Kereta terbuka itu sebenarnya cukup bagus dan nyaman apabila ditempati. Jalanan yang dilalui pun telah bebas dari lubang sehingga penumpangnya tidak akan terkena guncangan berarti. Akan tetapi, Nastiti merasa risih dengan pandangan lawan jenis di hadapannya. Pemuda itu bernama Sapta yang merupakan sahabat dari Abisaka. Tidak banyak yang Nastiti tahu tentang kawan Abisaka tersebut kecuali bahwa ia adalah putra seorang buyut di dusun lain. Menurut Lembayung, Abisaka belum terlalu dekat pula dengan Sapta yang baru dikenalnya beberapa sasi ini. Pemuda itu tahu-tahu saja mendekatkan diri dengan calon suami Lembayung hingga berkawanlah mereka hingga kini.
"Kau cantik sekali, Nasti," puji Sapta.
Nastiti enggan membalas karena tidak tahu pula harus mengatakan apa. Ia pun sedikit malu dengan riasan yang menghiasi wajahnya. Tatkala Abisaka mengajak Lembayung dan dirinya menonton pertunjukan lakon di peken, Nyi Bangah memaksanya untuk memoles wajah sehingga ia sungkan menolak. Begitu pula dengan sandangan yang dipakai. Sinjang membungkus tubuh terlalu ketat sehingga si gadis merasa tidak bebas.
Nastiti bahkan baru tahu apabila harus bersolek hanya untuk menonton pertunjukan lakon. Padahal jika boleh jujur, ia sama sekali tidak nyaman dengan tebalnya menur yang memenuhi wajah, juga bibirnya terasa lebih tebal setelah diolesi pewarna yang dicampur minyak. Hidungnya pun terasa ingin lepas karena terus menerus mencium aroma kantil yang menjadi penghias di rikmanya yang digelung kekendon*.
[Kekendon: gelung miring ke kiri]Sementara Nastiti harus menyesuaikan diri, Lembayung dan Abisaka tersenyum-senyum mendengar Sapta yang sedari tadi tiada jemu memuji gadis pujaannya.
Kuda yang menjadi penarik kereta akhirnya berhenti. Dua penjaga kawasan peken segera mengarahkan Abisaka untuk menempatkan keretanya di suatu sudut. Dua sejoli itu akhirnya turut memenuhi peken yang ramai di malam hari ini karena adanya pertunjukan.
Berbagai aroma menyeruak di indra penciuman si gadis setengah siluman. Ia seringkali mengernyit tak nyaman dengan itu sehingga tiada pula menyimak pertunjukan lakon yang sedang seru-serunya.
Pada akhirnya, Nastiti memisahkan diri dari Lembayung yang tiada dilepas genggamannya oleh Abisaka. Laki-laki muda itu akan menjelaskan adegan demi adegan yang para lakon lakukan kepada Lembayung sehingga calon garwanya mengerti sampai mana pertunjukan berlangsung.
Sejoli itu tampak menikmati jalannya pertunjukan seakan-akan hanya ada mereka saja.Di sekeliling pertunjukan itu rupanya ada berbagai macam hiburan lainnya, dan yang paling banyak adalah lapak kerajinan. Nastiti mencoba mengamankan diri dengan berjalan-jalan sejenak hingga melihat sepintas sosok Sapta bersama seorang gadis.
Ah, bahkan si gadis setengah siluman baru saja sadar akan hilangnya sosok Sapta yang tiba-tiba. Entah sejak kapan pemuda itu lepas dari kelompok.
Diliputi penasaran, Nastiti diam-diam mengikuti muda-mudi itu hingga sampai pada sudut peken yang remang-remang. Mata bulat gadis itu terbelalak manakala melihat Sapta melakukan hal tak senonoh dengan gadis yang dibawanya tadi.
Buru-buru pula Nastiti berpaling kemudian kembali ke tempatnya semula."Nastiti, di sini!"
Suara Abisaka membuat si pemilik nama menoleh lalu segera menghampiri.
"Kau dari mana saja, Nasti? Aku khawatir kau akan tersesat setelah Kakang Abisaka tidak menemukanmu di mana pun!" tegur Lembayung.
"Ah, maaf, Yunda. Aku tertarik dengan hiburan lain sehingga tidak sadar telah terpisah jauh." Nastiti beralasan.
"Yang penting sudah ketemu. He, di mana Sapta?" Bertanyalah Abisaka kemudian.
Baru saja Nastiti akan menjawab, tiba-tiba saja sosok Sapta muncul dengan langkah tergesa-gesa. Wajahnya tampak gugup meskipun berusaha ditutup dengan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)
Ficción históricaSebelum sang surya menyentuh ujung bumi, kalasangka akan ditiup kembali. Memanggil para kesatria untuk turun ke medan laga. Perang itu bukan untuk mereka, tetapi mereka akan menjadi bagian darinya. Sebagian menjadi saksi, sebagian akan mengukir seja...