Setelah menunggu 10 menit untuk berjaga-jaga akhirnya Amel memutuskan untuk jalan menuju halte bus yang berjarak tidak jauh dari kantornya. Angin malam yang dingin menunjukkan waktu musim gugur yang semakin dekat membuat Amel mengeratkan mantel panjang yang digunakannya hari ini. Entah kenapa Amel memiliki perasaannya tidak enak, seperti alam bawah sadarnya mengatakan bahwa keputusannya untuk berjalan menuju halte bus merupakan keputusan yang buruk.Hanya perasaannya saja mungkin.
Perlahan Amel menggerakkan lehernya berusaha menghilangkan ketegangan yang membuatnya tidak nyaman namun, ia tetap memfokuskan kemampuan indra pendengaran dan penglihatannya untuk berjaga-jaga.
Jika saja ia tahu akhirnya seperti ini Amel pasti akan memohon-mohon kepada Daniel atau Rico untuk mengantarnya pulang. Memang penyesalan selalu datang terakhir. Pokoknya, sampai apartemen ia harus segera mandi dan tidur pikirnya dalam hati. Waktu istirahat yang akan di dapatnya setelah ia sampai di tempat tujuan membuat suasana hati Amel membaik. Langkah kakinya semakin cepat menuju kearah halte bus yang sudah dapat dilihat di depan mata.
Ujung mata Amel melihat sosok bayangan yang bergerak dengan cepat kearahnya membuat Amel refleks melangkah mundur dan menggerakkan sikunya dengan kekuatan yang besar kearah atas. Bunyi tabrakan siku dan rahang terdengar dengan jelas di jalanan yang kosong tempatnya berdiri saat ini sebelum bunyi teriakan kesakitan laki-laki menggema di seluruh jalanan. Sebelum Amel sempat melihat siapa sosok yang mendekatinya sepasang tangan besar menariknya kearah gang kecil yang berada tepat di sisi kanannya. Tanpa berpikir dua kali Amel langsung menggerakkan kakinya untuk menginjak salah satu kaki sosok yang menariknya dan memutar tubuhnya untuk melepaskan genggaman keras sosok tersebut dan menendang perut sosok tersebut.
High heels yang digunakan Amel saat ini membuat keseimbangannya menjadi goyah dan sukses membuatnya mundur untuk beberapa langkah sebelum menyeimbangkan tubuhnya kembali.
High heels sialan!
Makian demi makian memenuhi pikiran Amel karena keputusan bodoh yang ia buat hari ini untuk menggunakan high heels setinggi 5 cm. Benar-benar hari yang buruk runtuknya dalam hati.
Suara erangan kesakitan terdengar dari dua sisinya membuat Amel kembali memfokuskan pandangannya kearah keadaan sekitar. Dapat dilihat dua sosok laki-laki yang terlihat seperti preman tergeletak tidak jauh dari posisinya saat ini. Kedua sosok tersebut sibuk memakinya dengan keras membuat Amel mengalihkan pandangannya kearah kerumunan yang berada di sisi jalan kecil tersebut.
Sial.
Benar-benar hari yang sangat buruk.
Amel dapat melihat jelas sekitar 10 orang laki-laki berjalan kearahnya dengan tatapan menjijikan yang sukses membuatnya merinding.
"Mau apa kalian?" ucapnya dengan nada yang tenang. Ia berusaha mati-matian untuk menenangkan rasa panik yang menyerangnya karena ia tahu kepanikan hanya akan membawa kerugian untuk dirinya sendiri.
"Sialan, perempuan sialan! Lihat apa yang kau lakukan! Awas aja nanti" maki sosok laki-laki dengan tubuh besar yang masih berusaha untuk bangkit dari posisinya. Menyadari sosok yang menjawab pertanyaannya adalah sosok yang baru aja ia tendang sukses membuat Amel menaikkan salah satu alisnya sebelum menatapnya dengan tatapan mencemooh.
Siapa yang mengirim mereka? Apakah.... Pikiran Amel melayang kearah sosok yang familiar dalam ingatannya namun, sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, ia langsung menghilangkan pikiran tersebut.
Tidak mungkin, jika memang dia pasti dia tidak akan mengirim kelompok picisan seperti ini.
"Aku tanya sekali lagi. Siapa yang mengirim kalian?" tanyanya untuk kedua kalinya masih dengan suara yang tenang dan postur tubuh yang anggun membuat salah satu laki-laki bertubuh besar yang berdiri tidak jauh dari posisi berdirinya saat ini terkekeh pelan. Melihat dari postur dan gaya berdirinya membuat Amel mengambil kesimpulan bahwa sosok dihadapannya ini merupakan pemimpin kelompok ini.
"Siapa yang mengirim bukanlah hal yang penting. Apa kau tidak takut dengan apa yang akan kami lakukan?" ucapnya dengan nada yang membuat Amel meringis pelan. Menjijikan. Ia paling muak berurusan dengan orang-orang seperti ini.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Mine
Romance[FOREVER MINE COMPLETED] [HIGHEST: #1 on lovelife] [#32 in fiction] [#104 in bisnis] "Mr. Ramirez, lepaskan! Apa-apaan ini?! Aku tau kamu punya segalanya tapi, bukan berarti kamu seenaknya seperti ini!" "hey, apa kau dengar aku!? HEY LEPASKAN! BASTA...