Bab 91

339 66 19
                                    

.
.

Seorang pelayan Ki Paragak menutupi jendela-jendela ketika matahari hanya menyisakan sedikit cahaya di cakrawala. Nyi Paragak sendiri sedang menyalakan damar-damar di setiap sudut. Tampak Nastiti membantu beliau dengan menularkan api dari satu damar ke damar lain. Perlahan, ruangan demi ruangan yang menggelap menjadi benderang.

"Sudah, Nduk, istirahat saja. Kamu sama teman-temanmu sudah banyak membantu. Pelayan di sini jadi pengangguran nanti."

Nasehat Nyi Paragak membuat Nastiti tertawa kecil. Ia sulut satu damar terakhir di depan bilik penyimpanan barang kemudian berpamitan kepada Nyi Paragak untuk kembali ke kamar.

"Segeralah ambil makanan. Ajak Lembayung dan lainnya," pesan Nyi Paragak sebelum Nastiti beranjak.

"Baik, Nyi."

Segera setelahnya, Nastiti menuju bilik. Di sana Lembayung baru saja bertolak dari lemari, berjalan pelan dengan kedua tangan meraba udara, menuju amben. Buru-buru Nastiti menghampiri gadis itu dan menuntunnya ke tujuan.

"Terima kasih, Nasti," ucap Lembayung.

Nastiti mengangguk sebagai tanggapan walau tidak terlihat oleh Lembayung. Dua gadis itu duduk di pinggiran amben kemudian.

"Nyi Paragak mengajak kita makan bersama. Aku akan membantu beliau menyiapkan hidangan. Yunda tunggulah di sini, jika sudah selesai, aku akan menjemput."

Lembayung menghela napas.
"Kenapa kau tidak mengajakku sekalian? Mungkin ada yang bisa kubantu."

"Tidak perlu, Yunda. Yunda pasti lelah. Sedari tadi Yunda selalu saja melakukan pekerjaan. Biar aku yang membantu Nyi Paragak. Lagi pula, ada Yunda Ayu Sekar juga."

"Tetapi, Nasti, aku merasa tidak enak di sini. Aku tidak mau merepotkan."

Agaknya Nastiti mengerti maksud ucapan Lembayung. Ia raih kedua tangan gadis itu kemudian ditepuk-tepuk kecil.

"Yunda, jangan merasa rendah diri seperti itu. Di sini tidak ada yang saling merepotkan atau direpotkan. Yunda sudah melakukan hampir semua pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para pelayan Nyi Paragak. Beliau bahkan mengatakan jika para pelayan itu menjadi pengangguran sekarang. Satu-satunya pekerjaan yang tersisa, ya, hanya di dapur. Jika Yunda ikut, bisa-bisa Nyi Paragak harus membayar kita juga," tutur Nastiti.

Hal itu membuat Lembayung tertawa lirih. Ia yang masih merasa asing di kediaman Ki Paragak tidak enak hati jika hanya ungkang-ungkang di bilik. Terlebih keadaannya yang seorang calaina. Kendati demikian, tetap saja ia bisa melakukan beberapa pekerjaan rumah.

"Jika Yunda masih ingin melakukan sesuatu, mungkin Yunda bisa menemani Raden Anggara di serambi."

Usai berkata demikian, Nastiti cekikikan. Lembayung yang tahu jika Nastiti menggodanya berusaha mencubit, tetapi gadis berkuncir kuda itu keburu melarikan diri.

"Awas kau, Nasti!"

Peringatan Lembayung terdengar sampai luar kamar. Yang demikian membuat Nastiti semakin terkikik geli sampai menarik perhatian Ayu Sekar yang datang dari arah belakang.

"Kenapa kau, Nasti?" tanyanya.

Nastiti berusaha meredam tawa sebelum menjawab. Ia perhatikan hidangan yang dibawa Ayu Sekar di atas nampan.

"Tidak apa-apa, Yunda. Apa masih ada yang bisa kubantu?"

"Mungkin tinggal menyiapkan air minum. Nyi Paragak sudah menata semuanya di depan."

Nastiti mengangguk. Ia tuju arah dapur. Di sana sudah tersedia apa-apa yang patut dibawa ke ruang utama. Setelah beberapa saat, acara santap bersama itu pun digelar. Memang tidak seramai biasanya. Ki Paragak bersama sang putra menghadiri pertemuan di balai desa sedari sore tadi. Nawala bersama Jatmika dan Patria pergi ke Tumapel dan baru kembali lusa. Akan tetapi, suasana tetap meriah dan penuh kehangatan.

MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang