Aku masuk dan berjalan cepat menuju walking closet di dalam kamarku. Dengan cepat, aku mengambil beberapa baju dan celana sambil memikirkan bagaimana keadaan Chrisella sekarang. Selain itu, ada perasaan bersalah di diriku karena sudah berciuman dengan wanita lain. Meskipun tidak berakhir di ranjang, tapi semua yang kulakukan tadi salah.
"Aaaahhhhh, kau bodoh Walton!" seruku pada diriku sendiri lalu memukul koper.
Sejujurnya, sekarang aku malu untuk bertemu dengan Chrisella. Jantungku masih berdegup kencang karena peristiwa tadi. Entah mengapa wajah wanita itu, sentuhannya, dan desahannya masih terngiang di ingatanku. Kau tahu, inilah salah satu kelemahan dari seorang pria. Entah mengapa, wanita selalu menantang kejantanan seorang pria meskipun tidak dalam koridor yang pas.
Jika wanita sudah diujung kenafsuan, bisa saja wanita yang pegang kendali kalau sudah di atas ranjang. Chrisella salah satunya. Dia sangat lihat dalam segala aksi dan reaksi. Itulah akibatnya aku selalu meminta 10 ronde untuknya. Rasanya aku ingin berada di atas kasur bila bersamanya.
"Ohh, Chriss. Maafkan aku, sayang. Aku meninggalkanmu terlalu lama", ucapku lalu mengunci koper lalu menset password untuk koperku.
Lalu sebentar aku pergi ke bagian ruang kerjaku untuk mengambil pasport. Setelah sampai, aku membuka isi laci tapi pasportku tidak ada. Kedua mataku membulat. Dengan cepat, aku mencari-cari ke dalam laci yang di bawahnya. Tetap tidak ada. Aku heran dan berpikir, mencoba mengingat kembali di mana pasport kuletakkan. Tapi tetap saja nihil.
Aku lalu mencari lagi ke dalam lemari-lemari, termasuk lemari buku dan juga tempat penyimpanan semua file perusahaan, tapi tetap tidak ada. Aku mendengus, mengapa hari ini begitu sial. Rasanya aku seperti dipermainkan. Aku menggaruk kepalaku meskipun jelas itu bukan karena gatal. Kemudian aku masih mencari di mana keberadaan pasportku.
Setelah semua sudut ruang kerja ini kucari tapi tidak ada, aku pun pindah ke dalam kamarku. Aku mencari-carinya dari mulai lemari pakaian, nakas, sofa, sampai laci-laci kecil tetap tidak ada. Aku mulai pusing. Aku mendengus kesal karena sekarang aku seperti pria yang aneh. Tidak mungkin aku pergi ke bandara sementara pasportku tidak ada.
Aku duduk membelakangi dinding sambil masih mengingat-ingat di mana pasportku itu. Pikiranku pun masih memikirkan Chrisella, belum lagi dengan bagaimana kelanjutan rapat yang tadi kutinggalkan, dan juga peristiwa tadi, si wanita itu. Aku menundukkan kepalaku. Andai Chrisella ada di sini sekarang maka aku akan memeluknya seerat mungkin. Jika melihat wajahnya, rasanya semua beban tidak ada lagi. Tapi ..
Aku mendengar ponselku berdering. Lalu aku mengambilnya dari sakuku. Betapa bahagianya aku kalau yang ada di layar adalah nama samaran Chrisella yaitu "Beautiful Wife". Cepat-cepat aku menerimanya.
"Hey", sapanya dari seberang sana.
"Bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja?" tanyaku dengan nada yang penuh khawatir.
"Aku baik, sayang. Jangan khawatir! Aku hanya lelah saja", jawabnya. Meskipun begitu, rasa khawatirku masih besar sekarang. Mungkin dia mengatakan baik-baik saja, tapi jika belum melihatnya secara langsung, hatiku masih gelisah.
"Aku akan pulang sekarang", kataku tanpa basa-basi.
"Memangnya segala urusanmu sudah selesai?" tanyanya. Aku terdiam sebentar.
"Hey, kau masih mendengarku?" tanya Chriss lagi tapi aku masih diam.
"Hey, sayang?"
"Ohh, ya, maaf. Sebenarnya belum. Tapi aku bisa mengandalkan, Andrew 'kan. Dia bisa melakukan segalanya dengan baik yah meskipun aku masih yang lebih baik dari dia, tapi aku yakin, dia bisa mengatur semuanya", ucapku dengan menambahkan nada yang sangat percaya diri di balik kata-kata 'aku masih yang lebih baik'. Tapi Chriss malah tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RomanceWARNING 19++ !! Sebenarnya ini adalah cerita keduaku. Cerita pertama sudah aku unpublished karena kurang peminatnya. Hahaaha. Cerita ini murni dari imaginasiku semata. Jadi kalau pun ada salah-salah kata, aku sebagai author yang masih amatir belum p...