Bab 98

417 79 66
                                    

.
.

Senyum samar Raka Gangsar seketika lenyap manakala salah satu dari dua anggota rombongan tak dikenal itu menyampaikan salam hormatnya kepada Senapati Agung Dhiwangkara. Terlebih, setelah mereka memperkenalkan diri. Anggapan bahwa mereka adalah baladupak dari sekutu sirna. Raka Gangsar memang telah menyiapkan diri menyambut bantuan tersebut, tetapi sepertinya ia harus menelan kekecewaan lantaran yang diharapkannya tidak terwujud. Dalam benaknya pun bertanya-tanya mengenai keberadaan para pasukan baru. Ketika itu, salah seorang dari dua lelaki yang maju tadi menyatakan jati diri, sehingga jelas bagi Raka Gangsar dan segenap yang ada di sana siapa yang sedang menghadang mereka.

"Salam rahayu, Senapati Agung Dhiwangkara. Saya Tumenggung Banyak Udhaya, utusan Adipati Baluan. Saya bersama para prajurit pilihan menyatakan bakti dan akan bekerja sama dengan Malwapati," ucap salah seorang lelaki yang berwajah halus tanpa kumis. Parasnya masih elok dipandang sekalipun uban telah terlihat di sela-sela gelungan rambut. Badannya yang tegap memberikan kesan sebagai kesatria sempurna.

Di sebelah Tumenggung Banyak Udhaya, berdiri sosok lelaki lain yang tidak asing bagi sebagian besar orang-orang di sana. Dialah Wanda Tirta, pimpinan pasukan Kriyak. Setelah mendapat kepercayaan dari sang raja, ia didapuk untuk membantu rombongan penjemput dari Malwapati. Perbincangan mengenai apa saja keterangan yang didapat masing-masing rombongan berjalan singkat. Sisanya mereka lakukan selama perjalanan. Tumenggung Banyak Udhaya dan Wanda Tirta memerintahkan para anak buahnya untuk membuat barisan pelindung dengan rombongan Senapati Agung Dhiwangkara sebagai intinya.

"Kami mendapati keterangan dari para telik sandi, sebagian pasukan bantuan dari Kuningan dan Kadiri telah bersiap-siap di ujung hutan ini. Ada wilayah yang cukup lapang di sana, kiranya itu yang akan mereka gunakan untuk menyerang. Yang saya khawatirkan, tempat itu cukup dekat dengan pemukiman," terang Wanda Tirta di sela-sela kegiatannya mengatur laju kuda tunggangan.

"Kemungkinan besar mereka berniat menggunakan keberadaan pemukiman itu untuk kepentingan penyerangan nanti." Tumenggung Banyak Udhaya menambahkan.

Mendengar laporan tersebut, Senapati Agung Dhiwangkara manggut-manggut saja. Kesatria pilihan Malwapati itu tentu telah mengenal medan laga di wilayah Haningan. Ia berikan anggai kepada beberapa prajurit sehingga majulah dua di antara yang mengerti itu untuk menyamai laju kuda sang junjungan. Kala itu, Marunda dan seorang rekannya mengambil tempat di sebelah Wanda Tirta. Laju kuda mereka dipacu pelan dan sejajar sehingga akan jelas apa-apa yang akan disampaikan oleh Senapati Agung Dhiwangkara.

"Adakah di antara Kuningan atau Kadiri mengirimkan kesatria mumpuninya?" tanya sang senapati kemudian.

"Dari Kuningan mengirimkan Lembu Petak dan Gajah Rikat. Dari Kadiri mengirimkan Gubar Baleman," jawab Wanda Tirta.

"Gubar Baleman," ulang Senapati Agung Dhiwangkara, "dia kesatria pilih tanding yang tidak bisa diremehkan. Berapa kira-kira kekuatan mereka?"

"Sekitar dua ribu pasukan yang berjalan kaki, lima ratus regu pemanah, dua ratusan pasukan berkuda, dan tidak kurang dari seratus bala sandi yang merangkap sebagai tabib. Akan tetapi, tidak semua pasukan sekutu itu meninggalkan tempatnya semula. Sekitar lima ratusan pasukan campuran masih berada di sana. Mereka berada di belakang kita sekarang. Agaknya mereka berniat melakukan pengepungan," papar Tumenggung Banyak Udhaya.

"Melihat jumlah pasukan yang disiapkan, juga para hulu jurit yang diturunkan, mereka agaknya bersungguh-sungguh untuk melumat habis rombonganku yang tidak sampai seratus orang. Tetapi, itu bukan masalah besar sekarang." Senapati Agung Dhiwangkara menimpali. "Kita akan membagi pasukan menjadi empat kelompok. Kelompok pertama bisa menggunakan gelar supit urang. Ki Banyak Udhaya akan memimpin kelompok ini. Mereka bertugas mengatasi pasukan yang menghadang di depan. Kelompok kedua dipimpin Ki Wanda Tirta, bisa menggunakan gelar wulan tumanggal untuk mengatasi pasukan penguntit. Porak-porandakan susunan lawan, habisi dalam sekali gebrakan, jangan beri ruang untuk menyerang balik. Kelompok ketiga akan diisi pasukan Bhayangkariku. Tugas mereka adalah menggiring pasukan lawan menjauhi pemukiman," terang Senapati Agung Dhiwangkara.

MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang