40 - He Came

4.2K 216 0
                                    

New York

Salah satu Club Malam yang terkenal di dunia bernama Liquid yang berada di Manhattan malam ini sangat ramai. Setiap sudut di penuhi oleh pria maupun wanita yang sedang mencari kesenangan dan hiburan untuk membuat diri mereka relax.

Makin malam suasana Club makin riuh oleh lautan manusia. Di salah satu Room VVIP sedang duduk seorang billionaire serta beberapa rekan bisnisnya dan juga tentu saja di temani bebetapa wanita panggilan yang berada di club tersebut.

Carl sedang menjamu rekan bisnisnya yang berasal dari timur tengah. Carl tidak mengira ternyata orang orang dari timur tengah yang kaya raya suka juga dengan hiruk pukuk dunia malam dan sama bejatnya dengan orang orang barat yang notabennya suka menghambur hamburkan uang untuk kesenangan sesaat.

Tadi siang Carl sudah menandatangani kontrak kerja sama dengan perusahaan minyak yang berasal dari timur tengah. Kontrak itu bernilai trilliun dolar. Jadi kesepakatan ini akan saling menguntungkan antara kedua belah pihak.

Walaupun di ruangan itu banyak wanita wanita cantik yang biasa di sebut dengan wanita panggilan kelas atas. Dengan memakai pakian terbuka dan sexy yang mereka kenakan tidak serta membuat seorang Carl melirik mereka sama sekali. Walaupun para wanita itu berusaha mencuri perhatian Carl dengan pandangan menggoda.


Carl melihat Jacob yang sedang berbicara di telphone dan menuju ke salah satu kamar yang memang ada di ruangan VVIP tersebut.

Jacob tidak bisa mendengar suara lawan bicaranya karna suara musik di ruangan itu sangat keras. Carl melihat Jacob keluar dari kamar itu dengan tergesa gesa dan membisikan sesuatu bahwa mereka harus pergi ke safe house yang berada di bawah tanah club itu.

"Tuan Zaid maaf saya harus pergi dan saya minta maaf tidak bisa menemani anda karna saya ada keperluan mendesak yang tidak bisa di tinggal."

"It is oke tuan Walter dan terima kasih sudah menjamu kami dengan baik." Mereka lalu berjabat tangan dan Carl langsung keluar dari ruangan itu beserta beberapa bodyguard nya.

Carl dan Jacob menuju safe house dan di ikuti oleh para bodyguard dari belakang. Sampai di ruang kerja hanya ada Carl dan Jacob saja.

"Ada apa Jacob? Sepertinya ada hal yang sangat penting yang mau kamu sampaikan." Jacob terdiam beberapa saat sebelum membuka mulutnya untuk berbicara.

"Maaf tuan ada kejadian yang tidak bisa di cegah."

"Apa maksudmu? Tolong berbicara yang jelas aku tidak mengerti." Carl yang sedang duduk di kursi ruang kerjanya mengerutkan dahinya.

"Ralph baru saja menghubungi saya karna dia sejak tadi berusaha menghubungi tuan tapi tidak bisa. Ralph bilang Nona Byian tertembak, dan sekarang sedang berada di ruang operasi dengan Dokter Roland."

"A-apa...."

Mendengar kabar itu jantung Carl seperti di pukul oleh besi sekuat kuatnya, sakit. Yaa... sakit yang dirasakan Carl ketika mendengar kabar bahwa Byian gadisnya tertembak dan nyawanya sedang berada di ujung tanduk.

"Batalkan semua janji untuk satu minggu kedepan dan tolong siapkan pesawat jet ku." Carl beranjak ke luar ruangan ingin segera pergi ke bandara.

"Pesawat jet pribadi anda sudah stand by di bandara tuan."

Lalu Jacob menghubungi Nathan agar sementara ini mengambil ahli pekerjaan satu minggu ke depan menggantikan Carl yang akan pergi ke London.


Carl sudah sampai di bandara yang biasanya memakan waktu empat puluh lima menit sampai satu jam. Tapi kali ini Carl hanya membutuhkan kurang lebih tiga puluh menit saja.

Untungnya jalan raya kota New York masih berbaik hati karna tidak macet seperti biasanya. Carl memiliki pesawat jet pribadi miliknya sendiri. Begitu juga dengan keluarga Walter. Jadi bisa di bayangkan kekayaan keluarga Walter yang mungkin tidak akan habis sampai tujuh turunan sekalipun.

Butuh waktu kurang lebih tujuh jam penerbangan antara New York ke London dengan memakai maskapai komersil. Tapi dengan pesawat jet milik Carl tidak membutuhkan waktu selama itu.

