Tubuh Renggana seketika ambruk tak sadarkan diri. Lekas-lekas Yudharangga segera melanjutkan langkah untuk membantu Nawala yang telah babak belur wajahnya."Kau sudah gila!" omel Yudharangga ketika membantu. Nawala sendiri enggan menanggapi dan mengusap darah yang telanjur keluar dari salah satu sudut bibirnya.
"Dasar bocah gebleg! Sudah besar masih saja merepotkan orangtua," gumam Wanda Tirta yang berjongkok, menatap kasihan pada keponakannya yang telah terkapar di tanah. Dengan sekali perintah, beberapa pengikutnya mengangkut tubuh Renggana kemudian membawanya pergi.
"Ki Wanda Tirta, benarkah saya memanggil demikian?"
Wanda Tirta menoleh. Dilihatnya Nawala telah berdiri tegak. Sepertinya pukulan keponakannya tidak berpengaruh banyak pada pemuda itu. Ia pun mengangguk untuk menjawab.
"Ampuni perilaku keponakanku, Gusti. Sungguh, anak ini telah diajarkan tata krama dan budi oleh orangtuanya, tetapi dia memang suka meledak-ledak. Selain itu, dia juga masih dalam keadaan berduka," katanya.
"Saya menyesali apa yang terjadi kepada mendiang akuwu Sungkana, Ki. Akan tetapi, saya benar bersungguh-sungguh atas ucapan saya, bahwa tiada satu pun terlintas di pikiran untuk berbuat durjana kepada mendiang samya haji, juga kepada mendiang Patih Sanjala. Ada pihak yang ingin menjatuhkan saya sekaligus memiliki suatu hal yang tidak seharusnya ia kuasai. Saya memang tidak memiliki bukti akan hal tersebut, oleh karenanya saya perlu untuk menemui seseorang di Gunung Pawitra sebab beliau menjadi satu-satunya kunci untuk membuka tabir kebenaran," tutur Nawala.
Wanda Tirta mencoba memahami pernyataan tersebut. Tentu saja ia tidak bisa percaya begitu saja dengan para pemuda yang telah jelas kedudukannya sebagai buronan. Akan tetapi, setelah dipikirkan kembali juga melihat gelagat yang tampak, menjadi ragu pula ia akan kabar yang terdengar.
"Sebenarnya ini sudah di luar wewenang dan urusanku. Kedudukanku di sini adalah sebagai penduduk Kadiri. Demikian pula dengan Renggana yang saat ini sedang menjalani pendidikan keprajuritan. Ia memang kuambil untuk kudidik di sini sehingga terbebas dari hukuman pengasingan," ucap Wanda Tirta akhirnya. "Sungkana adalah kakak tertuaku, tentu aku merasa sedih atas apa yang menimpanya. Akan tetapi, setelah mendengar keterangan kalian, rasa-rasanya naluriku tersentil pula. Jika boleh tahu, siapakah yang ingin kau temui di Gunung Pawitra?"
Nawala menghela napas panjang yang samar setelah menoleh sejenak kepada Yudharangga. Sebenarnya ia belum ingin mengutarakan, tetapi keadaan akan semakin runyam apabila terus menerus menyembunyikan tujuannya.
"Uwa Danendra Jayengaloka, adik mendiang samya haji Aditya yang memilih menepi di sana." Nawala menjawab. Dan karuan saja, Yudharangga menatap penuh kepadanya. Agaknya prajurit sandi itu terkejut atas jawaban yang diungkap.
"Oh, aku sempat mendengar perihal beliau yang adalah ayahanda dari samya haji Gangsar. Apakah itu benar?"
"Benar, Ki. Beliaulah saksi kunci untuk akar penyebab yang mendalangi segala peristiwa nahas di Haningan akhir-akhir ini."
Cukup lama Wanda Tirta merenung lalu berembuk dengan laki-laki lainnya yang masih menunggu.
"Anakmas berdua, seperti yang aku katakan tadi, ini bukanlah wewenang dan kuasaku sebagai penduduk Kadiri. Meskipun demikian, aku tetaplah berduka atas kematian kakakku itu," ujarnya.Berdebar-debar benak Nawala dan Yudharangga. Mereka khawatir apabila pihak Wanda Tirta mendukung pembalasan dendam Renggana. Tiada yang tahu siapa sesungguhnya Wanda Tirta tersebut dan apa kedudukannya di Kadiri sehingga dua pemuda itu haruslah waspada.
"Namun melihat sikapmu tadi, rasa-rasanya aku menjadi ragu pula. Oleh karena itu, kuberikan satu kebebasan untuk kalian saat ini. Segeralah pergi jauh! Kami tidak akan mengejar. Renggana pun sudah memberikan iming-iming kepada beberapa prajurit, sehingga mungkin ada yang menyusulmu." Wanda Tirta menyarankan. "Akan tetapi, apabila rupanya kalian sedang bersandiwara, pertemuan berikutnya adalah akhir dari hidup kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)
Ficción históricaSebelum sang surya menyentuh ujung bumi, kalasangka akan ditiup kembali. Memanggil para kesatria untuk turun ke medan laga. Perang itu bukan untuk mereka, tetapi mereka akan menjadi bagian darinya. Sebagian menjadi saksi, sebagian akan mengukir seja...