.
.Gumaman lirih bernada adalah yang didengarnya pertama kali sebelum membuka mata. Pandangan gelap pemuda itu mulai terang secara perlahan. Awalnya ia merasa kaku, tetapi seiring jelasnya suara yang ia dengar, jemari dan beberapa anggota tubuh lainnya mulai bekerja. Ia mendesis karena punggung yang dicobanya bangkit terasa nyeri, mungkin bagian tubuhnya itu terlalu lama ditidurkan. Gumaman nada yang merupakan tembang itu pun berhenti.
"Raden?"
Anggara, si pemuda yang terbaring itu, menoleh perlahan. Matanya menyipit guna meyakinkan diri tentang sosok di samping ranjang.
"Bayung...?"
Anggara bisa melihat rona wajah Lembayung bersama senyum di bibir. Gadis itu terlihat semringah.
"Anda sudah siuman? Syukurlah," ucap si gadis penuh kelegaan.
Tanpa membalas, Anggara mengedarkan pandangan ke segenap ruangan yang terasa hangat tersebut. Itu mirip sebuah bilik yang luas dengan perabot sewajarnya. Dua obor diletakkan dalam posisi mengapit pintu, sedang sebuah damar mata kucing yang digantung pada tengah ruangan menyempurnakan penerangan. Pintu masuknya yang berdaun ganda dalam keadaan tertutup. Anggara tidak melihat adanya palang pintu, mungkin itu ditutup dari luar. Pada meja-meja yang berada di beberapa bagian terdapat sebuah cawan dengan api ditengahnya. Anggara menduga adanya bau harum yang menyelimuti ruangan berasal dari benda tersebut.
Perhatiannya kemudian kembali kepada Lembayung. Gadis itu tampak baik-baik saja. Pakaian indah juga riasan sederhana membuatnya tampak segar. Berbeda dengan dirinya yang masih berantakan. Rikma panjangnya bahkan awut-awutan tanpa digelung. Hanya pakaian yang dikenakannya saja tampak rapi.
"Di mana ini?" tanyanya setelah sekian lama mengamati. Suaranya yang serak membuat Lembayung bergegas meraba-raba meja di dekatnya.
"Minumlah dulu, Raden."
Anggara berusaha bangkit. Ia akhirnya berhasil menyandarkan punggung. Si pemuda menerima satu wadah berisi air bening yang terasa manis sekaligus menyegarkan. Ketika selesai, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Segera pemuda itu menyentuh bagian perutnya yang tertutup pakaian. Anggara menelan ludah ketika didapati bagian itu tidak memiliki bekas apa pun. Bahkan luka-luka di sekujur tubuhnya pun tidak ada. Pemuda itu menyelingar. Pikirannya mulai bekerja.
"Tidak mungkin," gumamnya.
Ketika itu, Lembayung penasaran atas apa yang terjadi pada si pemuda. Akan tetapi, belum sempat ia bertanya, Anggara lebih dulu berujar,
"Berapa lama kita ada di sini?"Lembayung menggeleng.
"Saya tidak tahu tepatnya, Raden. Saya tidak bisa memperkirakan waktu di sini. Kisanak itu melarang saya keluar dari ruangan bahkan untuk membuka jendela."Perhatian Anggara kini terpusat pada jawaban Lembayung.
"Kisanak siapa?" tanyanya."Saya juga tidak tahu, Raden. Beliau tidak berkenan memperkenalkan diri. Tetapi, Kisanak itu yang sudah menolong Raden. Juga yang mencegah saya melakukan hal bodoh."
Lembayung menunduk setelah menjawab. Ia kembali teringat kejadian kala itu. Dirinya yang sudah siap menusukkan cucuk sanggul ke dada, mendengar sebuah suara. Suara yang seolah-olah menggema dan pada akhirnya berhasil mengurungkan niatnya.
Jika kaulakukan itu, kesempatanmu membantu Anggara turut sirna. Hentikan atau lanjutkan saja agar kalian semua binasa hari ini juga.
Kata-kata itu akhirnya membuat Lembayung gentar lalu ingatannya menjadi pudar. Dan, ketika sadar, ia sudah berada di suatu tempat.
"Kisanak itu hanya datang dua kali, sampai sekarang beliau belum ke sini lagi," tambah Lembayung usai menjabarkan yang ia ketahui.
Sementara itu, Anggara berusaha untuk menebak-nebak siapa orang yang telah menyelamatkannya. Akan tetapi, pikirannya seolah-olah menolak bekerja. Dia bahkan tidak percaya jika masih hidup. Luka separah itu, dengan racun yang sudah melumpuhkan tulang, kenyataan-kenyataan demikian telah membuat si pemuda kehabisan akal sehat. Ia kembali menerawang. Perasaan ganjil yang ia rasakan semakin membesar tatkala menyadari sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)
Historical FictionSebelum sang surya menyentuh ujung bumi, kalasangka akan ditiup kembali. Memanggil para kesatria untuk turun ke medan laga. Perang itu bukan untuk mereka, tetapi mereka akan menjadi bagian darinya. Sebagian menjadi saksi, sebagian akan mengukir seja...