<<WARNING!!!! Chapter ini dipenuhi oleh perkataan yang menjabarkan kekerasan yang penuh darah. Untuk orang yang tidak suka dengan kekerasan bisa langsung skip chapter ini. Dimohon untuk membaca dengan bijak bahwa, ini hanyalah fiktif belaka. Selamat menikmati semuanya!!!😱>>"Seberapa lembut kulit tubuh Amelia? betapa menggairahkannya lekuk tubuhnya? Dan betapa menggiurkannya ekspresi wajahnya?"
Kedua pupil mata Gavin berkontraksi ketika mendengar kalimat itu. Waktu seakan terhenti ketika kalimat itu menggema di seluruh ruangan bawah tanah tersebut. Tatapan haus darah memenuhi kedua mata Gavin. Sebelum semua orang tersadar dari rasa kaget mereka, sebuah bunyi keras seperti tulang yang hancur menggema di seluruh ruangan membuat mereka tersentak kaget melihat Gavin yang terlihat menatap Johanson dengan tatapan membunuh, tangan kanan Gavin dipenuhi oleh darah yang mengotori sebagian pakaian yang dikenakannya.
Suara teriakan penuh kesakitan terdengar seperti kutukan di ruangan serba putih tersebut. Tidak ada yang berani untuk bersuara, tidak ada yang berani bernafas. Bahkan keempat sosok yang duduk di sofa saat ini tanpa sadar menahan nafas mereka ketika melihat kelakuan Gavin. Seumur-umur mereka tumbuh bersama Gavin baru kali ini mereka melihat sisi Gavin yang seperti ini.
Ganas. Kejam. Bengis.
Semua hal itu benar-benar mampu mendeskripsikan Gavin saat ini. Bahkan jika orang bilang Gavin akan mencabik-cabik laki-laki dihadapannya saat ini keempat laki-laki tersebut dengan cepat akan mempercayainya. Siapa sangka laki-laki bodoh di hadapan mereka ini mampu mengeluarkan sisi buas dari Gavino Ramirez? Sisi yang bahkan membuat keempat laki-laki tersebut merinding ketakutan dibuatnya.
Ekspresi Gavin saat ini benar-benar menyeramkan...
Sosok Johanson saat ini benar-benar mengenaskan. Darah segar memenuhi wajahnya. Semua orang dapat melihat rahang laki-laki itu terlihat retak atau bahkan patah dari posisi aneh rahangnya. Setelah terbatuk-batuk untuk beberapa saat kekehan pelan dapat terdengar dari mulutnya.
Astaga!!!!
Laki-laki ini benar-benar mencari mati!? Apa kau tidak puas dengan keadaanmu saat ini!? Kau benar-benar sudah mencari mati!!
Seluruh mata memandang Johanson dengan tatapan kaget. Seakan tidak mempercayai laki-laki dengan keadaan menyedihkan itu masih dapat tertawa mengejek kearah Gavin yang menatapnya dengan tatapan yang mampu membuat semua orang merasa sebagian nyawa mereka sudah melayang dari tubuh masing-masing.
Kalau tatapan dapat membunuh, tatapan Gavin saat ini benar-benar mampu membuat mereka semua kehilangan nyawa mereka.
Semenakutkan itu tatapan seorang Gavino Ramirez.
"Keh. Ku yakin kau tidak pernah merasakan kelembutannya. Sedangkan aku? Aku sudah mera –" ucapan Johanson terhenti ketika Gavin kembali melayangkan tinjunya kearah Johanson diikuti dengan bunyi tulang hancur yang terdengar dengan jelas dari tangan yang bertabrakan dengan wajah Johanson.
"SHUT UP!" bentak Gavin dengan nada keras. Dalam sekali gerakan tangannya meraih benda hitam yang berada tepat di belakang tubuhnya sebelum mengarahkan benda tersebut kearah sosok Johanson yang tergeletak di atas lantai yang di penuhi oleh darah dari wajahnya.
"Lebih dari satu kata" ucapnya sebelum meletakkan salah satu jarinya pada pelatuk senjata yang berada di dalam genggamannya. "Aku akan membantumu menghilangkan kemampuanmu untuk menggunakan mulut kotormu itu" tepat setelah Gavin menyelesaikan kalimat tersebut bunyi tiga tembakan menggema di seluruh ruangan tersebut.
Tanpa perubahan ekspresi apapun Gavin menatap dingin kearah sosok yang saat ini tergeletak di bawah kakinya. Untuk pertama kalinya akhirnya Gavin dapat melihat tatapan ketakutan dari kedua mata Johanson. Gavin sudah menghancurkan engsel rahang kanan dan kiri Johanson sebelum menembakkan pistol yang dipegangnya kearah pipi dan rahang laki-laki tersebut. Menghancurkan seluruh rahang Johanson untuk membuatnya tidak dapat mengeluarkan suara apapun.
An eye for an eye. A tooth for a tooth.
Ini hanya sebagian kecil dari apa yang Gavin rencanakan untuk mereka semua. Mereka yang sudah berani menyakiti kucing kecilnya. Ia akan membuat mereka merasakan sakit yang berkali-kali lipat lebih parah dari apa yang kucing kecilnya rasakan.
Baru kali ini mereka berempat melihat Gavin kehilangan kendali diri seperti ini dan hal itu mampu membuat mereka tercengang kaget. Sosok dingin, terasing dan tanpa ekspresi seperti Gavin mampu menunjukkan emosi amarah seperti saat ini benar-benar membuat mereka merasa sedang berhalusinasi. Melihat Gavin saat ini berjalan kearah mereka tanpa sadar membuat mereka menelan ludah kerena rasa takut yang menyelimuti tubuh mereka.
Gav...please itu ekspresinya...
Please, jangan melihat kita dengan ekspresi seperti itu...
Tanpa mempedulikan tatapan memelas dari leo dan Rafael yang saat ini duduk disekitarnya. Gavin merebahkan tubuhnya ke arah sofa, menyilangkan kakinya dan melirik kearah Jack yang berdiri tidak jauh dari posisinya saat ini. Dengan cepat, seakan sudah dapat mengerti apa yang diinginkan bosnya saat ini Jack segera bergerak untuk menyiapkan beberapa barang dan meletakkannya tepat di atas permukaan coffee table di hadapan Gavin. Semua orang dapat melihat sebuah handuk kering, handuk basah, beberapa kotak tissue dan cairan hand sanitizer terjejer rapih di atas meja.
Melihat barang-barang tersebut tanpa sadar ujung bibir Leo dan Rafael berkedut keras, melupakan rasa takut yang baru saja mereka rasakan beberapa saat lalu mereka menatap Gavin dengan tatapan humor. Master Gavino Ramirez sepertinya benar-benar tidak bisa kotor sedikitpun!
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Mine
Romance[FOREVER MINE COMPLETED] [HIGHEST: #1 on lovelife] [#32 in fiction] [#104 in bisnis] "Mr. Ramirez, lepaskan! Apa-apaan ini?! Aku tau kamu punya segalanya tapi, bukan berarti kamu seenaknya seperti ini!" "hey, apa kau dengar aku!? HEY LEPASKAN! BASTA...