Sinar matahari menembus gubuk kecil beratapkan daun kelapa kering dengan mudah. Mungkin jika hujan, atapnya akan ikut menangis. Suara seperti pukulan di meja sayup-sayup terdengar di telinga seorang pemuda.
Sayangnya, pemuda itu kesulitan bergerak manakala berusaha mencari tahu sosok si pemukul meja. Ia hanya melirik dari sudut mata si sosok manusia yang berdiri membelakangi."Ki Sanak sudah sadar?"
Suara perempuan dari sosok itu membuat si pemuda waspada.
"Ki Sanak tidak sadarkan diri selama empat hari ini."
Pemuda itu ingin membalas, tetapi begitu berat suaranya keluar sehingga hanya lenguhan kecil yang terdengar. Merasa sosok itu tiada peduli, ia menatap kembali atap daun kelapa. Si pemuda merasa sosok perempuan itu bukanlah ancaman. Pikirannya kemudian melayang ke tempat lain. Harusnya kini ia memberikan laporan kepada sang patih akan apa yang terjadi di Hutan Cawis, tetapi malah terdampar di tempat yang sama sekali asing bersama orang asing pula.
Angan-angan si pemuda terputus ketika sosok perempuan yang sedari tadi memunggungi kini berbalik menghadapnya.
Sebagian rambut depannya diikat ke belakang dan dibentuk seperti sanggul, sebagian lagi dibiarkan terurai. Sebuah tusuk konde biru muda menghiasi sanggul itu. Namun si pemuda tidak bisa melihat lebih jelas karena si perempuan memakai cadar sewarna tusuk kondenya. Yang ia tahu hanya sepasang mata tajam nan terkesan tegas dengan bulu mata lentik yang memperindahnya. Tentu saja si pemuda dengan jelas bisa melihat mata cantik itu, karena sekarang si perempuan sedang duduk bersimpuh di sampingnya sembari meletakkan sebuah cawan."Waktunya minum ramuan. Akan kubantu Ki Sanak bangun," ujar gadis bermata lentik.
Dengan luwes, diangkatnya separuh tubuh si pemuda kemudian menyandarkannya ke lengan kiri. Jemarinya membuka bagian mulut yang kaku sementara tangan kanannya memasukkan ramuan yang ditumbuknya tadi. Agak gelagapan sebenarnya si pemuda karena penolongnya itu dipaksa meminum ramuan sekali tenggak.
Setelah selesai, si gadis bermata lentik membaringkan kembali pemuda itu. Kemudian tanpa basa-basi, ia pergi begitu saja meninggalkan si pemuda sendirian di dalam gubuk reyot.
Si pemuda hanya pasrah dengan segala perlakuan dan kebingungan yang melanda. Hingga tak berapa lama, seorang perempuan sepuh dengan punggung bungkuk memasuki gubuk. Bibir keriputnya berwarna merah karena menginang. Pemuda itu sempat mengira bahwa sosok gadis tadi adalah dedemit dan nenek inilah wujud aslinya.
Namun kemudian, anggapan itu terpatahkan ketika perempuan sepuh berkata,
"Syukurlah kau sudah sadar. Aku pikir, kau tidak akan bertahan sampai hari ini. Berarti kau benar-benar bukan orang sembarangan. Orang biasa akan langsung binasa apabila terluka separah ini. Aku tidak tahu masalah yang membawamu hingga harus menerima serangan semengerikan itu. Tetapi bila aku boleh menyarankan, jangan lagi bertemu dengan pemilik jurus mematikan tersebut. Belum tentu kau seberuntung ini. Oh, aku bahkan belum memperkenalkan diri. Namaku Nyi Kanthil dan gadis yang merawatmu tadi adalah Ayu Sekar, muridku satu-satunya."
Nyi Kanthil memeriksa denyut nadi dan sebuah lebam merah besar di dada pemuda tadi
"Sayang sekali otot-otot tubuhmu belum bekerja dengan baik. Itulah sebabnya kau masih kesulitan bergerak bahkan berbicara. Mungkin dua atau tiga hari lagi, atau bahkan sepekan. Ayu Sekar akan membantu dengan membagi tenaga dalamnya. Pokoknya bersabarlah," ujar Nyi Kanthil yang terkekeh-kekeh.
"Oh, siapa namamu, Anak Muda?" tanya Nyi Kanthil, tetapi tiba-tiba saja terkekeh-kekeh kembali. Ia menepuk-nepuk kening. "Bagaimana aku lupa kalau kau belum bisa bicara!"
"Muridku akan membawakanmu makanan sebentar lagi. Aku harap perutmu sudah bisa menerima makanan halus. Jika tidak, terpaksa aku harus membuatkanmu ramuan untuk menambah tenaga," kata Nyi Kanthil.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)
Tarihi KurguSebelum sang surya menyentuh ujung bumi, kalasangka akan ditiup kembali. Memanggil para kesatria untuk turun ke medan laga. Perang itu bukan untuk mereka, tetapi mereka akan menjadi bagian darinya. Sebagian menjadi saksi, sebagian akan mengukir seja...