F.M 119 - Fall into his trap.

17.8K 723 11
                                    


Saat ini ia hanya bisa melakukan observasi dari apa yang terjadi disekitarnya, berusaha memperhatikan segala gerak-gerik mereka. Berusaha mengetahui apa tujuan mereka menahannya disini. Amel juga bukan orang bodoh yang selalu memaksakan satu hal, seperti kejadian terakhir kali merupakan pelajaran berat untuknya bahwa, bagaimanapun juga ia tidak akan bisa pergi dari tempat ini. Jadi, kalau begini caranya bukankah lebih baik jika ia mengubah taktiknya?

Selain itu ia juga tidak bisa terlalu bergantung dengan mereka semua. Walaupun, mereka semua tidak memiliki niatan buruk, Amel masih belum mengetahui dengan jelas tujuan dari sikap mereka ini.

Tapi, tentu saja kadang hidup tidak akan berjalan sesuai dengan rencana.

Yes.

Double shit.

Tinggal di dalam Ramirez Mansion selama beberapa minggu terakhir benar-benar membuatnya berada di dalam dilema yang kuat. Tanpa ia sadari, Amel mulai merasa bahwa orang-orang yang ada di dalam mansion ini merupakan bagian darinya, walaupun sepertinya lebih tepat dijelaskan bahwa ia merasa sudah menjadi bagian dari mereka semua.

This attachment really scared her...

Amel selalu memiliki ketakutan dengan apa yang disebut dengan "what-if" dan saat ini terlalu banyak "what-if" yang ada di dalam pikirannya...dan tentunya dengan ketergantungan ini malah membuatnya semakin khawatir.

Tenggelam dalam pikirannya sendiri tanpa sadar membuat ekspresi wajah Amel saat ini dipenuhi oleh aura keseriusan membuat dahi kecilnya berkerut dengan dalam. Terlalu sibuk dengan pikirannya sampai-sampai Amel tidak menyadari dua pasang mata yang terus memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada wajah kecilnya.

Diego yang melihat perempuan bernama Amel ini tenggelam dalam pikirannya menaikkan sebelah alisnya perlahan. Terutama ketika melihat perubahan ekspresi yang terjadi pada wajahnya. Apa yang perempuan ini pikirkan sampai-sampai terlihat seperti itu? pikirnya dalam hati. Perlahan kedua matanya mengarah kepada sosok Sang Kakak yang saat ini berada tidak jauh dari posisinya. Melihat senyuman samar dari wajah Gavin menandakan bahwa ia mengetahui apa yang ada dalam pikiran Amel saat ini dan hal ini membuat Diego menyipitkan kedua matanya.

Menyadari sepasang mata memperhatikannya, perlahan Gavin mengalihkan pandangannya dari kucing kecilnya. Ia menatap Diego yang penuh dengan ekspresi tanda tanya kearahnya dengan kedua alis terangkat seakan berkata "ada apa?" dengan ekspresi yang polos. Tentu hal itu membuat ekspresi Diego menggelap seketika.

"Humph! Kau tahu sesuatu tetapi, kau tidak memberitahuku. Sejak kapan kau mulai lebih membela perempuan ini dibandingkan saudara sedarahmu ini?" ucap Diego dengan nada merajuk dengan ekspresi yang dipenuhi kekesalan pada wajah tampannya.

"Sejak awal" jawab Gavin. Singkat, padat dan jelas.

Namun, jawaban Gavin benar-benar menghancurkan seluruh ego yang Diego miliki saat ini. Membuat seluruh tubuh Diego menegang dengan kedua mata yang menatap Gavin penuh dengan tatapan tidak percaya akan apa yang baru saja di dengar olehnya.

Laki-laki ini...Kakak laki-lakinya...lebih membela perempuan ini dibandingkan dirinya!?!?!

Benar-benar tidak bisa di percaya!!!

Bagaimana bisa ia lebih membela perempuan ini dibandingkan adik kandungnya!?!?

Humph, humph, humph!

Tidak masuk akal!

Perkataan Gavin benar-benar menghancurkan hati sosok laki-laki dewasa dengan hati bocah berumur 5 tahun ini...

Kedua matanya menatap Gavin dengan tatapan seakan Gavin benar-benar baru saja menyakiti hati rapuhnya.

Ujung bibir Gavin berkedut menahan senyum melihat kelakukan bodoh adik satu-satunya ini. Tanpa perubahan ekspresi apapun Gavin menaikkan sebelah alisnya seakan memprovokasi Sang Adik dengan kedua mata yang seakan berkata "Mau ada urusan apalagi? Kalau tidak ada, cepat pergi! Kau menganggu waktuku dengan kucing kecilku!"