Carl sudah sampai di bandara Internasional Heathrow London dalam kurun waktu hanya tiga jam. Di pintu keluar VIP bandara sudah ada Ralph dan Brett yang menunggu. Mereka segera langsung menuju ke mobil yang sudah menunggu.

Sampai di safe house Carl langsung menuju ruang rawat dimana ada Byian disana. Di lihatnya ada seorang wanita yang sedang berdiri mengecek botol infus.

"Selamat malam." Emilia menolehkan kepalanya ketika ada suara pria di dalam ruangan.


Dia meliah Carl sudah berada di depan pintu masuk, Emilia masih mengingat wajah Carl dan dia melihat jam yang ada di tangannya yang menunjukan waktu sudah hampir pagi.

"Selamat pagi tuan Walter, ini sudah hampir jam tiga pagi." Emilia membalas sapaan Carl lalu menyodorkan tangannya. "Saya Emilia Clara Smith kalau anda tidak lupa saya adalah teman dari Byian."

Tentu saja Carl masih ingat siapa Emilia. Dokter muda yang waktu itu Byian sedang mengamuk Emilia malah naik ke atas tubuh Byian.

"Tentu saja tidak Dokter. Hmm... bagaimana keadaan Byian."

"Keadaan Byian sudah stabil, kita tinggal menunggu sadar saja dari obat bius."

"Kalau begitu saya tinggal dulu, saya yakin anda jauh jauh dari New York ingin bertemu dengan Byian. Walapun Byian tidak akan mendengar ketika anda berbicara tapi aku akan pergi, permisi." kata Emilia sedikit sinis dan berlalu keluar.

Emilia meninggalkan ruang rawat dengan sedikit kesal. Emilia tau selama ini Byian sahabatnya patah hati gara gara Carl. Karna itu Emilia sedikit membencinya karna telah membuat Byian tidak bahagia.

Carl melihat keadaan Byian di atas kasur sangat lemah. Ini sudah kedua kalinya Carl melihat Byian tidak berdaya karna sakit. Ingin sekali Carl memeluk Byian erat. Carl sangat merindukannya.

"Bangunlah princess, aku merindukanmu." ucap Carl mencium kening Byian.

Byian membuka matanya, melihat ke atas atap lalu melihat sekelilingnya. Kamar dengan nuansa hitam putih yang sangat maskulin.

"Dimana ini?" Byian menerawang lalu mengingat apa yang telah terjadi padanya. "Emilia... Dimana dia?"

Pintu terbuka dan ada seseorang masuk ke dalam kamar. Byian terperanjat siapa yang baru saja masuk. Dia melihat Carl disana sedang memandangnya lekat.

"Kamu sudah sadar? Tunggu sebentar aku akan panggil Dokter." Carl keluar kamar tergesa gesa.

Beberapa menit kemudian kamar penuh dengan orang orang. Ada seorang Dokter dan perawat yang sedang memeriksa keadaan Byian. Di sana juga sudah ada Emilia dan tentu saja Carl.

"Bagaimana keadaan nya Dok?"

"Setelah di periksa nona Byian baik baik saja, lukanya akan mengering dan kami akan memberikan obat agar lukanya tidak berbekas."

"Terimakasih Dokter."

"Kalau begitu saya permisi dahulu, cepat sembuh nona." Byian menganggukan kepala dan Dokter Roland meninggalkan ruangan.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Emilia.

"Aku baik Em.. Kamu sendiri?" Emilia hanya mengangguk. "Berapa lama aku tidak sadarkan diri?"

"Dua hari." Byian hanya mengelah nafas. "Jangan dipikirkan yang penting kamu sudah sadar dan akan baik baik saja." ucap Emilia.

"Ehem.. " Carl berdehem karna merasa di acuhkan.


"Oh... Saya kira tidak ada orang lain, maaf tuan Walter saya kira tadi anda keluar kamar bersama Dokter Roland." ucap Emilia datar sambil memiringkan kepala nya.

"Tidak, dari tadi saya masih disini." ucap Carl dingin tapi Emilia tidak peduli.

"Baiklah aku akan pergi dulu." Emilia beranjak dari sisi kasur tapi tangannya di pegang oleh Byian. "Tidak apa apa, sepertinya kalian harus bicara." Emilia tersenyum.

Kini kamar itu hanya tinggal mereka berdua. Byian menundukan kepala tidak mau melihat Carl. Carl melihat itu dan ada sedikit rasa kecewa kalau gadisnya sama sekali tidak mau melihatnya.

Makes Me Lose (#1 Collins) (The End ✅) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang