~ chapter 10 : What Should I do?

7.3K 176 2
                                    

"Hey", sapaku lalu duduk di depannya.

Aku dan Nichole bertemu di salah satu tempat makan yang berada di KOP sekarang. Mungkin aku akan terlihat seperti seorang peselingkuh, tapi pikiranku tak dapat menolak permintaannya untuk bertemuku. Aku juga sangat merindukannya, meskipun aku dan dia baru saja bertemu kemarin tapi tetap saja. Dia seperti candu padaku.

"Ohh, sayang. Kau akhirnya datang juga", katanya lalu mengusap pipiku lembut.

Aku menutup kedua mataku, merasakan sentuhannya yang lembut adalah kegiatan favoritku. Tanganku pun menyatu dengan tangannya. Lalu aku mencium telapak tangannya dan tersenyum ke arahnya. Nichole lalu menghentikan dan dengan perlahan tangannya beralih untuk memegang erat tanganku.

"Kau ingin makan apa, sayang?"

Nichole memberikan buku menu di depanku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya masih memegang erat tanganku di atas meja.

"White coffee, please", ujarku.

Aku sama sekali belum merasa lapar. Mungkin karena pancake yang kubuat sore tadi. Jadi, aku hanya memesan minuman.

"Chris, apakah kau ingin datang bersamaku menghadiri makan malam besok? Ayah dan ibuku ingin bertemu denganmu", katanya lalu tersenyum.

Mungkin Nichole sudah berubah menjadi pria yang dewasa sekarang. Meskipun usianya 2 tahun lebih tua dariku, tapi tingkahnya seperti anak-anak membuatku kesal. Dia acap kali membuatku kecewa, sedih, dan marah. Bagaimana tidak, setiap kali aku dan dia berencana untuk berkencan, dia selalu terlambat atau bahkan membatalkannya dengan tiba-tiba.

Dia juga selalu datang ke apartementku untuk hanya sekadar makan padahal apartementnya hanya berbeda lantai denganku. Apalagi saat aku mengatakan aku ingin bertemu dengan orang tuanya, dia hanya mencari-cari alasan untuk menghindari hal itu. Mungkin dia berpikir bahwa hubungan kami adalah hubungan yang kebanyakan orang-orang lakukan.

Sesungguhnya, aku juga tidak terlalu berharap lebih padanya. Namun, harapanku padanya pupus saat aku bertengkar hebat dengannya. Sejak ayahku mengatakan bahwa aku akan menikah dengan anak salah satu temannya, aku langsung cepat-cepat menyuruh Nichole untuk melamarku. Aku tak peduli, acara pernikahanku dengannya tidak meriah ataupun mewah yang terpenting, aku menikah dengan orang yang kucintai.

Tentu saja, Nichole terkejut dan syok mendengar perkataanku. Tapi Nichole sempat mengatakan hal-hal yang menyakitkanku. 'Apa kau berpikir kita akan menikah? Kau dan aku masih muda. Aku juga belum menyelesaikan studiku. Bagaimana mungkin aku bisa menikahimu? Kau gila!' Kata-kata itu, ya, kata-katanya yang menohok membuatku harus mengambil keputusan besar. Dengan berat hati, aku menikah dengan orang yang sama sekali tak kukenal.

Awalnya aku berpikir begitu. Tetapi aku terkejut ketika mengetahui, pria yang akan menjadi suamiku adalah Walton Othman, pria pendiam dan sombong yang hanya bisa mengandalkan kekayaannya di Penn. Padahal bukan hanya dia orang yang memiliki kekuasaan yang bisa digunakan untuk melalukan apapun yang disukainya. Aku, aku juga bisa melakukannya kalau aku mau. Tapi tidak, aku akan terlihat seperti anak yang hanya berlindung di ketiak orang tua. Lagi pula, aku tidak menyukai hal semacam itu. Orang tuaku tak pernah mengajarkanku untuk berbuat seperti yang dilakukan Walton-si nert itu.

"Hey, hey. Apa kau mendengarku, Chris? Hello.."

Aku mengalihkan pikiranku ke dunia nyata. Rupanya Nichole sudah melambaikan tangannya di depan wajahku. Entah sudah berapa lama aku melamun, tapi yang pasti salah satu waiter sedang berjalan ke arah kami membawakan french fries dan dua gelas minuman.

"Ohhh.. Maaf, maaf. Aku teringat akan sesuatu tadi", kataku lalu menyentuh kasar wajahku guna memfokuskan kembali pikiranku.

"Kenapa tadi?" lanjutku lagi.

"Chriss, ayolah. Ada apa dengan dirimu?" kedua alisnya kompak terangkat ke atas, sepertinya sedang menyelidikku.

"Bukan apa-apa, Nichole", kataku lalu tersenyum ke arahnya.

"Well, kuulangi. Apa kau bisa menemaniku untuk makan malam bersama kedua orang tuaku?"

"Hmmm.. Aku tidak tahu, Nichole. Aku belum bisa memastikannya. Tapi akan kuusahakan."

Aku pun menatapnya dalam untuk meyakinkan ke-usahaanku apakah aku bisa datang atau tidak. Aku takut, jika ada sesuatu yang bisa terjadi esok, siapa yang tahu.

"Chriss, aku tahu. Aku sempat menyakiti hatimu. Aku sudah memikirkannya saat kau meninggalkanku." katanya.

Entah mengapa, perasaanku menjadi tidak enak. Apa yang akan dikatakan Nichole, ya Lord?

"Chriss, aku akan menikahimu", katanya dengan perlahan.

Sontak aku tersedak oleh white coffee pesananku yang baru saja aku menyesapnya. Nichole segera mengambil tissue yang telah disediakan di atas meja. Dia berdiri dengan cepat dan memberikan tissue itu. Aku mengayunkan tanganku ke arahnya untuk sekadar mengatakan kalau aku baik-baik saja. Nichole akhirnya duduk kembali dan kemudian melanjutkan perkataannya.

"Aku akan melamarmu secepatnya."

Alhasil, pikiranku melayang seketika. Tanpa kusadari, gelas yang menjadi tempat white coffeeku jatuh tersandung tanganku sendiri. Tak bisa kupungkiri, seluruh tubuhku lemas mendengarkan perkataannya itu.

Kenapa di saat aku mengharapkannya untuk mengatakan itu, dia menolaknya? Aku harus berbuat apa sekarang?

To be continue...

--------------------------------------------------------------

Vote             Command              Follow

--------------------------------------------------------------

p.s
Guyss, maaf. Aku kali ini buat ceritanya singkat banget. Tapi next chapter, aku akan membuatnya lebih banyak yah seperti chapter-chapter sebelumnya. Jangan lupa vote yaa 😅😅..

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang