Bab 90

377 71 25
                                    

.
.

Burung kedasih terdengar merintih-rintih kicauannya pada waktu yang hampir sore. Kala itu, seorang pelayan kediaman Ki Paragak sedang bersiap menutup pintu saat ia mendengar ringkikan kuda. Ketika pelayan laki-laki itu mencoba mencari tahu, ternyata memang ada sekelompok orang menuju ke arahnya. Awalnya si pelayan menduga mereka adalah pedagang setelah melihat pedati yang ditarik dua ekor sapi, tetapi ketika laju hewan itu melambat dan pada akhirnya berhenti total di depan pintu gerbang yang dijaganya, buru-buru si pelayan bersiap.

Setidaknya ada lima orang laki-laki yang mengiringi pedati, dua lainnya berkuda, sementara dari dalam pedati keluar seorang laki-laki dan perempuan. Si pelayan segera mengenali perempuan itu.

"Oh, Nimas Ayu Sekar rupanya. Saya pikir siapa." Si pelayan menyapa ramah setelah sempat berdegup kencang jantungnya. Ia amat-amati orang-orang asing yang datang bersama Ayu Sekar. "Tumben membawa kawan, Nimas."

Ayu Sekar tersenyum lebar. Ia kenalkan kawan-kawannya itu sebagai saudara seperguruan. Setelahnya, mereka memasuki kediaman. Kedatangan mereka pun disambut hangat oleh keluarga Ki Paragak, apalagi setelah tahu siapa sebenarnya orang-orang yang datang bersama Ayu Sekar tersebut.

Setelah jelas siapa-siapa yang datang ke kediamannya, Nyi Paragak serta merta menyiapkan segala hidangan istimewa. Kediamannya seketika tampak sibuk seperti ada hajatan. Segala makanan dan minuman khusus dipersiapkan untuk tamu-tamu dari Malwapati tersebut. Adapun Nawala dan lainnya juga terkejut sampai sempat kehilangan kata-kata. 

"Tindakan ini sungguh mendebarkan. Masuk wilayah kerajaan lain dengan menyamar. Jika ketahuan, kita bisa apa, Senapati Dhiwangkara?" Salah seorang dari tamu, yang tampak paling muda dari lainnya, terkekeh-kekeh usai berkata demikian.

Sementara itu, seorang yang berkumis lebat rapi, Senapati Agung Dhiwangkara, hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Dirinya yang duduk di sisi kiri si pemuda enggan menanggapi kelakar junjungannya.

"Mohon maaf jika sambutan kami ala kadarnya, Pangeran," ucap Ki Paragak penuh hormat serta sungkan. Dirinya tidak menyangka jika yang datang ke kediamannya adalah seorang putra mahkota Malwapati.

"Tak apa, Ki. Kami ke sini bukan dalam kunjungan resmi. Lagi pula, saya merasa sangat senang bisa membaur sebagai rakyat. Ini baru pertama saya lakukan. Ah, saya masih ingat di perbatasan tadi Dewi Ayu Sekar menyebut kami pasangan suami-istri, lalu ketika di kedai dia bilang saya pedagang dan dia pelayannya. Dan di sini dia bilang kami saudara seperguruan." Sang pangeran tertawa terbahak-bahak. "Aku sempat menduga jika para prajurit penjaga tadi menaruh curiga, tetapi nyatanya kau sungguh pandai menyamarkan jati diri."

Ayu Sekar yang duduk di sisi kiri paling ujung tersenyum kaku, dirinya merasa semakin kecil. Kiranya pujian dari sang pangeran sebenarnya membuatnya tidak enak hati. Jika boleh jujur, dirinya juga gugup sewaktu harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang yang mereka jumpai selama di perjalanan. Salah sedikit, mereka bisa saja dalam bahaya. Lagi pula, dia tidak habis pikir dengan keputusan sang pangeran yang tiba-tiba menunjuknya sebagai salah satu pengawal perjalanan diam-diam tersebut. Sang pangeran seakan-akan asal membuat keputusan dengan nekat pergi ke wilayah kerajaan lain yang dalam kondisi memanas.

Di sisi lain, yang duduk di sebelah kanan, berurutan adalah Nawala, Patria, Anggara, Adi Baskara, dan Yudha Erlangga. Sedangkan Saswira dan Jatmika duduk di belakang kawan-kawannya tersebut. Mereka semua terlihat tidak menyangka melihat kedatangan Batik Madrim beserta rombongan. Terlebih, tidak ada kabar sebelumnya.

"Ampun, Pangeran, apakah tujuan Pangeran sampai datang kemari dan membuat Pangeran bertindak sedemikian rupa?"

Pertanyaan Patria ditanggapi senyum tipis dari Batik Madrim. Putra mahkota Malwapati itu sempat bertatapan dengan Nawala. Dua pemuda itu seakan-akan bicara lewat mata. Kemudian ia perhatikan wajah-wajah asing lainnya.

MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang