Bab 33

610 90 11
                                    


"Jadi kau tidak mau meminta maaf?"

Nawala menghela napas. Diliriknya si gadis sekilas.
"Aku akan minta maaf, tetapi bukan berarti aku mengakui tuduhanmu itu. Aku tidak bermaksud mengintip. Aku hanya tertarik pada ilmu yang kau gunakan seolah-olah mampu mengendalikan air."

Nastiti sedikit terkejut mendengar penuturan si pemuda. Selama ini, ia memang menyembunyikan ilmunya tersebut dari orang lain atas saran Bhargawala. Hanya kepada sang jagapati dan Wendari saja ilmu itu diperlihatkan.

"Kau melihat semuanya?" tanya Nastiti untuk memastikan. Ia sampai berjongkok demi membuat lawannya itu merasa tertekan.

"Ya, aku melihat semuanya." Nawala menjawab tegas.

"Jangan main-main, Jajaka lancang! Apa kau benar-benar melihat apa yang aku lakukan dari semula?"

"Iya, semuanya..., dengan sangat jelas!"

Nastiti terbelalak. Ia khawatir bahwa pemuda itu telah mengetahui jati dirinya sebagai makhluk setengah siluman. Itu bisa mengancam keberadaannya.
Seketika si gadis berdiri lalu pergi begitu saja.

"He, Nyi Sanak, mau ke mana kau?"

Nastiti berhenti lalu berbalik.
"Semoga tidak ada macan kelaparan yang lewat."

Setelahnya, kembali ia melangkah dan segera menghilang sosoknya ditelan pepohonan dan semak.

"Sialan! Gadis sialan! Awas jika bertemu lagi! He!" Nawala mengumpat dengan sepenuh hati. Dirinya tidak pernah begitu semarah ini. Dan seorang gadis baru saja berhasil memantiknya. Begitu ribut tubuh si pemuda untuk meloloskan diri dari ikatan yang dibuat gadis tadi.

Tidak berapa lama, gerakan Nawala berhenti. Dia merasa sia-sia melepas ikatan tangan dan kakinya jika terus menuruti amarah. Maka berusaha ditenangkan dirinya dengan beberapa kali mengambil napas.

Ketika itu, terdengar suara gemerisik dari daun-daun kering, juga ranting-ranting yang diinjak. Nawala bahkan bisa mendengar langkah kaki. Berdebar-debar dadanya kala mengira-ngira sosok sumber suara hingga akhirnya nyala api terlihat bersamaan dengan munculnya Yudharangga dari balik rerimbunan semak di depan sana.

"Demi Sang Hyang! Apa yang terjadi?"

Terkejut sekali Yudharangga melihat kawannya dalam keadaan sedemikian rupa. Lekas-lekas ia menuju si pemuda dan melepaskan segala ikatan yang ada.

Setelahnya ia menuju sumber air, mengisi bumbung, lalu kembali kepada Nawala yang termangu-mangu di tempat. Kawannya itu segera meneguk air dari bumbung dengan rakus. Raut wajahnya lega tetapi juga menyimpan sesuatu.

"Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini kepadamu?" tanya Yudharangga. Ia was-was apabila ada sekelompok bramacorah.

Nawala pun pada akhirnya menceritakan segala yang dialami tadi hingga sampai pada bagian Yudharangga yang menemukannya.

"Awas saja kalau berjumpa lagi, tidak akan kumaafkan!"

Yudharangga menahan senyum. Sebenarnya ia lega bahwa dugaannya tidak benar dan bahwa kawannya baik-baik saja.
Meskipun demikian, memang baru kali ini rekannya tampak begitu murka. Hal itu membuat dirinya malah penasaran kepada gadis yang diceritakan.

"Apa gadis itu benar-benar bisa mengendalikan air?" tanya Yudharangga.

"Kau tidak akan percaya jika tidak melihatnya sendiri. Gadis menyebalkan itu menggerakkan seluruh air sungai dengan mudahnya. Dan air itu mengikuti gerakan tangannya. Entahlah, aku bahkan belum pernah sekalipun berjumpa orang lain yang mempunyai kekuatan seperti itu." Nawala menjawab.

"Berarti dia memang sakti mandraguna. Mungkin dia memiliki kemampuan siddhi seperti halnya Dewi Ayu Sekar." Yudharangga mencoba menebak.

"Siddhi? Eh, siapa itu Dewi Ayu Sekar?"

MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang