Skul matiman yang dibungkus daun pisang disajikan bersama dendeng asin. Selain itu, kulupan, umbi rebus, dan nira menjadi pelengkap santapan kala itu. Bermanfaat pula bekal yang dibawa Ayu Sekar tersebut meskipun jumlahnya tak seberapa.
[Skul matiman: nasi tim]Nastiti dan Adi Baskara adalah yang terlihat tampak paling menikmati makanan tersebut hingga mereka jilat ujung-ujung jarinya.
"Kau suka, Nasti?" tanya Ayu Sekar setelah memperhatikan bagaimana kawan barunya itu menikmati bekal yang dibawa. Ia pun menyerahkan bumbung berisi air untuk mencuci tangan.
Nastiti mengangguk mantap seraya menerima bumbung tersebut. Tidak ada lagi rasa segan terhadap si gadis bercadar karena rupanya cukup ramah pula sikapnya.
Setelah urun rembuk yang ternyata memakan waktu, Ayu Sekar memutuskan untuk bersama kelompok Yudharangga itu selama bersantap siang. Ia pun membagi rata bekal yang sengaja dibawa kepada yang lain. Sejujurnya gadis itu tak menyangka apabila kelompok si pemuda akan cukup banyak. Beruntung mereka masih mempunyai sisa daging kijang semalam.
Putri Rsi Madaganta itu pun mulanya merasa berlebihan manakala ia mempunyai gagasan untuk membawakan bekal demi si pemuda. Perdebatan batin sempat ia alami hingga keras hatinya mengalah. Padahal pemuda itu hanya beberapa saat saja dikenalnya, tetapi entah mengapa kepedulian itu datang.
Yang paling mengherankan adalah alasan tak pasti gadis itu rela datang jauh-jauh untuk menyusul si pemuda. Ia bahkan memberanikan diri bertanya kepada Jaka Barung mengenai Yudharangga. Dan manakala kabar duka datang dari Galung Asri, khawatir pula bungsu Rsi Madaganta itu dibuatnya. Namun kemudian, yang menjadi pikiran adalah bagaimana dengan kenekatan ia menjelajah 'jalan pintas ' untuk menemukan yang dicari.
Mungkin pula ia hanya merasa iba, demikian duga Ayu Sekar saat ini.
"Apakah kau mewarnai kukumu?" tanya Ayu Sekar yang seketika bisa melihat raut wajah gugup si gadis mungil.
"Oh, ya..., Dewi benar. Aku memang mewarnainya agar lebih cantik." Nastiti menjawab.
"Apakah kau mencampur daun pacar air dengan bahan lain? Selama ini aku belum pernah melihat pewarna kuku hitam. Biasanya gadis-gadis lebih suka warna merah, jingga, atau dadu."
Tertawa sumbang Nastiti setelahnya. Ia sembunyikan kuku-kuku hitam yang menarik perhatian Ayu Sekar itu seraya mencari jawaban masuk akal.
"Dewi Ayu Sekar, kami akan melanjutkan perjalanan. Apakah Dewi akan turut pula?"
Kedatangan Yudharangga meloloskan Nastiti dari prasangka. Ia pun lekas-lekas menjauh dari muda-mudi itu.
"Tidak. Aku akan kembali ke padepokan. Kedatanganku ini hanya untuk memperingatkanmu." Ayu Sekar menjawab.
"Oh, apakah Dewi melalui jalan pintas?"
"Ya. Memang aku lewat jalan mana lagi? Jika menggunakan jalan biasa tidak akan mungkin aku menemukanmu," tandas Ayu Sekar.
Tersenyum Yudharangga mendengarnya. Meskipun jawabannya begitu ketus, tetaplah pemuda itu berterima kasih atas keterangan yang diberikan. Sedangkan Ayu Sekar menghangat wajahnya karena lawan bicaranya itu tidak membantah dan malah menorehkan senyum menawannya. Meski demikian, pandailah si gadis mengendalikan sikap.
"Oh, bisakah kami meminta bantuan untuk membawa serta Adi Baskara?"
Menoleh si gadis kepada satu pemuda belia yang menghampiri dengan sikap kikuk.
"Kenapa?" tanya Ayu Sekar.
"Dia putra Hadyan Ambakerti yang menjabat sebagai juru tulis kanuruhan di Kursawapati dan masih berkerabat dengan Rsi Gesang. Adanya kabar perlawanan di Galung Asri pastilah terdengar beliau. Kami khawatir akan ada salah paham nantinya karena sebelum ini, Adi Baskara pergi tanpa pamit dari padepokan," jelas Yudharangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)
Ficção HistóricaSebelum sang surya menyentuh ujung bumi, kalasangka akan ditiup kembali. Memanggil para kesatria untuk turun ke medan laga. Perang itu bukan untuk mereka, tetapi mereka akan menjadi bagian darinya. Sebagian menjadi saksi, sebagian akan mengukir seja...