"I think, I should go, Jose", kataku pada mereka yang hendak duduk. Tak sengaja, kedua mataku tertuju pada Nicholas yang sudah menatapku secara terang-terangan. Secepat kilat, aku memalingkan pandanganku entah ke mana.
"Hey, Chriss. What's going on? Ohh come on.. Aku tahu kau harus tiba sebelum Mr. Othman pulang. Tapi kau tahu, aku ingin merayakan ini bersama kalian sahabat-sahabatku", pinta Josephine dengan raut wajah kecewa di sela-sela kemabukannya sambil tersenyum ke arah Brent, pria yang baru saja kutahu namanya itu.
"So sorry but I gotta go", aku beranjak berdiri dari sofa dan hendak memapah Carron yang sudah menidurkan kepalanya di atas meja. Aku yakin, dia sudah tidak sadar lagi sepenuhnya. Saat aku berhasil berdiri sambil memapah Carron, langkahku terdiam. Aku membeku seketika, kedua lututku lemas karena Josephine mengatakan sesuatu di belakangku yang berhasil membuatku down.
"Ohh come on, Chriss. You're a bitch. You.. you're the fucking friend that I know! Kau pergi karena jujur saja. Kau belum bisa melupakan pria yang sudah bersamamu selama bertahun-tahun. Sudahlah kau katakan saja", teriak Josephine. Aku berusaha keras membendung air mataku sekarang. Karena lagi pula, bukan itu alasan utama mengapa aku harus meninggalkan perayaan yang penting ini seperti yang dikatakan Josephine tadi. Aku tahu, aku bukanlah seorang teman baik, aku juga tidak layak disebut sebagai sahabat. Karena kau tahu, selain Josephine yang kecewa karenaku malam ini, ada Carron yang pernah lebih kecewa karenaku.
Alih-alih menenangkan pikiranku, aku menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya secara perlahan. Kemudian berjalan keluar meninggalkan tempat itu bersama Carron yang sedang kupapah. Aku tahu, sekarang Josephine sudah membenciku. Tapi aku harus pergi dari tempat ini. Aku tidak ingin melihat wajah bajingan itu.
Saat melewati pintu yang sedang dijaga oleh kedua pria yang berbadan besar yang sedang menyambut para tamu yang datang ke klub sialan ini, aku masih bisa mendengar suara Josephine yang sedang meneriakiku dari dalam sana.
"Fuck you, Chrisella Werner! Fuck you. You're naive! Fuck you", teriaknya berulang kali. Kau tahu, teriakannya mengalahkan musik yang ada di dalam.
Aku menggeleng lalu mengambil ponselku dari dalam tas. Pertama aku menghubungi Darren. Ohh sudah lama rasanya aku tidak bertemu dengannya lagi sejak kekacauan menggunjing pernikahanku. Huhh, aku menghela napas.
"Halo"
"Halo. It's me, Chrisella. Aku butuh bantuanmu, Darre."
"What?" tanya Darren dengan nada malas. Sekejap aku bingung tapi sudahlah. Mungkin sebelum aku menghubunginya tadi, Darren sedang mengerjakan sesuatu maka dari itu nada bicaranya seolah-olah malas menjawabku.
"Aku sedang berada di klub.. klub", kata-kataku terpotong karena aku sendiri tidak tahu tempat ini apa namanya.
"Voyeur", kata Carron setengah sadar dengan nada yang tak jelas.
"Apa?" tanyaku sekaligus meminta Carron mengulangi perkataanya.
"VOYEUR!" teriak Carron yang hampir memekakkan telingaku.
Lalu aku meliriknya sinis. Aku yakin, orang yang sedang mabuk berat bisa melakukan apa saja. Termasuk sekarang ini. Carron berteriak dan hampir membuat telingaku nyaris tuli. Dan satu lagi, Josephine berubah menjadi wanita yang menyeramkan. Baru ini dia meneriakiku sekejih itu. Tapi, aku tidak membencinya.
"Halo, kau masih di sana?" tanya Darren dari seberang yang menghancurkan lamunanku.
"Ohh ya. Voyeur, namanya Voyeur. Kau harus menjemput Carron, Darre. Aku menunggumu", ucapku lalu memutuskan panggilan tanpa menunggu jawaban Darren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...