Bab 52

466 86 8
                                    

Para penabuh berada di sisi kiri dari sudut pandang Mayasari sedangkan penari-penari berlenggak-lenggok di bagian tengah. Selendang mereka yang warna-warni mengawur di antara lemah gemulai gerakan. Senyum pada paras ayu mereka menambah indah suasana Bale Ganda Kencana sore itu.

Namun demikian, yang duduk di singgasana empuknya tiada bergeming. Tiada senyum menawan pada bibir meronanya. Mata sebening embun itu telah redup binarnya. Biarpun pahyas menutup semua kekurangan tersebut, wajahnya tiada berseri. Tidak ada yang mampu menumbuhkan hasrat pada Mayasari.

Para penabuh yang ke semuanya laki-laki itu bersorak manakala tarian telah sampai pada bagian puncak. Para penari serta merta semakin lincah gerakannya. Mereka menjulurkan selendang warna-warni, silih berganti menampilkan pesona layaknya merak memamerkan bulu-bulunya. Seharusnya pertunjukan itu mampu menghibur hati sang prameswari. Nyatanya Mayasari malah merasa semakin menyadari kekosongannya.

Penari-penari itu khusus didatangkan oleh Raka Gangsar sendiri. Samya haji Haningan mendengar laporan salah satu emban yang menyatakan bahwa sang garwa sedang bersusah hati. Maka, diundangnya pelaku seni terbaik untuk menghibur garwa terkasihnya tersebut.

Laki-laki itu seperti tersihir olehnya sehingga tidak ada yang tidak ia dapat. Sekali Mayasari meminta, esoknya akan tersedia. Bungsu mendiang Sanjala pun sebenarnya merasa bahwa kasih Raka Gangsar tulus kepadanya. Dan, ketulusan itulah yang sedang dimanfaatkan sang apsari jelita. Suatu ketika, ia memohon agar sayembara yang ditujukan untuk menangkap Bhayanaka dihapuskan. Mayasari beralasan bahwa sayembara itu hanya akan menunjukkan lemahnya Raka Gangsar. Bahwa, samya haji muda itu sepatutnya menggunakan kekuatan sendiri untuk menangkap putra angkat mendiang Aditya tersebut.

Beberapa hari lamanya keinginan itu belum terpenuhi. Maka, merajuklah sang apsari hingga membuat Raka Gangsar kelimpungan. Pada akhirnya, sayembara dihapuskan segera setelah bekas akuwu Walingan itu memberikan perintah pencabutan.

Sayangnya, tiada rasa puas pada benak Mayasari sekalipun Raka Gangsar telah menuruti semua kehendak. Masih hampa benaknya meski menjadi garwa terkasih. Kesepian itu terus mendera bahkan saat sang suami berada di sisinya.

Naik-turun dada para penari manakala pertunjukan selesai. Mereka kini bersimpuh sembari menunggu sang permaisuri memberikan tanggapan.

"Gusti, apakah masih ingin menambah pertunjukan?" tanya Emban Endon ketika junjungannya terlalu lama terdiam.

Mayasari melirik ke arah si emban kemudian mengalihkannya kepada sejumlah penari yang menunggu. Tangan kanannya terangkat kemudian dikibaskan pelan.

"Aku sudah cukup," katanya. "Berikan mereka jamuan."

Maka, Emban Endon segera menuntun para pelaku seni tersebut ke bangsal lain untuk menjamunya dengan hidangan sebagai bentuk kepuasan sang permaisuri.

Sepeninggal para penari dan penabuh, Raka Gangsar diiringi rare, pengawal, dan emban tiba di Bale Ganda Kencana. Menghormat segala orang di sana untuk menyambut sang junjungan.

"Maaf aku terlambat, Yayi," ujar Raka Gangsar kemudian menyanding sang garwa. "Bagaimana pertunjukannya? Yayi menikmatinya?"

Mayasari mengangguk seraya mengulas senyum sehingga sang suami merasa senang jua.

"Girikusuma yang Yayi inginkan telah ada di taman sari. Yayi berkenan melihatnya?"

Sesungguhnya benak Mayasari tersentuh pula akan usaha Raka Gangsar tersebut. Laki-laki itu, meskipun tiada pernah ia sangka akan menjadi pasangannya, selalu memberikan yang terbaik. Perihal girikusuma itu sebenarnya adalah bunga yang pernah dipersembahkan Bhargawala untuknya. Ia merasa rindu sehingga mendadak mencetuskan bunga tersebut.

MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang