Bab 56

541 100 7
                                    


Walingan.

"Jangan melembek, Keponakanku. Kau sudah membiarkannya terlalu lama, bukan? Bibi hanya khawatir jika musuh bebuyutanmu itu bakal menghimpun kekuatan selama kau lengah. Bukankah ia telah mendapat dukungan dari Kriyak? Ingatkah kau akan pertentangan di Gunung Kelud beberapa waktu lalu?"

Bergeming saja Raka Gangsar mendengar nasehat sang bibi. Dia mengakui jika akhir-akhir ini dirinya seakan kehilangan semangat untuk membahas Bayanaka dan segala hal tentangnya. Dia memang merasa lengah. Tetapi, bukankah hampir semua tujuannya telah tercapai? Dia berhasil menyingkirkan orang-orang yang bersalah pada masa lalunya, dia berhasil menyingkirkan Bayanaka, dan keberhasilan yang paling membahagiakannya adalah memiliki Mayasari.

Lalu, apalagi yang harus dia incar? Bahkan angan-angannya menjadi Raja di Malwapati seolah menguap begitu saja. Kalaupun ada tujuan yang belum terpenuhi adalah impiannya menjadi seorang ayah, memiliki keturunan. Ah, membayangkannya saja sudah begitu menyenangkan.

"Raka...? Apa kau mendengarkan bibi?"

"Tentu, tentu, Bibi. Aku mendengarkan semuanya. Akan kuutus Roro Geni untuk mengerahkan anak buah silumannya." Usai berujar demikian, Raka Gangsar segera berpamitan kepada sang bibi.

Sementara Dwisana mengawasi kepergian sang keponakan dengan mata ularnya yang mengerikan, agaknya dia merasa keponakannya itu telah berada jauh dari rencananya. Maka, perempuan itu berniat untuk mengembalikan Raka Gangsar-nya yang dulu. Bagaimanapun, dia bertekat untuk menunaikan cita-cita saudari yang juga ibu Raka Gangsar sendiri. Keponakannya harus tetap menjalankannya, sekalipun itu berarti harus mengorbankan seseorang. Dielusnya ular weling yang melilit pergelangan tangannya.

"Segala sesuatu memang perlu pengorbanan. Bukan begitu, Sanu?"

~~

"Mencari keberadaan Gusti Raden itu tidak segampang membuka kulit buah caplukan, Raka Gangsar. Semuanya perlu waktu." Begitu Roro Geni mencoba membela diri.

"Dan sudah berapa waktu yang kau habiskan untuk mencarinya?"

Roro Geni mencebik saja. Siluman bawahannya memang tidak terlalu becus bekerja, sama seperti dirinya yang terlalu memanjakan diri di kedaton Walingan.

"Bekerjalah dengan benar, Roro Geni. Aku ingin kau menemukannya pekan ini."
Segera berlalu Raka Gangsar setelah menyampaikan perintahnya.

"'Bekerjalah dengan benar Roro Geni, aku ingin kau menemukannya pekan ini'.... Cih! Jadilah 'Tuan' dengan benar, Raka Gangsar." Begitu lancar Roro Geni menirukan ucapan Raka Gangsar tadi, kesal sebenarnya ia. Setelah menjadi Paduka Bathara, terlebih ketika memiliki istri yang didambakannya, Raka Gangsar seolah menelantarkannya, juga kedaton kecil Walingan. Roro Geni harus mengurus segalanya sendiri, termasuk mencari mangsanya. Dwisana bahkan sama sekali tidak membantu, ditambah Roro Geni sedikit 'ngeri' dengan perempuan ular tersebut.

Mendesah panjang ia kemudian. Teringat keterangan yang diberikan Dwisana padanya beberapa waktu lalu, bahwa Mayasari ternyata mempunyai hubungan sebelumnya dengan siluman. Sebuah hal yang begitu mengejutkan. Lebih terkejut lagi setelah mengetahui sosok siluman itu. Ingin sekali ia menguliti ular peliharaan Dwisana saat itu juga. Begitu marah dan kecewanya Roro Geni.

Ratusan tahun menjalani hidup bagai binatang sampai harus menjual jati dirinya sebagai manusia kepada bangsa gandarwa, hanya untuk menunggu sang cinta pertama. Namun sang alam seolah ingin menertawakan kebodohannya. Siluman pujaan hatinya malah memulai hubungan dengan manusia lain. Sungguh menyedihkan.

"Aku tidak bisa menerima ini, Bhargawala. Puluhan kali kau menolakku, dengan alasan yang sama, bangsamu tidak menghendaki hubungan dengan manusia. Tapi nyatanya kau seperti menjilat ludah sendiri. Edan*!"

MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang