part 41

316 20 0
                                    

Wah ngak nyangka viewersnya banyak tapi komen dan votenya sedikit. Apa mungkin cerita ini ngak menarik ya. Author jadi sedih 😢😢😢😢

Abaikan curhatannya.

Selamat membaca dan terimakasih telah mampir kelapak ini



Beberapa kali Atika menghela nafasnya yang terasa berat. Ada dua hal yang mengangu pikirannya saat ini, Bryan yang menggantung perasaannya dan Acha yang mengatakannya anak haram.

Rizal yang melihat Atika duduk sendiri dibangku taman tersenyum. Ia melangkahkan kakinya dengan santai kesana.

"Afika!!!" Serunya seraya duduk disebelah gadis itu. Atika terpekik kaget saat Rizal tiba-tiba berada disampingnya.

"Rizal..ihhhh...gue kaget bego!" Umpatnya sebal.

"Ha...ha...ha maaf ya." Ucapnya sambil mencubit pipi Atika yang semakin hari semakin tirus saja. Rizal jadi penasaran apakah Atika yang sedang diet makanya berat badannya menurun.

"Lo makin kurus."

"Ahh..masa?" Ucapnya sambil memperhatikan tubuhnya.

"Iya sih!" Timpalnya lagi dengan wajah cemberut.

Dalam hati Rizal mengutuk dirinya yang belum bisa membuang rasa cintanya pada Atika. Rasa itu masih ada sampai kini, tapi dia tidak mau Atika menjauh darinya. Dan mengapa Atika selalu tampak manis dimatanya.

"Eh..Melly mana?"

"Di laboratorium, heran gue anak itu udah kayak einstein aja!" Kata Rizal mengejek Melly sudah seperti penghuni laboratorium IPA.

"He....he.....he..." Atika tertawa geli membayangkan sosok Melly menjadi pribadi yang rajin.

**************

Jam kosong, waktu yang selalu disukai para murid sejagat raya. Atika dan Nico sedang asyik bermain ular tangga dari hp lelaki itu. Atika memberenggut saat pionnya mengenai ekor ular hingga turun kembali di nomor 4 padahal sudah sampai 32.

"Ihhh...gemesin...!!" Ujar Atika dengan wajah sebal. Tangannya meremas ujung roknya saking gemasnya melihat Nico sudah jauh mendahuluinya. Nico tertawa kecil lalu mengacak poni gadis itu penuh kasih.

"Giliran gue!" Serunya dengan penuh semangat. Ie menekan ludonya lalu ia mendesah kecewa, "Yahh kenapa ngak nomor enam sih! Biar dapet tangga." Dumelnya. Lagi-lagi Nico tersenyum melihat seluruh eksperesi gadis itu yang tflimat manis dimatanya. Semakin lama rasa sukanya pada Atika makin besar. Tinggal menunggu waktu yang tepat saja untuk menyatakannya.

Tanpa mereka sadari seorang siswi melihat mereka dengan tatapan iri dan cemburu.

Atika akhir-akhir ini suka ke mading untuk membaca puisi yang ditempelkan oleh pengurus osis. Kadang kala juga ia membaca cerpen. Senyumnya terulas kala melihat cerpen yang bergenre humor. Atika menoleh saat merasakan derap langkah mengarah padanya.

"Hai...Frans!" Serunya menatapnya sekilas lalu meluruskan kembali pandangannya.

"Asyik banget kelihatan." Ujar lelaki itu. Atika terkekeh lalu menoleh padanya, bukannya menjawab ia malah menatap lelaki itu intens.

"Wow kacamata? Lo minus?" Ucapnya sambil memperhatikan kaca mata itu yang bertengger sempuran dihidung mancung lelaki itu.

"Kenapa? Aneh ya?"

"Ngak, keren kok!" Kata Atika jujur. Frans tampak tersenyum dengan telinga memerah. Ia tersipu malu namun Atika tidak menyadarinya.

"Ini hanya kaca mata baca kok!"

Atika (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang