[A WARNING!!! maybe....? merasa harus menginfokan bahwa mungkin unsur yang ada di dalam chapter ini memiliki konten dewasa. Bagi pembaca yang masih di bawah umur mohon pengertiannya hehe]
<< NOTE: tapi, aku berusaha membuat penggambarannya masih terlihat proper kok!!>.< fufu>>
Late at night,
Kondisi lantai divisi marketing saat ini sudah terlihat gelap karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, sebagian besar karyawan yang bekerja sudah meninggalkan pekerjaannya untuk menikmati waktu luang setelah bekerja kecuali satu orang. Amel. Saat ini ia masih berkutat dengan dokumen yang menggunung di seluruh mejanya walaupun, ia sudah menghabiskan waktu seharian untuk menyelesaikan tugas ini dengan buru-buru.
Astaga, tugas-tugas ini semakin lama semakin menggila, rasanya ingin keluar aja gerutu Amel dalam hati ketika melihat dokumen yang tersisa beberapa lagi. Amel memejamkan matanya sambil memijat pangkal hidungnya, berusaha membuat otot-otot sekitar matanya sebelum akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya. Semuanya masih bisa dikerjakan esok hari, pulang terlalu malam malah membuat waktu istirahatnya semakin berkurang pikir Amel dalam hati.
Amel segera membereskan seluruh barang-barangnya sebelum akhirnya berjalan meninggalkan ruang kerjanya. Ketika berjalan di tengah koridor yang sepi langkah Amel terhenti untuk beberapa saat, tanpa sadar ia menajamkan indra pendengarannya ketika mendengar suara asing dari salah satu ruangan yang berada tidak jauh dari posisinya.
Bukankah semua orang sudah pulang? pikirnya dalam hati. Dahinya berkerut tanpa sadar ketika ia sedang berkonsentrasi, kebiasaan yang bahkan Amel sendiri tidak sadari.
"um...Johan..."
Amel: "...."
Fuuuuuckkk!!!
Apa yang aku dengar!?!?
Kedua Amel membelalak ketika akhirnya ia mendengar suara asing tersebut dengan jelas. Erangan demi erangan menggema di seluruh koridor membuat wajah Amel memerah mendengarnya. Astaga, kenapa harus disini sih? Mereka kan sudah bekerja, apa susahnya mencari kamar hotel, hah!? gerutu Amel dalam hati. Tanpa sadar ia melirik kearah ruangan sumber suara tersebut.
Director of Marketing, Johanson Anderson.
Gila, laki-laki tua itu benar-benar gak tahu batasan, bagaimana bisa ia melakukan hal seperti itu di...kantor?! Memikirkannya saja sudah membuat wajah Amel semakin memerah seperti kepiting rebus. Dengan langkah terburu-buru, Amel segera meninggalkan koridor tersebut namun, sialnya ketika Amel berjalan tanpa sadar ia tersandung oleh gundukan kabel yang melintang di sepanjang koridor tempatnya berjalan saat ini.
Terkutuk kabel-kabel sialan ini!
Suara Amel terjatuh menggema di sepanjang koridor membuat suara yang tadinya terdengar di dalam ruangan terhenti seketika. Suara makian pelan dan pergerakan tangan yang sibuk mengenakan pakaian terdengar dari dalam ruangan tersebut membuat keringat dingin terbentuk di seluruh pelipis wajah Amel.
mati aku, mati aku, mati aku maki Amel berulang-ulang seraya bangun dari posisi jatuh yang memalukan dan berjalan dengan cepat sambil berharap bahwa sosok yang berada di balik ruangan tersebut tidak menyadari keberadaannya. Namun, sialnya lagi harapannya tidak menjadi kenyataan. Sepertinya ia terkena nasib buruk akhir-akhir ini gerutunya dalam hati. Baru beberapa langkah dari belakang Amel dapat mendengar teriakan laki-laki yang selalu mengganggu hidupnya beberapa minggu terakhir, laki-laki yang selalu membuat hidupnya susah dan pemilik suara itu lain tidak lain adalah Johanson Anderson.
"Hey!! Berhenti! Siapa disana!" teriakan penuh amarah itu tanpa sadar membuat langkah Amel terhenti. Jantungnya bergedup dengan kencang bahkan Amel sendiri dapat mendengar degup jantungnya dengan jelas di telinganya. Dengan susah payah Amel berusaha mengatur postur tubuhnya yang terlihat seperti anak kecil yang tertangkap basah melakukan sebuah kesalahan sebelum akhirnya, berbalik badan dan menatap sosok laki-laki yang penuh dengan ekspresi marah.
"Um...Mr. Anderson, saya baru saja mau balik. Saya pamit dahulu...um...anda bisa melanjutkan olahraga anda" ucapnya lirih dengan senyuman kaku yang terbentuk di wajahnya. Secepat kilat ia langsung membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan kedua sosok yang menatapnya dengan tatapan campur aduk. Rasa malu, amarah dan kaget bercampur semua dari tatapan laki-laki dan perempuan yang menatap punggung Amel yang meninggalkan mereka dengan cepat.
Ketika akhirnya Amel sampai di depan pintu elevator ia merasakan gerakan yang tidak ia duga sama sekali. Badannya terasa di tarik oleh kekuatan yang besar, ia merasakan punggungnya menabrak pintu elevator yang masih tertutup. Sebelum Amel sempat mengerang kesakitan, ia merasakan rahangnya di tahan oleh tangan yang besar dengan kekuatan yang dapat membuatnya meringis kesakitan.
"Apa. Yang. Kau. Lihat. Amelia?" suara serak yang selalu membuat seluruh tubuhnya merinding memenuhi seluruh indra pendengarannya, membuat Amel menyipitkan matanya untuk mengintimidasi sosok laki-laki yang menekankan seluruh tubuhnya kearahnya, menahannya agar tidak dapat bergerak sama sekali.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Mine
Romansa[FOREVER MINE COMPLETED] [HIGHEST: #1 on lovelife] [#32 in fiction] [#104 in bisnis] "Mr. Ramirez, lepaskan! Apa-apaan ini?! Aku tau kamu punya segalanya tapi, bukan berarti kamu seenaknya seperti ini!" "hey, apa kau dengar aku!? HEY LEPASKAN! BASTA...