Bab 49

546 90 26
                                    

"Yang Senapati serahkan itu memang hanya batu akik pada umumnya. Siapa pun bisa memilikinya. Sementara perkumpulan Kesatria Langer seperti yang Senapati sebutkan telah lama musnah. Bramacorah yang menyerang kalian tempo hari pastilah hanya sekelompok begundal biasa."

Demikian yang dituturkan Pu Ranggita manakala Anggara menanyakan hasil penyelidikan terhadap penyerangan Rowot kala itu.

"Tetapi, mereka menyebutkan Walingan dan Hadyan Padarana pula. Dan piranti keprajuritan yang dipakai tentu tidak bisa didapatkan sembarangan." Anggara mendebat.

"Untuk masalah tersebut, rasa-rasanya terlalu berlebihan apabila begundal itu langsung dikaitkan dengan pihak kedaton. Lagi pula, Hadyan Padarana telah memberikan kesaksian dan menyatakan tidak tahu menahu perihal tersebut. Pihak keamanan pun dengan cermat mengumpulkan bukti-bukti dan hasilnya adalah tiada pihak Walingan maupun kedaton lain yang terlibat," bantah Pu Ranggita.

"Bagaimana dengan piranti keprajuritan itu, Pu?"

"Mereka bisa mendapatkannya dengan mencuri, bukankah mereka bramacorah?"
Sebisa mungkin diyakinkannya pemuda itu agar pernyataannya bisa diterima. Ketar-ketir pula benak sang patih manakala Anggara mulai melakukan penyelidikan usai melaporkan adanya bramacorah yang melakukan ontran-ontran. Apalagi, pemuda itu menyebutkan nama Kesatria Langer yang sejatinya menjadi satu di antara pendekar sewaan Raka Gangsar. Maka, turunlah ia untuk menghadapi sulung mendiang Sanjala daripada harus menyerahkannya kepada Senapati Yodya.
Apalagi si pemuda sangatlah cermat dalam meneliti sesuatu hal yang menurutnya tidak patut.

"Baiklah, Pu. Terima kasih atas penjelasannya."

Demikian Anggara tidak bertanya lagi sehingga segera undur diri. Kepergian senapati muda itu pun disambut senyum ramah dari sang patih. Tetapi, sesaat setelah kepergiannya senyum itu memudar. Kedua mata sayunya berubah waspada layaknya gogor yang mengawasi lawan. Ia harus segera mengaturkan hal ini kepada junjungannya. Sebab salah satu pendekarnya telah melakukan kesalahan.

Anggara sendiri segera berlalu dari bangsal kesatrian setelah tidak mendapatkan yang diharapkan. Ia tidak habis pikir dengan hasil penyelidikan terhadap bramacorah yang dihadapinya beberapa waktu lalu. Bukti dan saksi dari prajuritnya telah nyata, tetapi semua menjadi tidak berguna saat ini. Nalurinya pun menyatakan adanya keganjilan. Sempat pula ia teringat perihal satu prajurit khusus Walingan yang selamat dan menjadi saksi atas kejadian di Hutan Cawis. Akan tetapi, usai peristiwa yang menimpa mendiang sang rama, tiba-tiba saja prajurit itu ditemukan tewas pula sehingga penelusurannya terhadap masalah Bhayanaka menemui jalan buntu.

Dan kini, perihal bramacorah yang menculik para gadis pun mengalami hal serupa. Maka patutlah ia merasa curiga.

Tatkala baru saja si pemuda sampai di pelataran bangsal, tiba-tiba satu prajurit menyusul dengan terburu-buru. Lekas prajurit itu menjura kemudian katanya,
"Ampun, Senapati! Emban utusan Gusti Prameswari ingin menyampaikan sesuatu."

"Di mana dia?"

"Menunggu di tembok luar, Senapati."

Anggara menunda untuk kembali ke Banjarsiman.
Si prajurit kemudian menuntun sang senapati ke tempat si emban menunggu. Rupa-rupanya Mayasari menghendaki pertemuan dengannya sehingga sulung mendiang Sanjala itu pun mengalihkan tujuan ke Bale Ganda Kencana. Bale tersebut merupakan salah satu bangsal di graha keswari yang diperuntukkan khusus bagi Prameswari ketika menjamu puteri para tamu dari kerajaan lain dan atau keluarganya sendiri. Setibanya ia di sana ternyata sang adhi telah menunggu.

"Rahayu, Kangmas. Bagaimana kabar Kangmas?"
Mayasari menyambut kedatangan Anggara dengan wajah berseri.

Anggara tersenyum tipis. Adhinya masih seperti dulu, cantik dan mempesona. Mahabhusana juga pahyas yang dipakainya semakin menyempurnakan sosok Prameswari baru Haningan tersebut. Maka, tidak heran jika banyak yang mengelu-elukannya sebagai perempuan tercantik di seluruh Haningan.
[Mahabhusana; pakaian untuk bangsawan]
[Pahyas; polesan untuk mempercantik diri, tata rias, make up]

MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang