedangkan Walton berbalik menghadap padaku. Tak selang berapa lama, Walton memberiku sebuah kecupan hangat yang lembut. Aku mematung dengan wajah yang bodoh.

"Ada pria lain yang ada di penthouse ini, sayang, selain aku", katanya dengan nada berbisik. Aku bingung.

Pria lain?

"Apa kau mengundang rekanmu?" tanyaku.

"Hmm. Tidak", jawabnya dengan tampang yang santai.

"Lantas siapa?" tanyaku lagi.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang