~chapter 56 : Changing

4.9K 120 0
                                    

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku ketika matahari menggodaku dengan kesilauannya. Lantas aku memindahkan kepalaku ke sebelah kiri agar tidak menghadap ke jendela lagi. Kulihat wajah tampan Walton terpampang jelas di depan mataku. Dia begitu pulas tidur di sebelahku. Kepalanya pun disandarkan ke bagian leherku. Sementara tangannya mengikat bagian tubuhku.

Aku tak menyangka kalau kami tidur di satu ranjang yang sama, maksudku sedekat ini. Jujur saja, jantungku berdegup kencang sekarang. Karena sebelumnya aku dan Walton tidak pernah bisa sedekat ini terutama tidur di ranjang yang sama jika tidak karena terjadi sesuatu hal di antara kami. Apalagi dulu aku sangat membencinya, membenci perjodohan bodoh itu. Tapi sekarang kini aku sadar. Dia adalah masa depanku. 

Aku masih memandangi wajah tampannya itu. Sungguh, wajahnya terpahat dengan sempurna. Biasanya aku melihat rahangnya yang mengeras karena tindakan bodohku, kini rahangnya melembut tak berdaya. Tanpa sengaja, aku mengelus rahangnya. Tapi tiba-tiba dia bergerak semakin dekat dan mengapitku dalam dadanya, membuat kedua mataku membulat. Aku terkejut dan mengangkat tanganku agar dia tak terganggu.

Beberapa detik kemudian, kedua matanya terbuka membuatku sedikit terkejut. Dia tersenyum membuat jantungku yang semakin berdegup kencang. Aku menelan ludahku dengan susah payah. 

"Morning", sapanya dengan suara parau khasnya. 

"Apa kita akan selalu melewati malam di satu ranjang yang sama mulai pagi ini?" tanyaku dengan ragu-ragu. Kulihat dia mengerutkan keningnya. Dengan percaya diri aku malah menjawab pertanyaanku sendiri tapi hanya dalam batin.

Tidak!

"Akan selalu", jawabnya dan seketika membuatku menelan ludah dengan susah payah sekali lagi. Ini sama sekali tak dapat dipercaya. Apakah aku akan melewati malam bersamanya dengan suasana yang sangat canggung dan bisa saja aku lupa cara untuk bernapas? 

Walton semakin mengeratkan pelukannya dan membelai lembut rambutku. Ya, ini memang sangat nyaman tapi tahukah kalian, jantungku berdetak sangat cepat. Alih-alih mengurangi rasa gugupku, aku tersenyum. Dia pun membalas senyumanku lalu mengecup keningku. Ingin rasanya kami menghabiskan hari ini hanya di kasur. Tapi tidak. Walton sudah memberitahuku kalau hari ini kami akan kembali ke Penn. Toleransi yang diberikan pihak Penn untuk kami sudah berakhir. Jadi kami harus melanjutkan apa yang telah kami tinggalkan. 

***

"Morning, Bertha", sapaku dengan sambil menyentuh bahu kirinya. 

"Morning, Ms. Othman", balas Bertha lalu menunduk hormat. 

Sebenarnya pagi ini mood-ku sedikit jelek karena Walton tiba-tiba sibuk dengan pekerjaannya sedari tadi di dalam ruangnya. Katanya dia harus mempersiapkan barang-barang yang akan dibutuhkannya nanti sepulang dari Penn. Jadi mau tidak mau, pagi ini aku harus sarapan sendiri.

Aku pun berjalan menuju meja makan. Sebenarnya ada perasaan kecewa dalam diriku. Tapi aku hanya bisa mendengus pelan. Karena memang, aku tak bisa membohongi perasaanku sendiri kalau aku sangat membutuhkannya saat ini. Aku ingin dia milikku hari ini. Tapi aku tak boleh menunjukkan perasaanku itu padanya. Malu..

Aku duduk di meja makan sendirian ditemani Bertha yang berdiri di sebelahku. Lalu aku mengikat rambutku agar tidak mengganggu saat aku makan nantinya. Seharusnya pagi ini, aku dan Walton duduk bersama. Tapi dia malah sibuk dengan urusan-urusannya itu. Tiba-tiba kurasakan perutku terasa penuh. Sepertinya rasa laparku tidak ada lagi . Tak ada ruang untuk makanan lagi. Lantas aku memotong-motong steak dengan asal-asallan. Entah mengapa, aku merasakan suasana hatiku mendadak tidak bagus. Padahal tadi saat menyapa Bertha, aku merasa baik-baik saja. Ini membuatku bingung. 

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang