Tangis penuh haru begitu menyesakkan dada Indira. Susah payah ia mencoba mengeluarkan jabang bayi di dalam perutnya agar lekas disambut dunia.
Hingga akhirnya tangis si bayi berlomba dengan suara petir dan kilat yang saat itu seolah-olah mengamuk. Dengan perasaan campur aduk, diraihnya sebuah wadah air, lalu diusap si bayi perempuan gemuk itu dengan penuh kasih sayang.
Si bayi masih saja menangis, mungkin juga karena air itu terlanjur dingin. Seorang emban memang sudah menyiapkannya dalam keadaan panas, tetapi itu ketika perutnya masih mulas. Segelintir emban yang turut dibawa dari kedaton mengaku ketakutan akan calon anak yang lahir nanti. Sebab, mereka telah mengetahui siapa bapa dari jabang bayi tersebut sehingga telah membayangkan hal-hal mengerikan, semisal anak itu nanti tiba-tiba berubah menjadi raksasa jahat.
Indira tiada mempermasalahkan itu semua. Ia cukup maklum akan keadaan. Menjadi putri buangan di tempat jauh dari tanah asal memanglah tidak mudah sehingga manakala pertemuannya dengan sang prabu terjadi, segera saja ia langsung jatuh hati. Kehadiran siluman itu seperti mengobati rasa rindu dan kesepiannya selama ini.
Ketika si bayi telah cukup bersih, dililitkannya sehelai kain hingga putri kecilnya merasa nyaman. Didekatkannya ke dada, berharap si kecil mau menyusu. Kala ia merasa air susunya mulai mengalir ke bibir mungil nan merah itu, Indira menangis kembali. Dibelainya si bayi kecil yang menyedot puting ibunya dengan kuat tersebut. Sekilas wajahnya mirip sang ayah, tetapi bukankah wajah bayi masih bisa berubah? Bibir mungil itu tentu darinya, mungkin ketika dewasa nanti si putri kecil akan lebih mirip dengannya. Tersenyum Indira dengan angan-angannya sendiri.
Sejurus kemudian, pekikan dari luar segera membuyarkan angan-angan indah tersebut.
~~
Kobaran api itu menyelimuti sebuah kediaman sederhana. Didekapannya, seorang bayi jelita tengah bergerak gelisah. Mungkin karena hawa panas api, mungkin juga karena si bayi merasa telah kehilangan sang ibu yang turut dibakar di dalamnya. Hingga akhirnya atap kediaman itu roboh dan menimpa setiap jasad yang ada di dalamnya. Kejadian itu tentu saja menarik perhatian segenap tetangga. Akan tetapi, tiada lagi yang bisa mereka lakukan kecuali menunggu api padam dengan sendirinya.
Bhargawala muda masih mengamati kediaman yang esoknya telah menjadi puing-puing tersebut. Di tengah asap yang masih keluar, ia mengumpulkan abu Indira kemudian melarungnya ke laut. Itu sesuai dengan apa yang ldiamati dari manusia.
Setelahnya, ia pergi ke suatu tempat yang jauh bersama pratali kecilnya.
Tujuannya yakni "menitipkan" si jabang bayi sebab Bhargawala sendiri belum mampu merawatnya.Akan tetapi, "menitipkan" si bayi setengah siluman memang tidak mudah. Beberapa kali Bhargawala harus mengambil kembali pratalinya yang tidak bisa diterima para manusia. Keanehan raga yang terjadi seiring pertumbuhan membuatnya dijauhi. Pernah suatu hari ia kehilangan akal, hingga terpaksa sang pratali yang baru belajar bicara itu ditinggal dalam sebuah goa. Namun, siapa sangka hal itu bisa menjadi malapetaka. Saat dirinya kembali, sang pratali telah menghilang. Seseorang telah merusak ranginnya.
"Aku tahu kau akan mudah menemukan kami. Tetapi, jangan harap kau bisa mengambilnya begitu saja. Setengah siluman ini benar-benar berharga bagiku." Terkekeh pria sepuh bernama Ki Paladu. Sesaat kemudian, muncullah segerombol siluman lain, agaknya Ki Paladu sudah mempersiapkan segalanya untuk menghadapi Bhargawala yang kini menatap marah.
"Manusia tua tidak tahu diri!" olok sang siluman.
Kekehan Ki Paladu terdengar lagi.
"Memang. Jika aku sadar diri, Ki Paladu ini tidak akan hidup lama. Seratus tujuh puluh warsa bukanlah usia yang bisa dicapai manusia, bukan? Dengan memakan bocah setengah siluman ini, aku bisa menambahnya lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)
Historical FictionSebelum sang surya menyentuh ujung bumi, kalasangka akan ditiup kembali. Memanggil para kesatria untuk turun ke medan laga. Perang itu bukan untuk mereka, tetapi mereka akan menjadi bagian darinya. Sebagian menjadi saksi, sebagian akan mengukir seja...