Diego yang tentu saja mengerti maksud dari ekspresi mata Gavin langsung menatap Sang Kakak dengan horor sebelum menutup dadanya dengan kedua kepalan tangannya seakan berusaha melindungi hatinya yang hancur dengan sikap sadis Sang Kakak.

Where is our brotherhood, brother!? I'm your blood-related little baby darling brother!!! Teriak Diego dalam hati sambil menatap Gavin dengan ekspresi yang jelas-jelas menyatakan apa saja yang baru ia pikirkan saat ini sebelum berjalan kearah pintu ruangan rekreasi tersebut dengan tatapan sedih seperti anak anjing yang terluka. Setiap ia berjalan tiga langkah, Diego pasti langsung berhenti dan membalikkan tubuhnya untuk menatap sosok Gavin dengan ekspresi memelas yang perlu dikasihani tersebut.

Tentunya bukan seorang Gavin namanya kalau ia luluh dengan kelakuan bodoh adiknya yang satu ini jadi, ia hanya menatap sosok laki-laki yang fisik dan mentalnya benar-benar tidak selaras itu dengan ujung bibir yang berkedut keras.

Bagaimana ia bisa mempunyai adik dengan sikap tidak tahu diri seperti ini?

Melihat akhirnya satu-satunya anjing penganggu yang dari tadi selalu berada disisinya menghilang dari pandangan, akhirnya Gavin menghembuskan nafas perlahan. Kalau Diego mengetahui sebutan apa yang Gavin berikan kepadanya mungkin ia akan benar-benar menangis meraung-raung dihadapannya sambil berguling-guling di lantai dengan tatapan penuh tuduhan kepada Gavin saat ini. Untungnya, Sang Adik tidak mengetahui apa yang Gavin pikirkan.

Perlahan kedua matanya kembali menatap sosok perempuan mungil yang saat ini duduk dihadapannya. Ekspresi wajahnya benar-benar seperti buku yang terbuka dengan lebar. Sangat mudah ditebak. Diego saja yang terlalu bodoh untuk tidak dapat membaca apa yang sedang dipikirkan sister-in-law-nya. Lagi-lagi kalau saja "Sang Anjing Penganggu" itu mengetahui apa yang baru saja dipikirkan oleh Gavin, laki-laki itu pasti langsung akan melakukan tantrum habis-habisan.

Sebuah kilatan samar dapat terlihat pada kedua mata Gavin sebelum perlahan ujung bibirnya terangkat membentuk sebuah seringai tipis yang membuat penampilan Gavin saat ini semakin tampan karenanya. Belum lagi dengan sedikit sentuhan seksual yang berhasil membuat hampir seluruh perempuan yang melihatnya jatuh hati kepadanya. Gavin benar-benar terlihat seperti definisi fisik dari sosok Eros yang merupakan dewa cinta dari Mitologi Yunani saat ini.

Tempting, Ravishing and of course Dangerous.

Tentu saja, hampir seluruhnya sebagai kata kunci karena perempuan mungil ini adalah satu-satunya perempuan yang tidak jatuh dalam daya tarik wajahnya.

Meskipun begitu, tidak masalah...malah itu yang membuat proses penjinakan ini semakin menarik.

Seakan mengetahui apa yang Amel sedang pikirnya, kedua mata Gavin menunjukkan kilatan penuh kepuasan.

Tentu saja ia puas.

Rencananya tahap satunya berhasil tanpa adanya hambatan sedikitpun.

Attachment pada tempat ini dan seluruh orang yang ada di dalamnya merupakan bagian dari rencananya untuk mengikat Amel selamanya di sisinya. Melihat Amel mulai menunjukkan keraguan dan ketergantungannya pada tempat ini menunjukkan pada tahap satu dari rencananya sudah berjalan dengan sempurna. Hal ini benar-benar membuat suasana hatinya sangat baik namun, sayangnya belum sempat kesenangan itu kadang Gavin kembali mengingat perkataan Yun Sheng yang langsung membuat ekspresi wajahnya menggelap perlahan. Dahinya berkerut karena ia sedang berpikir dengan keras.

Apa ia harus benar-benar melakukannya? pikir Gavin sambil menatap kucing kecilnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Tatapan matanya penuh dengan emosi yang membuat orang ketika melihatnya tidak dapat mengetahui atau menebak apa yang sedang ia pikirkan saat ini.


TO BE CONTINUED

Forever MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang