Bab 37

507 87 6
                                    


"Jika demikian, kita tidak bisa menunda-nunda untuk ke Gunung Pawitra, Nawala," ujar Yudharangga yang akhirnya buka suara dan Nawala pun menyetujui hal tersebut.

"Sebelum itu, perkenankan saya menanyakan hal terkait perjalanan Anakmas sekalian ke sana," ujar Wanda Tirta.

"Silakan, Ki." Nawala menyilakan.

"Gusti pernah mengungkapkan untuk menemui Rahadyan Danendra di sana. Apakah itu bisa untuk meredam bahkan memupus jalan samya haji Haningan?"

"Saya yakin atas hal tersebut, Ki. Rahasia yang hanya beliau yang tahu itu akan membuat Mapanji Suddhawangsa bergerak tegas terhadap Raka Gangsar. Selain itu, ada kebenaran lain yang membuat keyakinan saya akan berhasil sempurna." Melirik sekilas Nawala kepada Yudharangga yang sepertinya tidak mengerti maksud si kawan. "Sebenarnya mendiang Aditya memiliki putra kandung. Sesuatu kejadian membuatnya terpisah selama ini. Beruntungnya, Sang Hyang mengembalikannya kepada kami sehingga hal itu bisa digunakan pula untuk menggeser kuasa Raka Gangsar nantinya."

Sedikit terkejut pula Yudharangga mendengar dirinya diseret. Walau demikian, pihak Wanda Tirta tentu tidak mengetahui jati diri putra kandung Aditya tersebut.

Di pihak Wanda Tirta sendiri kini bergumam kepada sesama. Mereka tentu saja kaget dengan pengakuan sang gusti muda.

"Oh, itu merupakan sebuah kejutan!" tanggap Wanda Tirta. "Apakah hal itu benar adanya?"

"Tentu, Ki. Mendiang Patih Sanjala yang mengungkapkan. Ada saksi yang masih hidup dan bisa dipercaya."

"Lalu, di manakah putra kandung mendiang Aditya itu sekarang?" Kawan Wanda Tirta menimpali.

Tersenyum Nawala mendengarnya. Lalu ia pun menjawab,
"Dia di tempat yang rahasia dan sangat aman karena saat ini dikelilingi orang-orang hebat nan mumpuni, Ki!"

Yudharangga hanya bisa memendam pujian akan kepandaian Nawala dalam bermain kata. Andai pihak Wanda Tirta tahu bahwa putra kandung mendiang Aditya ada di depan mata, akan gaduh pula seluruh gubuk ini.

"Jika demikian, kalian harus bergerak cepat. Apabila Raka Gangsar berhasil mewujudkan rencananya, Kursawapati akan kesulitan mengambil kembali Haningan. Hal itu akan mampu mempengaruhi keseimbangannya dalam pemerintahan nantinya." Kawan Wanda Tirta yang tadi mengusulkan.

"Kalian bisa memakai kuda-kuda kami untuk mempercepat perjalanan ke sana." Renggana menawarkan pula.

"Kami sangat berterima kasih atas segala tawaran dan bantuannya. Akan tetapi, akan lebih mudah bagi kami apabila mengandalkan kekuatan kaki sendiri karena kami memilih jalur pintas. Jalur itu pun setidaknya mampu melindungi ketimbang menempuh jalur umum yang akan mudah dilacak lawan nantinya." Nawala menolak dengan sopan.

"Baiklah jika Gusti telah memutuskan demikian. Kami akan menyediakan bantuan semampunya. Untuk saat ini, silakan Anakmas sekalian mengambil istirahat," ujar Wanda Tirta.

Nawala dan Yudharangga menyambut segala kebaikan tersebut. Mereka akhirnya bergabung dengan Nastiti yang sedari tadi telah menikmati setiap hidangan yang tersaji.

"Sayangnya, gubuk kami hanyalah tempat singgah sementara, sehingga tidak terdapat bilik khusus untuk estri Gusti ini." Wanda Tirta berujar seraya menunjuk Nastiti.
[Estri; prajurit perempuan]

"Oh, tidak masalah, Ki! Dia bisa tidur di mana pun bahkan di atas pohon," celetuk Nawala.

Nastiti melirik tidak suka kepada si jajaka lancang. Sementara Wanda Tirta hanya terkekeh mendengar ucapan Nawala yang dianggapnya guyonan belaka.

Usai kepergian Wanda Tirta dan sebagian pengikutnya, kecanggungan meraja di benak Nastiti. Dirinyalah satu-satunya gadis di sana sehingga tidak tahu harus berbuat apa sedangkan para laki-laki telah sibuk dengan kegiatan atau perbincangan mereka kini. Seperti halnya si jajaka lancang dan Yudha yang memilih duduk di atas tanah beralaskan selembar tikar. Para pemuda itu tampak berbincang dengan wajah sungguh-sungguh.

MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang