"Huh?" hanya satu kalimat itu yang dapat Amel utarakan dari bibir kecilnya ketika ia mendengar ucapan Gavin. Kedua matanya membulat menatap Gavin dengan tatapan campur aduk. Kaget, khawatir, takut, panik, marah, semuanya bercampur jadi satu. Tanpa sadar rasa takut menyelimuti hati Amel membuat jantungnya berdegup tidak karuan. Tentu siapa yang tidak tahu bahkan Gavino Ramirez mampu melakukan segala hal selama itu yang ia inginkan, menghilangkan Amel dari muka bumi ini juga semudah menjentikkan jari tangan laki-laki tersebut karena itu ketika Gavin bertanya seperti itu rasanya seluruh tubuhnya seperti baru saja di siram air dingin. Kedua kakinya bergetar karena rasa takut yang memenuhi seluruh hatinya."Aku tanya...siapa bilang kamu boleh pergi?" ulang Gavin masih dengan nada santai yang sama namun, Amel dapat merasakan tatapan tajam yang Gavin arahkan padanya. Hal itu cukup membuat seluruh tubuhnya membeku di tempat. Ia tidak berani untuk melangkah sedikitpun. Salah gerak sekali bisa-bisa nyawanya melayang sudah, Amel benar-benar tidak mampu menyingung laki-laki seperti Gavino Ramirez.
Amel terdiam beberapa saat berusaha menyusun kata-kata untuk menjawab pertanyaan sulit yang diarahkan padanya sebelum akhirnya ia menjawab dengan suara lirik. "Apa...aku tidak boleh pergi?"
Mata abu Amel terus mengikuti pergerakan yang dilakukan oleh sosok laki-laki dihadapannya ini. Sikapnya saat ini benar-benar mirip seperti kucing yang sedang terpojok. Waspada dan panik. Dan Gavin yang melihat tingkah laku Amel hanya bisa menatapnya dengan penuh humor.
"Apa ini yang biasa kamu lakukan?" tanyanya sambil menyesap cangkir kopi yang ada dihadapannya, kedua mata birunya masih terus mengikuti pergerakan kucing kecilnya.
Dua pasang mata itu saling bertubrukan. Saling mengawasi, saling memperhatikan setiap gerakan yang terjadi antara satu sama lain.
Abu dan biru.
Satu penuh dengan tatapan waspada, yang satu lagi penuh dengan tatapan humor.
Sangat kontras namun, disaat yang sama sangat intim. Walaupun, perasaan yang mereka rasakan berbeda dengan satu dan lainnya.
"Apa maksudmu?" tanya Amel pelan, tubuhnya berdiri dengan kaku tepat di tengah ruang kerja Gavin yang sukses membuat Gavin menggerakkan tangannya untuk menyuruh Amel segera kembali duduk dihadapannya. Tentu hal itu langsung diikuti oleh perempuan mungil itu.
Such an obedient little kitten...
"Ya, apa ini yang biasa kau lakukan kepada orang yang sudah menolongmu? Berterima kasih lalu pergi begitu saja?"
Pertanyaan yang diutarakan oleh Gavin sukses membuat Amel tersentak kaget. Ia langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. Kedua matanya perlahan menatap sosok laki-laki dihadapannya dengan takut-takut. "Tentu saja tidak, Mr. Ramirez. Bagaimana bisa saya tidak menghargai pertolongan yang sudah anda berikan" ucapnya perlahan. Dalam hati, Amel berharap bahwa ia bisa cepat-cepat keluar dari bangunan ini. Jauh dari situasi ini, jauh dari Gavino Ramirez dan tentunya jauh dari masalah. Apalagi mengingat beberapa saat yang lalu ia baru saja berbicara dengan tidak sopan kepada Gavin, Amel lupa siapa sosok Gavino Ramirez. Seberapa besar kekuatan yang dimiliki olehnya dan ketika menyadari hal itu Amel hanya bisa berharap ia bisa keluar dari sini dengan selamat tanpa menyinggung perasaan laki-laki tersebut.
Bagaimanapun juga Amel masih menyayangi nyawanya.
"Lalu?"
"Tentu saja, saya akan melakukan balas budi kebaikan yang sudah anda berikan kepada saya, anggap saya akan membayar hutang ke anda dengan cara bekerja keras di Lighthouse untuk membuat profit Lighthouse menjadi semakin baik" jawab Amel dengan cepat. Laki-laki dihadapannya ini benar-benar mengintimidasi...padahal Gavino Ramirez saat ini hanya duduk dengan malas sambil menompang kepalanya dengan salah satu lengannya namun, begini saja sudah membuat tubuhnya seperti di jerat oleh perasaan takut yang membuat Amel rasanya sulit untuk bernafas.
Gavin terdiam untuk beberapa saat setelah ia mendengar balasan Amel. Jari panjangnya perlahan bergerak dengan sentuhan halus di atas permukaan cangkir kopi yang berada tepat dihadapannya. Entah kenapa mendengar nada bicara Amel dan juga cara perempuan ini berbicara dengannya membuat Gavin merasa iritasi. Ia tidak menyukai bagaimana kucing kecilnya berbicara dengan formal kepadanya, ia lebih menyukai kucing kecilnya berbicara dengan bebas tanpa mempedulikan status dan formalitas. Tentu saja Gavin tidak bisa sembarangan membahas akan hal itu.
"Kata siapa..." ucapnya perlahan sebelum kembali terdiam. Tatapan matanya masih berfokus pada gerakan yang ia lakukan dengan cangkir kopinya sedangkan, lawan bicaranya masih menunggunya untuk melanjutkan ucapan yang baru saja Gavin utarakan dengan gerakan gelisah. "Kata siapa dengan cara bekerja aku ingin kamu membayar hutang itu, Kira?" lanjutnya.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Mine
Romansa[FOREVER MINE COMPLETED] [HIGHEST: #1 on lovelife] [#32 in fiction] [#104 in bisnis] "Mr. Ramirez, lepaskan! Apa-apaan ini?! Aku tau kamu punya segalanya tapi, bukan berarti kamu seenaknya seperti ini!" "hey, apa kau dengar aku!? HEY LEPASKAN! BASTA...