Jaka Barung tampak gelisah, itu terlihat dari gelagatnya yang mondar-mandir di belakang jendela. Dari lubang-lubang jendela berbentuk majupat miring itu bisa ia lihat seorang gadis tengah membersihkan kuda putihnya. Sesekali mata lelaki itu menyipit, lalu berjalan ke kanan-kiri sembari mengawasi gerak-gerik si gadis jelita yang berwajah sumringah; senyum dan tawa pendek sesekali menghiasi; seolah kuda putih itu bisa dijadikan teman bicara.
[*Majupat; segi empat]"Kanda? Apa yang sedang Kanda lakukan?"
Teguran sang istri membuatnya sedikit terkejut, namun segera ia membalas.
"Lihatlah, Dinda. Lihatlah Diajeng Ayu."Ambar menuruti perintah sang suami. Diamatinya pula Ayu Sekar bersama si kuda putih kesayangan.
"Memang ada apa dengan Diajeng Ayu, Kanda? Dia hanya membersihkan Aswa, seperti biasa."
Jaka Barung berdecak.
"Lihatlah lebih teliti, Dinda. Pernahkah Dinda melihat Diajeng Ayu begitu senang? Senyum-senyum sendiri dengan Aswa? Bersenandung? Lihatlah wajah yang berseri-seri itu."Ambar kembali mengamati, alisnya saling bertaut, tetapi kemudian perempuan itu tersenyum lebar.
"Dia hanya senang, Kanda. Ingat ceritaku kemarin mengenai teman Diajeng Ayu? Mungkin mereka sudah berbaikan."
Jaka Barung mengusap-usap dagunya yang menjadi kasar karena rambut-rambut kecil yang mulai tumbuh. Dalam benaknya mencemaskan sesuatu.
"Kenapa, Kanda?"
Menoleh kemudian lelaki itu kepada sang istri, dihelanya napas panjang.
"Aku hanya khawatir, Dinda. Diajeng Ayu tidak pernah seperti itu. Walau ia mempunyai beberapa teman, tetapi ia tidak pernah seperti itu. Ia lebih memilih dibenci teman sendiri daripada kehilangan harga diri, persis seperti Bapanya.""Lalu, apa yang Kanda takutkan?"
Jaka Barung berpindah tempat, ia kini duduk pada balai-balai bambu tak jauh dari jendela. Ambar pun mengikuti dan mengambil tempat di samping sang suami.
"Beberapa hari yang lalu, aku mencoba mengirim pesan kepada kakak seperguruanku di padepokan Tunjung Langit sana, mencoba bertanya perihal Diajeng Ayu yang tidak kunjung kembali ke rumahnya. Dan kini aku tahu alasannya, pun mengapa guru tidak jua mengirimkan utusan untuk menjemput ke sini."
Ambar memperhatikan dengan saksama. Dia memang belum tahu perihal tersebut.
"Apa, Kanda? Jelaskan padaku," pintanya kemudian ketika sang suami tidak segera bersuara lagi."Guru menjodohkan Diajeng Ayu dengan putra salah seorang sahabatnya dan gadis itu menolak dengan tegas." Helaan napas berat keluar dari bibir Jaka Barung. "Kau mungkin tidak memahami sifat mantan guruku tersebut. Tetapi, jika beliau menginginkan sesuatu terjadi, maka itulah yang akan terjadi."
Ambar hanya mampu menyentuh dadanya yang berdetak lebih cepat, ia tahu sang suami tengah merasakan sesuatu yang tidak baik dan firasat itu selalu benar.
"Lalu, adakah hubungannya dengan tindak-tanduk Diajeng Ayu?"
"Tentu, Dinda, tentu. Selama ini, aku tidak pernah melihatnya begitu sumringah. Dan jika aku boleh menebak, mungkin teman Diajeng Ayu itu adalah seorang pemuda. Jika begitu, mungkin Diajeng Ayu menjalin hubungan khusus dengan temannya tersebut. Nah, bagaimana jika teman Diajeng Ayu bukanlah pemuda yang akan dijodohkan dengannya? Kasarnya, bagaimana jika Diajeng Ayu menjalin hubungan dengan pemuda lain?"
Seolah penyakit yang menular, nyatanya kecemasan Jaka Barung telah sampai jua pada benak Ambar hingga perempuan itu tidak mampu mereka-reka.
"Tetapi, tidakkah Diajeng Ayu mengetahui perihal pemuda yang dijodohkan dengannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRUDA (SELESAI-dalam masa revisi)
Ficción históricaSebelum sang surya menyentuh ujung bumi, kalasangka akan ditiup kembali. Memanggil para kesatria untuk turun ke medan laga. Perang itu bukan untuk mereka, tetapi mereka akan menjadi bagian darinya. Sebagian menjadi saksi, sebagian akan mengukir seja...